Mohon tunggu...
Whabink Sutan Malano
Whabink Sutan Malano Mohon Tunggu... Guru - Diam lebih baik.

ketika yakin dengan apa yang kita tuju, dan sll berdoa, tawakal, ikhlas,,, pasti akan berhasil meraih impian yang kita inginkan,,, MIMPI BERUJUNG KeBAHAGIAN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Indah dong... Pada Waktunya

14 Februari 2012   15:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

kolaborasi antara Whabink Tea dan bowo bagus

no: 31

Menjelang hari H, Rara masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Rara. Mereka ternyata sama herannya.

"Kenapa?" tanya mereka di hari Rara mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Rara sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Rara bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Rara terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian dikampus adalah kali kedua Rara yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Rara menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Rara dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

"Kamu pasti bercanda!"

Rara kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Rara menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Rara bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Rara yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Rara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun