Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Suap Kepala Daerah, Zaman Kuno Membumikan Korupsi

10 Januari 2022   11:13 Diperbarui: 10 Januari 2022   11:16 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua DPD Golkar Kota Bekasi Ade Puspitasari, putri Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi yang ditangkap dalam OTT KPK, Rabu (5/1) (kompas.com)

Joel Hurstfield, sejawarawan yang dikenal mendalami seluk beluk pemerintahan dan masyarakat Inggris abad ke-16 dan ke-17, menemukan keanehan tentang konsep korupsi ketika ia meneliti Robert Cecil tahun 1563-1612, seorang politisi, menteri, dan diplomat dalam pemerintahan Ratu Elizabeth I, ratu Inggris dari 1568 hingga 1603. 

Ia mengingatkan bahaya cara berpikir anakronistis dalam studi korupsi, kesesatan menggunakan pengertian korupsi dewasa ini 'seolah-olah paham itu telah berlaku di zaman kuno', padahal kata korupsi tidak punya kekuatan arti dan malah membingungkan sampai abad ke-19. 

Awal abad ke-20, ketika dalam menegosiasikan kontrak pemerintah dengan suatu perusahaan, seorang pejabat negara menerima hadiah dari perusahaan itu, ia akan dijerat pidana. Akan tetapi, itu persis berkebalikan dengan situasi abad ke-16, seorang pengusaha atau industrialis yang menemui pejabat negara tanpa membawa hadiah sama dengan buang-buang waktu. 

Dalam kajian antologi historiografi korupsi dan anti-korupsi dari zaman kuno hingga modern diajukan peringatan semacam:

Agar kita dapat memahami perkembangan arti sejak masa silam, korupsi seharusnya diteliti dengan cara pandang abad ke-21. Semakin jauh ke masa silam, semakin kita perlu siap memahami arti korupsi dalam kegagapan.

John T. Noonan Jr., seorang pakar hukum dan sejarah evolusi konsep suap, menemukan konsep korupsi menempuh perjalanan panjang dan tidak linear. Dengan mendayagunakan konsep suap sebagai indikator bagi pengertian korupsi, ia mendapati bahwa 'suap memang konsep hukum' tetapi ternyata definisi hukum tidak banyak membantu. Suap punya hidup dan sejarahnya sebagai konsep moral, tertanam dalam tradisi moral suatu masyarakat, tidak punya makna yang selalu sama, dan juga terus mengalami transformasi. 

Entah di masyarakat kuno Mesopotamia, Mesir, Yahudi atau Yunani, norma yang berlaku adalah bahwa resiprositas merupakan aturan hidup bersama. Rantai memberi dan menerima hadiah merupakan tata bahasa resiprositas. Pola ini ditemukan di semua masyarakat kuno, dari Amerika Utara, Melanesia, Oceania, Australia sampai masyarakat Romawi dan Jerman. 

Dikisahkan, misalnya, peristiwa sekitar 1500 SM yang menyangkut Kushshiharbe wali kota Nuzi, Mesopotamia dan Peskilisu pembantunya. Kasusnya terkait seorang warga bernama Hinzurima, yang sedang berpekara dengan seorang yang bernama Katiru. Di pengadilan, Hinzurima menyatakan bagaimana ia telah memberi hadiah berupa satu domba, semangkuk perunggu, dua almari, dan enam keping perak murni kepada Peskilisu agar wali kota Kushshiharbe membantu perkaranya. Peskilisu malah memukuli Hinzurima dan tidak melakukan apa-apa pada perkara itu. Baik Peskilisu maupun wali kota Kushshiharbe tidak memberi balik setelah menerima hadiah, lalu mereka dinyatakan bersalah, dalam karya Jhon T. Noonan Jr., Bribes: The Intellectual History of a Moral Idea, Berkeley: University of California Press, halaman 5.

Tentu, sejarah tidak pernah berderap linear. Penyempitan arti korupsi akan selalu ditantang dan dipertanyakan lagi. Pengertian korupsi yang lebih luas selalu berdesak-desakan menuntut untuk tetap diakomodasi dalam kalkulus pemikiran dan pembentukan tatanan masyarakat.

Apa yang jelas terlihat, arti korupsi erat melekat pada pertarungan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi sosial, dan kultural yang terlibat di dalamnya. Dan dengan itu juga pertarungan paham moral. 

Baru-baru ini, viral di media sosial, sosok Ade Puspitasari, putri dari Wali Kota non-aktif Bekasi Rahmat Effendi angkat bicara soal penangkapan ayahnya.

Ade mengklaim bahwa saat ayahnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak ada transaksi suap yang sedang berlangsung dan ayahnya tidak membawa uang sepeser pun. 

Pernyataan yang dilontarkan Ade tersebut viral setelah akun Instagram @infobekasi.coo mengunggah video yang menayangkan pernyataan dari Ade. 


"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksi semua. Bagaimana Pak Wali dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," ungkap Ade, Sabtu (8/1/2022). 

Ade juga menjelaskan bahwa bukti yang saat ini dipegang KPK merupakan hasil dari pengembangan kasus, bukan uang yang dibawa saat OTT di rumah dinas Wali Kota Bekasi, Rabu (5/1/2021). 

"Bahwa Pak Wali bersama KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang yang ada di iuaran dari pihak ketiga, dari kepala dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT," ujar Ade. 

Ade menganggap bahwa OTT tersebut adalah upaya pembunuhan karakter terhadap ayahnya dan juga Partai Golkar yang menaungi Rahmat Effendi. "Memang ini pembunuhan karakter, memang ini kuning (Golkar) sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar ini. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan oranye, matilah warna yang lain," tambah Ade yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Golkar Bekasi.

Diketahui, Ayah Ade Puspita, adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/1/2022).  "Informasi yang kami peroleh, tangkap tangan ini terkait dugaan korupsi penerimaan janji atau hadiah pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (6/1).

Baca: Modus Korupsi Kepala Daerah Bekasi yang Tak Kunjung Usai

Motif ini mengingatkan bahwa standar anti-suap juga bukannya tidak berkembang. masih dalam karya Jhon T. Noonan Jr., Bribes: The Intellectual History of a Moral Idea, Berkeley: University of California Press, halaman 6 dan 9, diceritakan kejadian di Mesir sekita tahun 2000SM. Seorang petani bernama Khun-Anup mendatangi Rensi, pembantu utama Firaun, untuk mengadukan ternaknya yang dicuri. Atas perintah Firaun yang coba membuktikan kebenaran laporan petani itu, Rensi memukuli Khun-Anup yang terus meratap "Yang Mulia, mohon tegakkan demi Tuhan Keadilan, satu-satunya pegangan keadilan". Setelah kesembilan kali, Firaun memerintahkan Rensi memenangkan Khun-Anup , dan "itulah bagi sang hakim arti standar (keadilan) yang tidak didasarkan pada resiprositas, Hammurabi, perintis hukum yang paling masyhur di zaman kuno, sudah menetapkan hukuman bagi hakim yang mengubah putusan--ia harus didenda, dicopot, dan dilarang bertugas sebagai hakim di masa depan. Sebab, tidak ada alasan mengapa seorang hakim mengubah putusannya kecuali ia telah disuap. Tema tentang hakim yang dapat membuat putusan tidak adil karena suap sudah dikenal luas pada era 1700SM.

Terakhir, sebagaimana mustahil untuk tidak menjilat madu atau racun yang ada di ujung lidah, begitu pula tidak mungkin bagi pegawai pemerintah untuk tidak 'makan' sekurangnya sedikit dari kas sang raja. Sebagaimana ikan di air tidak mungkin diketahui apakah ia minum atau tidak minum, demikian juga sulit dikenali ketika para pegawai yang bekerja di pemerintahan menggelapkan uang negara bagi keuntungan mereka sendiri. Bahkan masih mungkin kita tahu rute terbang burung-burung di langit tetapi begitu sulitlah kita memasukkan gerak-gerik  para pegawai yang bekerja dengan maksud tersembunyi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun