Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Prinsip Ali vs Risiko Columbus: Haruskah Kita Berani Memilih Jalan Lain ke Roma?

15 Oktober 2025   22:45 Diperbarui: 15 Oktober 2025   22:45 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prinsip Ali vs Risiko Columbus: Haruskah Kita Berani Memilih Jalan Lain ke Roma? | Ilustrasi: Gemini

Mengambil risiko besar, tetapi dengan fondasi prinsip yang kuat. Mereka membuktikan bahwa risiko dan prinsip tidak harus saling menghancurkan. Apakah kita berani mengambil pilihan ini?

1. Risiko Berprinsip, Nelson Mandela memilih risiko hukuman penjara 27 tahun demi prinsip kesetaraan anti-Apartheid. Ia mengambil risiko fisik (seperti Columbus) namun didorong oleh prinsip moral yang teguh (seperti Ali). Beliau menunjukkan bahwa risiko terbesar harus diambil untuk prinsip tertinggi.

2. Prinsip Berisiko, Bill Gates mengambil risiko besar mendirikan Microsoft, tetapi setelah sukses, ia mengambil risiko reputasi dengan mengalihkan fokus dari bisnis ke filantropi (risiko kehilangan power bisnis) demi prinsip kemanusiaan. Ia membuktikan bahwa ambisi harus diakhiri dengan tanggung jawab.

Manifestasi Prinsip Ali dan Risiko Columbus di Era Disrupsi

Di era yang serba cepat dan didorong oleh teknologi, semangat Risiko Columbus bermanifestasi sebagai budaya bergerak cepat dan menghancurkan, (move fast and break things).

Para pendiri startup dan perusahaan raksasa digital sering didorong untuk mengambil risiko pertumbuhan yang ekstrem, seperti mengejar valuasi yang tidak realistis (disebut bubble) atau meluncurkan produk yang belum matang, demi mendominasi pasar.

Keberanian ini memang menghasilkan inovasi revolusioner, persis seperti Columbus yang berani berlayar ke kegelapan samudra Atlantik tanpa jaminan apa pun.

Namun, ambisi ini sering mengabaikan dampak jangka panjang, seperti burn-out karyawan, monopoli data, atau konsekuensi etika dari algoritma, semuanya demi penemuan pasar baru.

Prinsip Ali hadir dalam bentuk tuntutan akan integritas. Ini terlihat dari fenomena whistleblower karyawan yang berani menentang kebijakan internal perusahaan raksasa teknologi, meski harus mempertaruhkan karier dan reputasi, persis seperti Ali yang menanggalkan gelar juaranya demi keyakinan.

Prinsip ini menegaskan bahwa kecepatan inovasi tidak boleh mengorbankan keamanan data atau nilai-nilai kemanusiaan dasar. Prinsip Ali mengajarkan bahwa kadang, tindakan paling heroik adalah menolak ambisi yang merusak.

Mengukur Integritas: Dilema Prinsip vs. Risiko di Ranah Persaingan Saat Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun