Mohon tunggu...
Vie Marte
Vie Marte Mohon Tunggu... Guru - Hakikat hidup itu untuk memberi manfaat dan setidaknya menghasilkan karya walau sedikit.

Hakikat hidup itu untuk memberi manfaat dan setidaknya menghasilkan karya walau sedikit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bluebells untuk Si Kuper | Bag. Akhir

24 Mei 2019   17:46 Diperbarui: 24 Mei 2019   17:46 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : www.goodhousekeeping.com

Mata Vina kembali berkaca-kaca seperti terakhir kali kami saling bertatap muka. Aku ragu apakah alasanku ini akan benar-benar dipercayai olehnya. Sementara kami putuspun karna tidak saling percaya. Tapi aku akui Vina masih jauh lebih baik dariku, dia masih mau mendengarkan penjelasanku. Sementara aku dulu, tidak. Kami berdua salah waktu itu. Tak saling mencoba menguatkan diri satu sama lain. Lantas mudah pasrah dan  menyerahkan semuanya begitu saja. Tanpa sadar bahwa pada akhirnya bisa seberat ini untuk menjalani kehidupan dengan membawa misteri kenangan yang belum terselesaikan.

"Sebenarnya aku tak pernah benar-benar bisa melupakanmu. Aku sungguh menyesal dan merindukanmu. Semenjak pelepasan SMA aku terus memikirkanmu tanpa henti. Aku tahu ini terdengar bodoh dan seperti mengada-ada tapi ini yang terjadi." ,aku terus memelas padanya. Tapi yang kudapatkan hanya didiamkan. Dia membatu, membeku ,tiba-tiba dingin dan membuatku frustasi. Sementara jiwaku terus meronta berteriak meminta jawaban. 

"Ah... ayolah, Vin! Kita ini sudah dewasa. Masa kamu masih tak mau percaya pada ku?" ,nadaku sedikit tinggi, emosiku mulai naik. Antara kecewa padanya dan pada diriku sendiri atau juga pada sang waktu yang tak mau benar-benar berpihak padaku.

"Kamu pasti kenal Mira? Ya. Dia sekarang bekerja di perusahaanku tempat aku bekerja juga. Aku dengar darinya bahwa kau punya toko bunga ini. Jadi aku kesini mau menjelaskan semuanya padamu terlebih ingin memberimu bunga Bluebells ini. Bunga ini bukan hanya indah, tapi bunga ini melambangkan penyesalan. Ya. Penyesalanku padamu, penyesalan kenapa aku begitu bodoh melepaskanmu begitu saja. Dan sekarang mukah kau menerima  penyesalanku ini? Dan...." ,aku diam agak lama lalu dia mulai menatapku.

"Maukah kau menikah denganku? Aku tidak mau jika harus kehilanganmu untuk kedua kalinya." kataku gugup, lemah dan pasrah.

"Tapi jika kau tak mau, baiklah anggap saja tidak ada hari ini.", aku berdiri hendak berpaling menuju mobilku namun ada tangan dingin yang lembut memegang lenganku, mecegahku pergi. Aku terkejut dan menoleh ke arahnya. Ia tak berkata apapun hanya sesenggukkan lalu mengangguk padaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun