Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wanita di Penghujung Malam

20 Juni 2018   16:31 Diperbarui: 11 Desember 2018   18:38 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Tiga

Sebelumnya <<

*

MELIHAT aku senyum-senyum sendiri setelah mendengar penjelasannya barusan, pipi wanita berkulit hitam manis ini memerah, mungkin dia lagi berfikir kalau aku sedang berfikir jorok tentangnya. Merasa tidak enak dengan rona wajah dan tatapan matanya barusan, aku cepat-cepat meminta maaf, sebelum dia terlanjur salah sangka dengan senyumanku barusan.

Maaf kak, aku tidak bermaksud seperti itu. Kataku lagi, kucoba jawab pertanyaannya yang masih menggantung di dalam fikirannya saat ini. ”Enggak apa-apa, kakak bisa memahami itu. Dan kakak mengajak abang ngobrol berdua malam ini, karena kami sudah siap dengan semua hal terburuknya.” Katanya lagi sambil tersenyum menatapku. Maksud kakak? Tanyaku kurang paham dengan kata-katanya barusan.

“Kami sudah capek berobat kesana kemari, dan kakak hampir gila. Setiap malam jum’at kliwon almarhum suami kakak itu selalu datang, ia menyetubuhi kakak tanpa bisa kakak menolaknya sekalipun, dan menurut beberapa dukun yang kami jumpai, Almarhum suami kakak itu masih belum mau melepaskan, dan meninggalkan kakak sampai saat ini, makanya menurut mereka sampai saat ini kami belum memiliki keturunan.” Katanya lagi. Sambil menatap langit-langit ruang makan yang juga berwarna biru laut. Matanya kulihat berkaca-kaca, seperti berusaha untuk menahan tangisnya. Kulihat, sepertinya dia merasa begitu tertekan dengan semua keadaan yang di alaminya itu. Jujur saja, aku sedikit trenyuh mendengar semua ceritanya barusan.

“Bahkan saat ini tekat kakak sudah bulat. Kakak bersedia, jika memang abang hendak menyetubuhi kakak sebagai syarat pengobatan.” Katanya lagi sambil menunduk. Aku kaget mendengar ucapannya barusan, Ku tatap wajahnya yang memerah itu. Ada rasa jengah, pasrah tapi tak rela, dan saat ini dia seolah merasa bahwa pria yang sedang duduk didepannya, pasti sedang berfikir bahwa dia adalah wanita gampangan yang bisa di ajak tidur oleh lelaki manapun. Suaranya terdengar begitu pelan.

Kenapa kakak berfikir aku bisa mengobati kakak? Aku bukan dukun! Tanyaku, setengah protes, walau jujur saja darahku sempat berdesir mendengar kata-katanya barusan. Otak kiriku langsung bekerja, ingat dengan mimpi dan kejadian di kamar mandi tadi, membayangkan semua itu, aku hampir lupa diri. Mana ada lelaki normal menolak di ajak begituan sama wanita yang memiliki senyuman yang menggoda ini.

Tapi satu sisi hatiku yang lainnya protes, dan mengatakan sampai saat ini masih belum ada niat, bahkan berfikirpun belum, untuk ”meniduri” istri orang. Entah nanti kalau otak kanan dan otak kiriku  sedikit khilaf. Karena memang urusan daging yang setumpuk itu terkadang sering membuat orang lupa diri, bahkan menurut beberapa buku yang pernah kubaca, sesama anak manusia saling membunuh antara satu dengan yang lainnya juga karena urusan ini. Mulai dari zaman Nabi yang pertama, hingga saat ini. kebanyakan pemicu awal keributan adalah karena masalah yang satu ini.

“Sebelum abang datang kemari, kakak telah berobat dan bertanya pada orang tua atau orang pintar yang mengatakan bahwa siluman cuma bisa di lawan dengan siluman juga, dan dia terus terang mengakui bahwa dia tidak bisa mengobati penyakit kakak yang dikarenakan oleh perbuatan siluman itu.

Tapi katanya, suatu saat nanti akan ada siluman yang akan datang menemui kami di sini, dan jika Siluman itu bersedia menolong kami, mudah-mudahan dia bisa mengusir siluman jelmaan mendiang suami kakak itu, kata orang pintar yang kakak temui itu, hanya siluman yang datang pas di hari pernikahan kami itu yang bisa menjebol pagar ghaib yang di pasang oleh mendiang suami kakak tersebut. Pagar ghaib yang membuat kakak susah di buahi, dan sulit mendapatkan keturunan dari lelaki manapun.” Katanya lagi, sambil menatap lurus kedua mataku, tatapan dan nada bicaranya begitu serius, sepertinya tidak main-main!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun