Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Varian Corona Berkumpul di Indonesia, Menyebar Cepat karena "Kepercayaan"

18 Juni 2021   08:59 Diperbarui: 18 Juni 2021   18:02 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi virus Corona | dok. Shutterstock via kompas.com

Hingga detik ini masih banyak orang yang tidak percaya adanya Corona. Sementara sebagian lainnya sangat percaya bahwa kesalehan ritual di tempat ibadah akan memberi perlindungan terhadap bahaya apapun, termasuk ancaman Corona.

Pemahaman tersebut tak bisa dilepaskan dari keyakinan bahwa agama harus lebih dipercaya dibanding sains. Maka ramailah kembali tempat ibadah, ramailah pengajian, dan ramailah acara-acara silaturahmi tanpa orang merasa perlu menggunakan masker. Bahkan, salat sambil menggunakan masker dianggap sesat.

Mengulang kesalahan. Indonesia sedang tidak baik-baik saja | sumber: covid19.go.id.
Mengulang kesalahan. Indonesia sedang tidak baik-baik saja | sumber: covid19.go.id.
Bagi banyak orang hidup mati tidak ditentukan oleh uji swab dan PCR, tapi oleh kehendak Tuhan. Akan tetapi mereka lupa bahwa virus Corona sebenarnya juga makhluk Tuhan yang keberadaannya tak lepas dari kehendak-Nya.

Ketidakpercayaan bahwa Corona itu ada justru membuat virus ini semakin eksis. Sementara semakin banyak orang yang percaya bahwa Corona tidak berbahaya membuat Corona semakin leluasa merenggut nyawa manusia.

Kepercayaan yang ketiga ialah kepercayaan terkait relasi sosial. Banyak orang percaya bahwa saudara, kawan dekat, dan rekan kantor tidak akan menularkan virus Corona. 

Maka di tempat kerja, di acara kelurga, dan di tempat-tempat nongkrong, orang tidak merasa terancam ketika membuka masker. Mereka merasa sangat "mengenal" serta "percaya" bahwa kerabat dan teman-temannya adalah orang-orang yang sehat.

Gambarannya jelas terlihat dari kecenderungan orang yang patuh menggunakan masker dan menjaga jarak saat berangkat dari rumah, tapi saat tiba di kantor atau di tempat tujuan, mereka segera melepas masker dan merasa aman dengan orang-orang yang telah dikenalnya. Akibatnya muncul banyak klaster keluarga dan klaster perkantoran.

Pandemi Covid-19 sebenarnya mengajari kita bahwa "terlalu percaya" pada orang terdekat justru bisa berdampak buruk. Sedangkan "tidak mudah yakin" dengan keberadaan orang lain ternyata tidak selalu buruk. Sebab dengan demikian kita bisa lebih waspada dan bisa menjaga satu sama lain.

Kepercayaan yang keempat ialah rasa percaya diri berlebihan yang diperlihatkan oleh para pemimpin di tingkat pusat dan daerah.

Kepercayaan diri yang berlebihan itu tampak pada banyak hal. Ambil contoh dalam mengizinkan acara hajatan. Banyak kepala daerah percaya diri menetapkan "boleh menggelar hajatan, asalkan mematuhi protokol kesehatan".

Padahal sangat jarang hajatan yang digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Kenyataannya sulit menjumpai acara hajatan di kampung-kampung di mana para tamunya diukur suhunya terlebih dahulu dan harus menjaga jarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun