“Ia tak menjawab apapun, karena bisu dan tuli. Segera sesudah ia membaca tulisan saya, ia memeluk saya dan menangis histeris. Mengertilah saya bahwa saya adalah anak kandungnya. Pantas saja selama ini saya diperlakukan istimewa olehnya. Saudara saya yang lain kerap tak dipedulikannya, tetapi saya selalu dilayaninya. Saudara-saudara yang lain dimarahinya, walau dengan kata-katanya tak jelas, tetapi jarang sekali ia marah pada saya,” jelas perempuan itu.
“Dengan tulisan tangan yang jelek, mama kandung saya menulis bahwa sebenarnya ia dipaksa untuk menggugurkan kandungannya oleh papa dan orang yang selama ini saya sebut sebagai mama. Ia menolak untuk menggugurkan saya. Obat-obatan itu tak pernah ditelannya, ia juga lari ketika dibawa ke sebuah tempat untuk menggugurkan saya. Ia bersikeras untuk membesarkan saya dan melahirkan saya. Ia pasti sangat mencintai saya,” lanjut perempuan itu.
“Jadi, siapa pak yang seharusnya duduk di bangku depan gereja atau di tempat acara? Siapa yang kepadanya saya akan memeluk dan mengucapkan terima kasih? Mama yang selama ini membesarkan saya pun sudah rela seandainya mama kandung saya yang duduk di bangku terdepan?” tanyanya.
Saya menghela nafas panjang sambil mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Anda punya dua mama;mama kandung dan mama yang membesarkan Anda. Dua-duanya mencintai Anda dengan caranya masing-masing. Sebaiknya, kalau saya boleh memberi saran, kepada keduanyalah rasa hormat dan terima kasih layak diberikan. Keduanya layak duduk di depan, bersama-sama.”
***
Beberapa bulan kemudian, melalui Facebook, saya menerima kiriman gambar pernikahan perempuan itu. Ada dua perempuan dewasa yang duduk di sampingnya. Mama kandungnya, dan mama yang membesarkannya. Perempuan-perempuan tangguh di tengah hidup yang seringkali tak menghamparkan pilihan lain.
***
Ada perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk melahirkan anak dari rahimnya. Ada perempuan yang tak mendapatkan kesempatan seperti itu. Perempuan yang mendapatkan kesempatan melahirkan anak dari rahimnya mempunyai waktu sembilan bulan lebih untuk mengolah rasa agar anak itu juga lahir dari hatinya. Apa sebutan bagi seorang perempuan yang melahirkan anak dari rahim dan hatinya? Mama!
Perempuan yang tak berkesempatan melahirkan anak dari rahimnya, tetap masih bisa melahirkan seorang anak dari hatinya. Apa sebutan bagi seorang perempuan yang tak berkesempatan melahirkan anak dari rahimnya, namun telah melahirkan anak dari hatinya? Mama!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI