Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melacak Jejak Warisan Kolonial: Eksploitasi dan Konservasi dalam Tantangan Sumber Daya Alam Indonesia

12 Agustus 2025   12:02 Diperbarui: 13 Agustus 2025   18:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah alam Indonesia yang menjadi warisan berharga, tantangan besar kita untuk menjaganya. | Foto: KOMPAS/SUCIPTO

Peningkatan perburuan ini menunjukkan bahwa orientasi terhadap keuntungan ekonomi dan hiburan jauh lebih mendominasi dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang terbatas seperti pada masyarakat tradisional.

4. Kebijakan Konservasi Hindia Belanda

Upaya konservasi di masa kolonial Hindia Belanda dilakukan secara komprehensif, dimulai dari konservasi kehutanan yang dipelopori oleh Gubernur Jenderal Daendels dan Raffles.

Mereka membentuk Jawatan Kehutanan dan mempertegas status hutan sebagai aset negara melalui berbagai peraturan, seperti Boschordonantie, yang terus direvisi dan diterapkan di seluruh wilayah.

Selain kehutanan, pemerintah juga melakukan konservasi cagar alam, dipimpin oleh tokoh seperti Dr. Treub dan Dr. Koorders, yang berpuncak pada penetapan 55 kawasan melalui Undang-Undang Cagar Alam 1916.

Perlindungan satwa liar juga diatur melalui serangkaian undang-undang yang dimulai sejak 1910 untuk mengendalikan perburuan.

Dalam periode ini, pihak swasta juga memiliki peran ganda; mereka diberikan hak kelola hutan namun juga berinisiatif dalam konservasi, seperti pembentukan Yayasan Perlindungan Hewan pada tahun 1896 oleh G.A. Scherer.

Masa Jepang

Selama masa pendudukan Jepang (1942--1945), pengelolaan hutan di Indonesia ditempatkan di bawah lembaga industri bernama Zangyobuu. Kebijakan ini merupakan bentuk nyata dari politik eksploitasi kekayaan alam untuk kepentingan militer Jepang.

Dalam pelaksanaannya, pembagian kawasan hutan yang telah dibuat sebelumnya oleh Belanda diabaikan. Eksploitasi ini diperparah dengan penerapan sistem kerja paksa atau Romusha, di mana masyarakat dipaksa bekerja tanpa upah dan dilarang untuk menikmati hasil hutan.

Seiring meningkatnya kebutuhan kayu untuk Perang Asia Timur Raya, pengelolaan hutan juga melibatkan lembaga lain seperti Zoosen Kyou Ku (Departemen Perkapalan) dan Gonzyuseizanbu (Departemen Produksi Kebutuhan Perang), yang menunjukkan bahwa hutan sepenuhnya difungsikan sebagai alat pendukung logistik militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun