Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Sang Waktu

26 November 2018   22:33 Diperbarui: 28 November 2018   20:09 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kutatap ibu tua berkerudung putih yang duduk disebelahku, sambil tersenyum simpul, kulihat dia mendekatkan cangkir kopi susu kehadapanku. Lalu berpaling, menatap kearah pas photo di pojok warung, matanya menerawang jauh, seolah kembali ingat masa lalunya

Sruupp...

Ku teguk perlahan kopi susu yang di suguhkannya barusan. Ku tatap pas photo yang di lihat ibu tua ini barusan, kulihat photo seorang anak kecil, sedang di pangku oleh seorang wanita muda.

Jujur saja aku belum pernah menjumpai wanita secantik itu sebelumnya, kuperhatikan wanita di dalam photo itu, ternyata dia begitu mirip sekali dengan ibu tua disampingku ini. Mataku beralih ke arah cermin besar disebelah pas photo itu. Di dalam cermin besar itu. Aku hanya melihat bayangan lelaki tua di depanku ini, kulihat, dia sedang duduk menghadap ke arah secangkir kopi di depan seorang wanita tua yang masih menyimpan sisa- sisa kecantikan masa mudanya itu.

" Apa yang engkau tunggu? " Tanya ibu tua berkerudung putih disampingku ini. Sepertinya dia mampu membaca semua keraguanku saat ini.

Ku tatap seraut wajah keibuan disampingku ini. Entah kenapa, begitu selesai menatap wajah itu, aku seperti mendapatkan ketenangan  dan kekuatan baru.  

" Apa yang bisa kubantu? " Lelaki tua yang tadi kulihat sedang asik membaca puisi sambil menggoyang-goyangkan kepalanya sendiri itu, tiba-tiba bertanya kembali.

**

 " Itu Siapa? " Tanyaku, sambil menunjuk kearah pria berpakaian serba hitam yang kulihat tengah duduk bersila seperti orang yang sedang melakukan semedi itu.

" Dialah Sang Peramal yang ingin bertemu dengan abang. " Katanya lagi. Wajahnya kulihat sedikit tegang, ketika menyebut julukan pria berpakaian serba hitam di tengah ruangan itu.

Kutatap wajah dingin pria berkumis tebal yang mengenakan blangkon, dan setelan baju berwarna hitam didepanku itu. Sambil tersenyum pada wanita cantik yang memiliki wajah sedikit pucat tanpa riasan makeup disampingku ini, aku kembali bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun