Hal ini terlihat dari adanya izin pembukaan lahan yang terus dikeluarkan, padahal hal tersebut bertentangan dengan kebijakan pembatasan deforestasi dan konservasi yang sudah ada.
Kerusakan lingkungan di Indonesia telah berlangsung lama, bahkan sejak masa sebelum kemerdekaan, salah satunya karena sistem pertanian tradisional ladang berpindah. Namun, eksploitasi dan deforestasi meningkat drastis pada pertengahan abad ke-19 di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Jawa.
Eksploitasi besar-besaran ini terjadi pada hutan kayu jati Nganjuk untuk pembuatan kapal, serta pembukaan lahan di lereng gunung untuk perkebunan kopi yang sering kali gagal dan merusak vegetasi, seperti di lereng Gunung Sewu.
Puncaknya, pada masa cultuurstelsel atau tanam paksa, hutan-hutan semakin banyak dibuka untuk pertanian ekspor dan penebangan jati demi Batig Slot (Saldo Untung).
Selain itu, perburuan satwa seperti harimau Jawa dan komersialisasi bulu cendrawasih juga menjadi permasalahan serius yang disoroti oleh aktivis lingkungan pada era 1920-an.
Alam dan Kearifan Masyarakat Tradisional Indonesia
Pada masyarakat tradisional Indonesia, eksploitasi alam memiliki dua sisi, hutan umumnya terjaga karena pemanfaatan yang terbatas untuk kebutuhan hidup, namun ada juga praktik merusak seperti ladang berpindah dan tradisi Rampokan Macan.
Meski demikian, eksploitasi ini tidak didorong oleh kepentingan komersial, sebuah fakta yang baru disadari oleh pemerintah kolonial. Di sisi lain, konservasi alam secara efektif dilakukan melalui kombinasi konsep sakral dan pengetahuan praktis.
Konsep sakral mencakup kearifan lokal seperti menyakralkan hutan karena dipercaya sebagai asal-usul leluhur, serta pandangan sosio-religius yang menganggap alam dan hewan sebagai sesuatu yang suci.
Aspek ini diperkuat oleh pengetahuan lokal yang bersifat praktis, seperti teknik pertanian Sabuk Gunung, sistem penanggalan Wongso, dan sistem irigasi Subak di Bali.
Perpaduan antara kepercayaan dan pengetahuan praktis inilah yang menjadi kunci utama dalam menjaga kelestarian sumber daya alam secara efektif, bahkan tanpa instruksi dari penguasa.