Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dukung Jokowi Bertindak Tegas, Pelaku Pembakar Hutan Belum Dihukum

11 Januari 2022   13:24 Diperbarui: 11 Januari 2022   13:39 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa (17/9/2019). ANTARA FOTO/Puspa/kompas.com

Tiga bulan lagi, hari Hutan Internasional 21 Maret, namun dunia fokus pada COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Namun bagi negara seperti Indonesia, rumah bagi kawasan hutan terluas di Asia, pandemi, ekonomi, dan hutan negara tampaknya tak terpisahkan.

Namun bagi negara seperti Indonesia, rumah bagi kawasan hutan terluas di Asia, pandemi, ekonomi, dan hutan negara tampaknya tak terpisahkan. Hutan tidak bisa dilepaskan dari mata pencaharian masyarakat Indonesia. Hutan telah lama mendukung kesejahteraan masyarakat dan, di atas semua itu, menjadi tulang punggung keindahan alam dan keanekaragaman hayati negara yang luas. Selama 12 bulan terakhir, ada beberapa perkembangan signifikan di sekitar hutan Indonesia.

Pertama, Indonesia mengukir sepotong sejarah dengan mencatat rekor laju deforestasi terendah. Deforestasi selama setahun terakhir telah turun hampir dua pertiga dari tahun sebelumnya, turun menjadi sekitar 115.000 hektar. Sebagai perbandingan, perkiraan deforestasi di Brasil untuk tahun yang sama sekitar 10 kali lipat dari angka tersebut. 

Kedua, Indonesia telah bekerja sama dengan negara-negara sekutu seperti Norwegia, Swiss, dan Inggris untuk memberlakukan undang-undang tata kelola hutan yang kuat, mencapai penegakan hukum yang lebih baik, dan menerapkan larangan pembukaan hutan yang diperkenalkan pada tahun 2019.

Ketiga, pelajaran dari musim kebakaran dari tahun-tahun sebelumnya dipraktikkan tahun lalu, dengan langkah-langkah pencegahan proaktif menghasilkan musim kebakaran dengan risiko rendah. 

Ini adalah inisiatif dari, dan didorong oleh, Presiden Joko Widodo, lulusan Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada 1985.  Skripsinya berjudul "Studi Tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis Pada Pemakaian Akhir di Kotamadya Surakarta".

Meskipun demikian, Presiden, dan Indonesia -harus menghadapi banyak kritikan. 

Sebanyak 3.403.000 hektar (ha) lahan terbakar antara tahun 2015 dan 2018 di Indonesia. Pada tahun 2015 saja lebih dari 2.600.000 ha lahan terbakar. Atas alasan ini, Greenpeace menyebutnya sebagai salah satu bencana lingkungan hidup berbesar pada abad ke-21, hingga kini.

Bank Dunia memperkirakan bahwa krisis karhutla tahun 2015 telah menghabiskan biaya 221 Triliun rupiah, yang merugikan sektor kehutanan, pertanian, pariwisata, dan industri lainnya Kabut asap menyebabkan penyakit pernapasan dan penyakit lainnya pada ratusan ribu orang di seluruh wilayah dan, menurut sebuah penelitian, kemungkinan menyebabkan lebih dari 100.000 kematian dini. Kabut asap karhutla diperkirakan sekitar 11,3 juta ton karbon per hari lepas ke atmosfer, lebih tinggi dari tingkat emisi seluruh Uni Eropa.

"99 persen kebakaran hutan itu adalah ulah manusia, baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja, karena kelalaian. Motif utamanya selalu satu, ekonomi, karena saya tahu pembersihan lahan lewat pembakaran itu adalah cara paling murah. Ini harus ditata ulang. Cari solusi agar korporasi dan masyarakat membuka lahannya tidak dengan cara membakar. Saya minta langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi. Terapkan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan dan lahan, baik sanksi administrasi, perdata maupun pidana," kata Presiden Jokowi, dalam Rakornas Pengendalian Karhutla di Istana Negara, Jakarta, Senin, 22 Februari 2021. 

Terlepas dari krisis kebakaran hutan di Indonesia, Menurut analisis pemetaan Greenpeace Indonesia, tidak ada sanksi perdata atau administratif yang serius yang diberikan kepada sepuluh perusahaan kelapa sawit dengan luas lahan terbakar terbesar dari tahun 2015 hingga 2018.  Pemerintah Indonesia belum mencabut satu pun izin sawit akibat kebakaran hutan.

Selama periode yang sama, sebagian besar sektor bubur kertas (pulp) juga lolos dari sanksi serius pemerintah meskipun kebakaran berulang kali terjadi di wilayah yang luas.  Tahun 2019, titik api telah tercatat di banyak konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp). 

Analisis Greenpeace Indonesia menggunakan data resmi pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 3,4 juta hektar lahan terbakar antara tahun 2015 dan 2018. Analisis pemetaan Greenpeace Indonesia data burn scar dari data resmi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan. Area yang terbakar mencapai 2.604.500 ha pada tahun 2015; 436.500 ha pada tahun 2016; 164.100 ha pada 2017; dan 528.000 ha pada 2018.  

Dari catatan Greenpeace, data ini kemudian dibandingkan dengan data konsesi terbaik yang tersedia--upaya telah dilakukan untuk memastikan bahwa data konsesi akurat, ada banyak sumber data konsesi yang berbeda dan kurangnya transparansi pemerintah dan perusahaan, terdapat kemungkinan ada beberapa ketidakakuratan. Angka burn scar telah dibulatkan ke atas atau ke bawah untuk memperhitungkan masalah ini--pada perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas serta sanksi administratif dan perdata terhadap perusahaan, yang disusun melalui permintaan sesuai hak atas keterbukaan informasi dan laporan resmi pemerintah.

Temuan-temuan dari analisis ini sangat bertolak belakang dengan klaim pemerintah soal penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku karhutla, "Upaya hukum sudah kita lakukan. Baik yang perorangan baik korporasi semuanya sudah ada tindakan tegas ke sana," ungkap Jokowi. Kabut asap dari karhutla tidak hanya berdampak pada jutaan orang Indonesia tetapi mengganggu negara-negara tetangga.

Temuan-temuan terkait perkebunan kelapa sawit periode tahun 2015-2018:

  • Tidak ada satu pun dari sepuluh konsesi kelapa sawit di Indonesia dengan total area terbakar terbesar yang diberikan sanksi perdata maupun sanksi administrasi yang serius. Tujuh dari perusahaan tersebut memiliki jumlah titik api yang tinggi di konsesi mereka. Sepuluh perusahaan kelapa sawit terdaftar di sini.
  • Pemerintah tidak mencabut satu pun izin dari perusahaan kebun sawit yang terkait karhutla.
  • Sejumlah konsesi perusahaan kelapa sawit terbakar berulang kali, namun tidak menerima sanksi perdata atau administrasi yang serius.

Temuan-temuan terkait perkebunan bubur kertas:

  • Area yang terbakar lebih luas dari wilayah Singapura dalam konsesi yang terkait dengan Sinar Mas/Asia Pulp & Paper (APP) antara 2015 dan 2018. Konsesi ini memiliki total area terbakar terbesar dari semua konsesi di seluruh Indonesia, namun hanya menerima sanksi perdata/sanksi administratif atas penanaman kembali di area yang sebelumnya terbakar.
  • Perusahaan di bawah grup Sinar Mas/APP yang areanya terbakar setiap tahunnya antara 2015-2018 tetapi tidak menerima sanksi perdata atau administrasi yang serius. Sejauh ini, ditemukan ada lebih dari 200 titik api di tahun ini.
  • Sebuah perusahaan yang berada di dalam grup  APRIL/RGE terdeteksi mengalami karhutla setiap tahun sejak tahun 2015. Perusahaan ini telah menerima sanksi administrasi yang serius namun hanya dua kali. Investigasi tindak pidana telah dilakukan terhadap sejumlah perusahaan, termasuk perusahaan ini, namun dihentikan (SP3) oleh kepolisian pada tahun 2016 karena kekurangan bukti. Menurut catatan setidaknya hampir 500 titik api terlihat pada tahun ini.

Investigasi Greenpeace Indonesia awal tahun 2019, menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan yang telah dibawa ke pengadilan oleh pemerintah terkait karhutla dan pembalakan liar melunasi kompensasi. Jumlah total uang yang terhutang sekitar 18,9 triliun rupiah.

Presiden Joko Widodo mencabut ribuan izin hak penguasaan lahan negara mencakup 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba), kemudian 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektar serta izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektar. Alasan pencabutan izin pertambangan minerba karena tidak menyampaikan rencana kerja, sementara izin sektor kehutanan dicabut karena tidak aktif, tidak ada rencana kerja, dan ditelantarkan.


Greenpeace dalam penelitian Stop Baku Tipu menemukan indikasi kuat bahwa banyak izin-izin yang terbit telah melanggar aturan diduga melibatkan pengaruh elit politik dalam proses perizinan dan telah berdampak pada hilangnya hutan alam serta menimbulkan konflik masyarakat adat. Momentum pencabutan izin ini seharusnya dimanfaatkan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam untuk lingkungan hidup yang berkelanjutan serta memutus rantai bisnis yang melibatkan kepentingan oligarki.

Pencabutan izin ini seharusnya tidak dihubungkan dengan pengelolaan melalui Bank Tanah, selain dinilai melanggar amar putusan Mahkamah Konstitusi, Perpres Bank Tanah tidak memberi kepastian terhadap distribusi. 

Baca: Laporkan Gibran-Kaesang, Upaya Ubedilah Badrun di Tengah Ketidakpercayaan Publik terhadap KPK

Tidak diragukan lagi tahun 2022 akan menjadi tahun yang sangat penting dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim. Apalagi, Presiden Joe Biden telah mengundang 17 anggota forum ekonomi utama, termasuk Indonesia, ke pertemuan puncak virtual pada 22-23 April tahun lalu, untuk mendesak ambisi yang jauh lebih besar ketika negara-negara kritis ini mempersiapkan komitmen pengurangan emisi yang akan mereka umumkan di Konferensi Para Pihak (COP26 ) pertemuan di Glasgow pada akhir 2021.  

Terkepung dan kewalahan oleh pandemi Covid-19 yang telah menyebabkan krisis kesehatan masyarakat dan ekonomi, pemerintah dan bisnis perkebunan tampak santai atau tidak menyadari berada di puncak kebakaran hutan dan lahan gambut tahunan selama musim kemarau. Padahal siklus lima tahunan El Nino tidak jatuh pada tahun 2020 setelah El Nino 2019, yang menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menghancurkan 1,65 juta hektar hutan, dan keadaan darurat cuaca pada 2015 yang merobohkan 2,61 juta hektar. ha, ekspansi pertanian yang ceroboh dan sembrono masih bisa memicu gelombang baru kebakaran hutan dan kabut asap tebal.

Bencana tersebut tidak akan terpikirkan jika krisis kesehatan dan ekonomi saat ini dan gelombang baru kebakaran hutan menyatu menjadi tiga krisis selama musim kemarau ini untuk menimbulkan bencana lain dari menghirup asap dan kelebihan beban rumah sakit untuk pasien dengan masalah pernapasan, emisi karbon yang sangat besar dan kerusakan pada sumber daya alam. 

Tahun lalu Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah menandatangani perintah lima halaman untuk moratorium permanen penerbitan izin baru untuk usaha di hutan primer dan lahan gambut seluas 66 juta ha akan ompong tanpa penegakan hukum yang kuat.

Di atas kertas, moratorium permanen akan tetap berlaku hingga tata kelola hutan dan lahan gambut yang lebih baik tercapai, artinya tidak ada izin baru yang akan dikeluarkan khususnya untuk perluasan perkebunan kayu pulp dan kelapa sawit. Namun kenyataan di lapangan di Sumatera dan Kalimantan bisa menjadi 'business as usual' tanpa pengawasan yang kuat oleh otoritas pemerintah pusat dan daerah. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat kerjasama dengan perusahaan besar yang mengelola jutaan ha perkebunan kayu pulp dan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan untuk menegakkan tindakan pencegahan terhadap kebakaran hutan selama musim kemarau Mei-Oktober.

Pemerintah daerah bekerjasama dengan LSM hijau harus agresif mengawasi perusahaan perkebunan besar, terutama yang berada di lahan gambut rawan kebakaran di Riau dan Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur dan Barat, untuk memastikan sistem manajemen kebakaran terpadu mereka selalu siap dan waspada untuk mencegah kebakaran. kebakaran hutan. 

Namun, perusahaan perkebunan tidak bisa begitu saja mendirikan tembok di sekitar konsesi mereka dengan membeli peralatan dan melatih personel pemadam kebakaran dan tim tanggap cepat mereka sendiri. Secara historis, kebakaran hutan pada musim kemarau biasanya disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor: "Tebas bakar" untuk pertanian subsisten, pembukaan lahan untuk perkebunan, kebakaran gambut bawah tanah dan kebakaran yang tidak disengaja terkait dengan kebiasaan sehari-hari.

Oleh karena itu, sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran harus sejak awal mencakup pendidikan dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar areal konsesi. Mengawasi peringatan kebakaran dan deforestasi selama musim kemarau saat ini akan menjadi indikator yang baik dari efektivitas kebijakan dan pengelolaan hutan yang baik. 

Karena komoditas perkebunan telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang paling sedikit terkena dampak pandemi dan oleh protokol kesehatan yang ketat dan pembatasan sosial yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus, perusahaan dan petani cenderung menggunakan mentalitas 'bisnis seperti biasa' dalam memperluas perkebunan mereka.

Dan di Hari Hutan Internasional tahun ini, Indonesia patut berbangga dengan pencapaian: Kami adalah negara hutan pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun