Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Kinerja dan Etika Sama Buruk, Apa yang Tersisa dari Profesionalisme Kepemimpinan Kluivert?

13 Oktober 2025   20:57 Diperbarui: 13 Oktober 2025   21:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen paling destruktif bagi sebuah etika kepemimpinan adalah saat tim dipastikan gagal. Kluivert dan stafnya menolak untuk menghampiri suporter di stadion, meninggalkan momen pertanggungjawaban emosional tersebut jadi beban para pemain.

Tindakan ini disorot publik sebagai pengabaian dan ketiadaan rasa hormat (respect) terhadap dukungan dan perhormatan publik sebagai representasi sebuah bangsa.

Saat Kinerja dan Etika Sama Buruk

Sebuah profesionalisme kepemimpinan adalah sebuah paket mutlak yang menuntut kinerja (kompetensi) dan etika (karakter/moral) berjalan beriringan. 

Saat kinerja kepemimpinan menunjukkan kemunduran dan hasil buruk, dan pada saat yang sama, etika-nya runtuh karena pengabaian dan sikap yang buruk, maka yang tersisa hanyalah kekosongan, tidak ada nilai yang didapat.

Dalam situasi kegagalan ganda ini, tidak ada satu pun elemen yang dapat dipertahankan atau diapresiasi. Kredibilitas figur kepemimpinan pun hilang tak bersisa.

Tanggungjawab Moral Institusi

Kegagalan ini harus dilihat sebagai cermin bagi fihak yang merekrut kepemimpinan seperti ini, bagaiman ini bisa terjadi, apakah tidak ada refrensi yang memadai saat ini diputuskan, ataukah ada faktor eksternal lain yang memaksa agar figur kepemimpinan ini masuk.

Sebuah institusi sering terjebak pada profesionalisme transaksional, hanya fokus pada apa yang tertulis di kontrak (gaji dan target klausul tertentu) dan reputasi.

Padahal, yang dibutuhkan adalah profesionalisme transformasional, di mana figur kepemimpinan harus memiliki karakter dan integritas yang kuat agar mampu membangun ikatan moral. Karakter ini terwujud dalam attitude yang bertanggung jawab, rendah hati, dan berempati.

Penunjukan figur kepemimpinan dengan rekam jejak etika yang meragukan bisa dikatakan sebagai sebuah keputusan destruktif fatal. Bukan hanya karena memilih fihur yang gagal secara teknis, tetapi karena memilih pemimpin yang gagal secara moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun