Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Sang Waktu

26 November 2018   22:33 Diperbarui: 28 November 2018   20:09 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Aku percaya, apapun yang sudah terjadi, dan apa yang akan terjadi di dalam kehidupan ini, sudah pasti itu semua atas kehendaknya. Bahkan sehelai daun yang gugur, lalu jatuh keatas muka bumi ini pun sudah pasti atas izinnya. Tuhan Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.." Katanya setengah bergumam, selanjutnya dia berkata.

" Sekarang tutup kedua matamu." Dia menyuruh aku menutup kedua mataku, masih sedikit bingung, kuturuti ucapannya, perlahan kututup kedua mataku.

" Apa yang engkau lihat? " Kudengar suaranya, bertanya dari kegelapan.

" Gelap.." Jawabku jujur.

" Sekarang, di dalam kegelapan, coba engkau lihat dirimu." Masih terdengar suaranya menyuruhku.

***

Sayub-sayub, telingaku masih mendengar suara sahabat tuaku itu meminta agar aku membaca tulisan di dalam lembaran kain yang masih kugenggam ini, namun, saat ini. Suaranya itu terdengar begitu pelan, dan terasa jauh sekali.

Penasaran dengan tiupan angin yang saat ini sepertinya tengah menerpa tubuhku, perlahan, kubuka kedua mataku. Ternyata, saat ini aku sedang berdiri diatas puncak salah satu bekas reruntuhan gedung Istana Merdeka yang dulunya menghadap ke Taman Monumen Nasional yang terletak di Jalan Medan Merdeka utara  yang saat ini telah terendam oleh air laut.

Diujung sana, mataku menatap Lidah api yang melambangkan semangat juang yang menyala-nyala.  Di kejauhan, mataku melihat Monumen peringatan setinggi 132 meter yang didirikan untuk mengenang perlawanan, dan perjuangan rakyat Indonesia itu.  Saat ini, yang terlihat, hanyalah, "Api Nan Tak Kunjung Padam" di puncaknya saja. Sedangkan di bagian bawahnya, kulihat sudah terendam oleh air laut yang juga telah merendam kota Jakarta dan seisinya.

Sekali lagi, kutatap Monumen yang mulai di bangun pada tanggal 17 Agustus 1961 yang lalu itu. Menurut sejarah, Monumen itu di bangun atas perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975 oleh presiden Soeharto.

Sejauh mata memandang, selain puncak monumen dari sisa-sisa kejayaan bekas Negara Kesatuan Republik Indonesia itu. Saat ini, yang kulihat hanyalah hamparan air laut yang terlihat berwarna biru dan sesekali berombak di depanku.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun