Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Melintas Banyumas, Melihat Jalur Maut Krumput

29 Agustus 2013   07:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:40 5774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara Mitos dan Mistis, itulah dua hal yang selama ini lekat dengan Jalan Raya Krumput, Banyumas, Jawa Tengah. Ketika H+2 lebaran kemarin bus Karya Sari menabrak mobil dan motor hingga kemudian masuk ke jurang dan menewaskan 15 orang pemudik di tempat ini, nama Jalan Raya Krumput kembali mengemuka. Selama berhari-hari kecelakaan tersebut menjadi berita utama yang mengisi halaman surat kabar maupun televisi. Seperti apa sebenarnya Jalan Raya Krumput itu?.

Jalan Raya Krumput, Banyumas, Jawa Tengah.

Jalan Raya Krumput berada di Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Jalur ini menjadi akses utama lalu lintas dari Yogyakarta atau Jakarta yang melewati jalur selatan untuk mencapai Purwokerto dan sejumlah daerah lain di Jawa Tengah bagian barat dan utara. Jalan ini menembus perbukitan yang merupakan perkebunan karet miliki PTPN. Dengan medan berkelok-kelok, separuh Jalan Raya Krumput adalah tanjakan dan separuh lainnya adalah jalan yang menurun. Beberapa kendaraan kerap gagal naik atau macet di tanjakan Krumput.

13777363361695869947
13777363361695869947

Salah satu tikungan di Jalur Krumput yang membelah bukit

Meski berupa aspal yang halus namun Jalan Raya Krumput tidak terlalu lebar bahkan menyempit di beberapa ruas. Sementara minimnya penerangan pada malam hari membuatnya semakin beresiko untuk dilalui terutama bagi mereka yang baru pertama kali atau tidak terbiasa melalui jalur ini.

Sudah banyak catatan kecelakaan yang  terjadi di Krumput. Salah satu yang terakhir adalah kecelakaan maut yang terjadi 10 Agustus 2013 lalu. Rem blong yang dialami Bus Karya Sari menabrak sejumlah kendaraan lain hingga akhirnya jatuh ke jurang dan menelan 15 korban jiwa. Peristiwa tersebut kembali “mengangkat” nama Krumput sebagai jalur maut.

Namun pada perkembangannya kecelakaan tersebut menjadi berita nasional bukan hanya karena catatan jumlah korban jiwa. Mitos mengenai sejarah yang pernah terjadi di jalur Krumput juga sedikit banyak kembali mencuat meski sudah lama  menjadi perbincangan diam-diam masyarakat Banyumas.

Jika anda melewati jalur ini jangan terkejut menjumpai puluhan orang mulai dari yang sudah renta, remaja, orang tua hingga anak-anak berdiri dan duduk persis di pinggir jalan. Tak jarang juga dijumpai bayi-bayi dalam gendongan orang tua yang bersila di batu-batu sambil memegang payung. Apa yang mereka lakukan di sana?.

1377736469642716936
1377736469642716936

Seorang pemungut koin duduk menunggu pelintas yang melemparkan koin.

13777365862103889699
13777365862103889699

1377736627618198151
1377736627618198151
Para pemungut koin termasuk orang tua dan anak-anak berjalan mencari koin yang baru saja dilemparkan oleh pelintas di Jalan Raya Krumput.

Selama puluhan tahun Krumput dikenal karena pemandangan tersebut. Puluhan orang itu adalah pemungut uang di jalan Krumput. Lalu dari mana uang-uang itu?.

Pengendara yang melalui Krumput umumnya sudah mengerti jika mereka diharapkan melempar koin atau uang saat melintasi jalur ini. Alasannya beragam, ada yang memberi dengan niat sedekah, namun “kepercayaan” yang melekat selama ini mengenai kebiasaan lempar koin tersebut berkaitan dengan sejarah dan mitos yang berkembang di jalur Krumput. Mitos yang lekat dengan cerita mistis.

Masyarakat setempat meyakini jika dahulu jalur Krumput merupakan tempat terbunuhnya ribuan tentara Jepang. Ditambah dengan berbagai penuturan orang tua dahulu akhirnya masyarakat  termasuk pelintas jalan kerap meninggalkan sesaji demi keselamatan mereka. Pada perkembangannya kebiasaan memberikan sesaji berganti dengan memberikan koin uang dengan cara dilempar ke jalan.

Ada semacam kepercayaan jika bunyi gemerincing dari koin yang dilempar ke jalan akan mengalihkan perhatian para “penunggu” Krumput sehingga mereka tidak jadi mengganggu para pelintas jalan. Mitos dan cerita setempat memang menganggap jalur Krumput memiliki banyak penunggu. Salah satu tempat yang dikenal angker berada di titik yang ditumbuhi sebuah pohon besar. Di titik itulah bus Karya Sari jatuh ke jurang yang persis berada di bawah pohon tersebut.

Namun ada  juga pelintas  yang melempar koin hanya karena ikut-ikutan tanpa mengetahui mitos yang berkembang. Sebagian lainnya berada di tengah-tengah yakni melempar koin sebagai bentuk “kulonuwun” atau permisi.

Kebiasaan lempar koin yang dilakukan para pelintas akhirnya mendorong masyarakat di sekitar jalur Krumput untuk memungut uang-uang tersebut. Mereka menunggu di tepi jalan dan dengan cepat akan mengambil uang yang dilemparkan ke jalan. Pemandangan ini sesungguhnya menakutkan karena selain duduk dan berdiri sangat dekat jalan raya, mereka juga tak segan berlari ke badan jalan untuk mengambil koin yang dilemparkan. Alasan sopir bus Karya Sari yang blong membanting setir ke arah jurang juga agar tidak menabrak para pemungut koin di seberang jalan yang berdinding bukit.

1377736757553370509
1377736757553370509

Di titik yang ditandai cat putih inilah Bus Karya Sari menabrak dan menyeret mobil dan motor sebelum akhirnya jatuh ke jurang dan menewaskan 15 orang pada H+2 Lebaran 2013. Jurang tempat terjatuhnya bus tepat berada di bawah pohon besar yang terletak di pinggir jalan tanpa pembatas.

Selama bertahun-tahun hingga kini pemungut koin di jalur Krumput tidak berkurang bahkan dijumpai selama 24 jam. Beberapa kali melintasi jalur ini malam hari, saya memandang miris dari balik kaca jendela. Anak-anak dan orang tua duduk di pinggir jalan sambil membawa obor. Adanya obor-obor tersebut memang sedikit bisa menjadi pemandu dan penerang jalan karena pada malam hari jalur Krumput minim penerangan. Namun sukar membayangkan apa yang mereka rasakan saat duduk di tengah gelap malam di tengah perbukitan yang gulita dan dingin hanya untuk memungut koin yang belum tentu mereka dapatkan. Ternyata mereka melakukannya bukan hanya karena keinginan memungut koin melainkan meneruskan kebiasaan “menjaga” jalan seperti yang telah dilakukan orang-orang tua mereka. Mitos memang selalu sukar untuk ditinggalkan. Kepercayaan dan sejarah jalur Krumput seakan dibentuk bersama-sama dengan para pemungut koin tersebut. Sampai kapan?. Entahlah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun