[caption id="attachment_335564" align="aligncenter" width="570" caption="Kuil Kiyomizu di kawasan perbukitan Kyoto, Jepang. Ilustrasi/ Kompasiana (Kompas/Frans Sarong)"][/caption]
Beberapa teman saya yang berlibur ke Jepang, hampir semuanya memasukkan kota KYOTO, sebagai tujuan wisata setelah kota Tokyo. Ya, jangankan wisatawan asing, yang katanya banyak jatuh hati pada keindahan kota ini, saya dan keluargapun termasuk yang tergila-gila dengan keelokan kota Kyoto, karena bukan saja kota yang masih terlihat asri keindahan alamnya, tapi juga kota yang terkenal begitu kental budayanya serta adat istiadatnya.
Ditambah, Kyoto juga bisa disebut kota yang unik dan mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki kota lain. Orang-orangnya pun sangat santun dan sopan, dengan dialek Kyoto atau yang disebut Kyotoben, yang sangat terkenal dengan tutur kata yang halus dan indah untuk didengar.
Kyoto, kota seribu kuil (dokpri)
Kota dengan sejuta pesona atau disebut juga dengan kota seribu kuil membuat kota ini tiap tahunnya banyak dikunjungi oleh turis asing dan lokal. Saya paling suka Kyoto, ketika musim gugur tiba, dimana ada daerah pegunungan yang bernama Arashiyama, saat aki (musim gugur) semua daun-daun dipohon yang ada di gunung Arashiyama itu berwarna kuning dan merah. Indah bangeet. Apalagi kalau lihatnya sambil duduk-duduk dipinggir sungai. Minggu kemarin ketika liburan Golden Week, kami (lagi-lagi) menyempatkan diri untuk mengunjungi kota Kyoto. Kali ini saya ngotot sama suami ingin melihat kota Kyoto di pagi hari, karena kalau sudah menuju siang apalagi sore dan malam hari, akan banyak bahkan puenuh sesek orang-orang yang sightseeing, hingga kadang agak sulit untuk bisa berjalan santai, terlalu banyak orang yang lalu lalang. Pusing.
Menikmati keindahan alam dipagi hari (dokpri)
Dan kesampean mimpi saya, kami tiba di kota Kyoto, pagi hari. Masih sepi, bahkan toko-toko dipinggir jalan tidak ada satupun yang buka. Baguslah. Jadi kami bisa pelan-pelan menikmati keindahan alam pegunungan Arashiyama ini dengan berjalan santai, sambil sesekali kami berhenti hanya untuk memberi remah-remah makanan kepada burung-burung dara yang ada di sepanjang pinggiran sungai Katsuragawa ini.
Berjalan santai menikmati kemegahan gunung Arashiyama, sampai pada akhirnya kita berada di ujung jalan.  Lalu kami mencoba mencari petunjuk arah  jalan kemana lagi yang kira-kira menarik untuk kita kunjungi dengan berjalan kaki. Dan kebetulan pada petunjuk jalan tertulis Take no Mori atau Bamboo Forest! Ya, kebetulan kami belum pernah ketempat wisata Hutan Bambu Sagano ini, baguslah klop! Anak-anak saya semakin kegirangan ketika kami mulai menyusuri jalan menuju Hutan Bambu, karena tertulis juga dipetunjuknya kalau kemungkinan didalamnya ada monyet yang tiba-tiba nongol hehe kok jadi inget di Sangeh ya :D