Belajar dari Kata yang Tak Sebanding dengan Perbuatan
Menertawakan kejatuhan orang lain, siapa pun adanya, tentu bukanlah sebuah perbuatan yang baik. Namun belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan orang lain, itu adalah pelajaran amat berharga bagi kita. Dengan begitu, kita tidak perlu mengulang kesalahan yang sama, sehingga harus membayar "uang sekolah" yang teramat mahal.
Tulisan ini bukanlah lahir karena latah ikut-ikutan mencela "sang motivator" yang belakangan ini banyak diberitakan.
Beda Zaman, Beda Nuansa, Tapi Kesalahan Sama
Setahu saya, sudah ada sedikitnya sembilan motivator bertaraf nasional maupun internasional yang akhirnya tumbang. Tentu tidak etis bila saya menuliskan nama nama mereka, sebab sebagian besar pembaca sudah mengetahuinya tanpa perlu saya ulang.
- Yang menarik adalah: meski berasal dari zaman yang berbeda, dengan nuansa dan gaya yang berlainan, kesalahan mereka ternyata sama. Yaitu "tidak mampu menyamakan kata dengan perbuatan."
Mereka sangat piawai memberi motivasi kepada ribuan, bahkan jutaan orang. Kata kata mereka seperti bara yang membakar semangat, seolah "saudara kembar" dengan ayat-ayat suci. Namun sayangnya, mereka justru gagal memotivasi dirinya sendiri.
Akibatnya bisa kita saksikan bersama. Pada masa keemasan, kata kata mereka dipajang di kantor-kantor megah, di ruang-ruang publik, hingga menjadi kalimat penggerak bagi banyak orang. Tetapi begitu tersandung skandal atau terbongkar kelemahan, kata kata bijak itu justru menjadi ironi yang menyakitkan.
Sebuah Cermin untuk Kita Semua
Fenomena ini sesungguhnya menjadi cermin bagi kita semua. Bahwa hidup bukan sekadar pandai berkata-kata, tetapi lebih pada kesanggupan untuk menjalani apa yang kita katakan. Kata-kata bisa memukau, tetapi teladan jauh lebih menggetarkan hati.
"Kata-kata bisa memukau, tetapi teladanlah yang benar-benar menggerakkan hati."