Mengingat sumber daya penanganan pandemi, termasuk intervensi vaksinasi yang masih lebih terkonsentrasi di Jawa, maka kegentingan yang lebih tinggi sangat mungkin terjadi juga di luar Jawa jika upaya pencegahan tak bisa mengimbangi laju penyebaran virus.
Dengan kata lain, sekarang Indonesia sebenarnya telah memasuki fase kritis dengan kegentingan yang nyata. Virus corona telah menyebar dan berada semakin dekat dengan kita. Ancamannya bukan lagi sebatas di transportasi umum, tempat kerja, atau pasar, tapi virus Corona mungkin sudah tidur satu ranjang dengan kita.
Faktor "Kepercayaan"
Varian baru virus SarsCov-2 memang bisa memicu situasi yang lebih berbahaya, tapi penyebab utama tingginya kasus positif Covid-19 di Indonesia sebenarnya bukan pada varian-varian Corona tersebut.Â
Ada atau tidak ada varian Corona, pandemi Covid-19 di Indonesia tetap sulit terkendali. Inilah yang terjadi selama 1,5 tahun belakangan. Kurva pandemi di Indonesia belum pernah benar-benar melandai. Meski angka yang dilaporkan sempat menurun, tapi laju penyebaran virus di tengah masyarakat ternyata lebih cepat.
Faktor terbesar yang membuat virus Corona menyebar lebih cepat ialah "Kepercayaan". Faktor ini juga membuat tingkat keganasan virus bertambah.
Kepercayaan yang pertama ialah masih mudahnya masyarakat Indonesia percaya pada hoaks. Pada awal pandemi, kabar bohong didominasi dengan narasi bahwa "Covid-19 merupakan konspirasi", "Corona adalah kebohongan", "Virus SarsCov-2 adalah permainan elit global", dan seterusnya.
Ironisnya, setelah lebih dari 1 tahun pandemi, kita masih menghadapi hoaks-hoaks yang sama. Kebenaran ilmiah seolah tak mempan memadamkan kepercayaan masyarakat terhadap hoaks. Bahkan, rentetan hoaks semakin bertambah.Â
Sekarang banyak orang mempercayai pula bahwa "vaksin merupakan komoditi ekonomi untuk mengeruk keuntungan", "vaksin memicu kematian", "vaksin berisi chip pengendali otak", dan sebagainya.
Disadari atau atau tidak, selagi kita sibuk dengan hoaks-hoaks, virus Corona menyebar semakin cepat dan kita terlambat mengejarnya.
Kepercayaan kedua ialah kepercayaan terkait pemahaman agama. Banyak orang lebih percaya bahwa keselamatan ditentukan di dalam rumah ibadah dan oleh doa-doa secara berjamaah. Bukan oleh protokol menggunakan masker, menjaga jarak atau menghindari kerumunan.