Pendahuluan
Dalam perkembangan zaman yang semakin maju, dunia kerja menjadi semakin kompleks dan kompetitif. Kebutuhan akan tenaga kerja profesional mendorong perusahaan untuk menciptakan sistem pengelolaan karyawan yang efektif, salah satunya melalui sistem remunerasi yang adil dan etis. Remunerasi tidak hanya dipandang sebagai bentuk imbalan bagi karyawan, tetapi juga sebagai alat strategis untuk mempertahankan dan memotivasi mereka.
Namun, ketimpangan dalam sistem gaji masih banyak ditemukan. Karyawan dengan posisi strategis mendapatkan kompensasi yang tinggi, sedangkan posisi rendah mendapat kompensasi yang bahkan tidak mencukupi kebutuhan hidup. Contohnya adalah kasus di perusahaan Apple, di mana karyawan perempuan menerima gaji lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk posisi yang sama. Ini melanggar undang-undang Kesetaraan Bayaran California dan prinsip keadilan dalam dunia kerja.
Di Indonesia, kasus serupa terjadi di Grobogan, Jawa Tengah. Ribuan karyawan perusahaan padat karya tidak menerima upah lembur. Pemerintah daerah melalui dinas ketenagakerjaan langsung melakukan mediasi dan pengawasan.
Dalam Islam, setiap bentuk kerja yang sah harus diberikan imbalan yang layak. Rasulullah SAW bersabda:
"Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)
Makanya, penting membahas bagaimana sistem remunerasi dalam perspektif Islam seharusnya dibangun, agar etis, adil, dan sesuai syariah.
Konsep Remunerasi dalam Perspektif Islam
Remunerasi adalah kompensasi atau imbalan yang diberikan kepada individu, terutama karyawan dan eksekutif, atas pekerjaan yang dilakukan (Uddin & Haque, 2023). Dalam Islam, remunerasi tidak hanya berupa kompensasi finansial, tetapi juga merupakan hak pekerja yang harus dijaga dan diberikan secara adil serta transparan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa saja yang mempekerjakan seorang pekerja, hendaklah memaklumkan upahnya." (HR. al-Baihaqi, Abu Hanifah)