Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Alkitab | Merawat Moral dan Etik dalam Kehidupan

1 Agustus 2021   11:00 Diperbarui: 1 Agustus 2021   11:00 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati." (Pengkhotbah 7:7)

Berita-berita tentang pemerasan dan para penerima suap yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) teramat sering menghiasi layar televisi kita dalam beberapa waktu terakhir ini. 

Sedemikian seringnya berita itu ditayangkan, membuat masyarakat menjadi terbiasa dan kemudian menganggap hal itu sesuatu yang biasa, bahkan dianggap sah-sah saja sebagai bagian dari ciri manusia modern. 

Hal yang cukup memprihatinkan adalah mereka yang tertangkap itu, tatkala difoto atau ditayangkan televisi, tidak sedikit pun memperlihatkan rasa bersalah atau penyesalan di raut wajah mereka. Artinya, perbuatan itu sudah dianggap biasa, tidak lagi dilihat sebagai suatu penyimpangan atau tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Sesuatu yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan kita adalah tatkala kita tahu bahwa mereka yang melakukan perbuatan tersebut adalah warga Gereja. 

Sejauh ini, sepanjang catatan yang sempat terekam, kasus pemerasan dan/atau penyuapan tidak terdengar terjadi dalam lingkup Gereja. Namun, bahwa dalam dunia sekuler ada warga Gereja yang ikut terlibat dalam kasus sejenis itu, pernah kita dengar.

Kitab Pengkhotbah memberikan pernyataan yang amat tegas dan lugas seputar "pemerasan" dan "penyuapan". Kedua kata itu memiliki konotasi yang negatif dalam ungkapan Kitab Pengkhotbah. Orang berhikmat, orang yang memiliki wisdom, orang yang tergolong pandai adalah orang yang dapat dibodohi jika praktik pemerasan masih ada dan diberi toleransi. Sementara itu, praktik suap juga merusakkan hati. Hati yang tulus, jujur, dan bersih, dinodai dan tercederai oleh praktik ini.

Oleh karena itu, pemerasan dan penyuapan tidak boleh terjadi dalam ruang lingkup Gereja dan tidak layak dilakukan oleh warga Gereja. Praktik pemerasan dan suap hanya membodohi kemanusiaan dan merusak hati.

Gereja harus menjadi pionir dalam melawan praktik pemerasan dan penyuapan ini. Dengan cara itu, Gereja telah menampilkan kekristenan yang autentik, elegan, penuh kasih sehingga disukai banyak orang.

Kita semua harus terus berupaya untuk merawat moral dan etik demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik.
Selamat Merayakan Hari Minggu. God Bless Us.!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun