Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Puan Maharani Penuh "Kartu Mati", Sulit Dipilih Megawati

26 Mei 2021   08:25 Diperbarui: 26 Mei 2021   08:35 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani | dok. youtube kompastv.

Jagat politik nasional sedang diramaikan "adu banteng" di kandang PDIP. Faksi Puan Maharani yang didukung ketua PDIP Jawa Tengah baru-baru ini melancarkan serangan terbuka kepada Ganjar Pranowo.

Kubu Puan menganggap Ganjar terlalu berambisi menuju gelanggang pilpres 2024. Ganjar dipandang "offside" dan "caper" di media sosial.

Ketidaksenangan kelompok Puan ditunjukkan salah satunya dengan tidak mengundang Ganjar dalam pertemuan kader PDIP Jawa Tengah beberapa hari lalu. Ganjar sedang dilemahkan di daerahnya sendiri.

Bukan Drama

Ada yang menyebut kisruh Puan dan Ganjar hanya sandiwara PDIP untuk mendongkrak popularitas keduanya. Akan tetapi sebagai pewaris trah Soekarno yang dialiri darah pemimpin, Puan Maharani memang pantas untuk merasa tidak nyaman dengan potensi Ganjar Pranowo. Sebab Gubernur Jawa Tengah ini selalu menempati lapisan atas dalam berbagai survey calon presiden. Sejauh ini Ganjar merupakan kader PDIP yang paling menjanjikan untuk dipilih masyarakat jika maju dalam Pilpres 2024.

Di sisi lain selama bertahun-tahun Puan telah serius mengisi curriculum vitae pribadinya dengan jabatan politik secara terencana layaknya tangga karir. Mulai dari partai politik, menteri, lalu Ketua DPR. Mustahil dengan rekam jejak seperti demikian Puan tak punya ambisi untuk menyempurnakan capaiannya.

Oleh karena itu, serangan kubu Puan terhadap Ganjar bukanlah sandiwara atau serangan yang kepagian. Ini semacam pembukaan adu kekuatan dan gengsi para banteng.

Meski demikian kisruh antara kubu Puan dengan Ganjar diyakini akan mampu diredam oleh PDIP. Setidaknya PDIP punya pengalaman dan kemampuan yang baik dalam mengelola konflik internal. Banyak contoh bisa diambil. Misalnya polemik tentang majunya Gibran dalam Pilkada Solo. Semula banyak tokoh PDIP termasuk FX Hadi Rudyatmo menolak mentah-mentah pencalonan Gibran. Namun, setelah restu dari Megawati diberikan para tokoh dan kader PDIP kembali dalam barisan memenangkan Gibran.

Pencalonan Ganjar Pranowo pada periode pertama di Jawa Tengah juga diwarnai kisruh. Saat itu banyak kader PDIP Jawa Tengah menginginkan Rustriningsih sebagai calon gubernur. Namun, ambisi Rustriningsih terhalang restu Megawati. Gelombang kekecewaan pendukung Rustriningsih tak menghalangi kemenangan Ganjar pada saat itu.

Bisa diprediksi kemelut antara Puan Maharani dengan Ganjar Pranowo pada akhirnya tidak akan sampai membakar PDIP. Kemelut ini akan padam juga setelah Megawati menetapkan restunya.

Kartu Mati Puan

Kalau demikian sudah pasti Megawati akan memilih putrinya sendiri?

Belum tentu. Megawati bagaimanapun juga memiliki insting yang tajam dalam menyeleksi "petugas partai" terbaik. Pilihannya pun sering mengejutkan kader partainya sendiri.

Setidaknya Megawati bukan tipe ketua umum partai yang narsis. Berbeda dengan SBY yang sangat terobsesi untuk memoles dan memasarkan anak-anaknya, Megawati lebih realistis. Sikapnya yang masih bersedia menerima mandat sebagai pemimpin partai dan belum memberikan lampu hijau kepada Puan untuk mengambil alih PDIP merupakan indikasi bahwa Megawati sebenarnya belum yakin dengan sang putri. Puan dianggap belum sepenuhnya cakap untuk mengemban amanat sebagai pemimpin.

Menganalisis sosok Puan Maharani di kancah politik nasional, bisa diperkirakan bagaimana Megawati menilai kelayakan dan potensi putrinya untuk menjadi calon presiden. Alih-alih menemukan banyak kelebihan dan kartu sakti, Puan Maharani justru dilingkupi banyak kartu mati.

Beberapa aspek kurang menguntungkan berikut ini membuat Puan Maharani tidak terlalu menjanjikan untuk dijadikan jagoan PDIP pada 2024.

Bukan Media Darling

Demokrasi di Indonesia selain ajang pesta rakyat juga ajang olah media. Peran media dalam mendandani popularitas dan elektabilitas seorang tokoh lewat sihir "media darling" terbukti mampu memunculkan sejumlah pemimpin pada tingkat nasional maupun daerah selama beberapa tahun terakhir.

Memang menjadi "media darling" belum menjamin 100%. Namun, sekali menjadi "media darling", langkah berikutnya menjadi lebih mudah.

Sayangnya Puan Maharani tidak dilimpahi berkah "media darling". Seberapa sering Puan jadi topik berita media? Seberapa intens namanya didengungkan dalam berbagai peristiwa politik penting? Bagaimana  posisi Puan dalam peristiwa-peristiwa tersebut?

Dalam hal ini Puan bahkan kalah dibanding Gibran dan Erick Tohir. Tertinggal jauh oleh Ganjar, Anies Baswedan, Risma, dan yang lainnya.

Kedudukan Puan sebagai Ketua DPR sebenarnya sangat strategis dan mendukung kehadirannya di ruang publik serta media. Akan tetapi di tengah buruknya citra dan kinerja DPR, tak banyak sumbangan positif yang bisa mengatrol citra Puan. Satu hal yang paling diingat dan terus diingat masyarakat tentang Puan justru perilakunya saat mematikan microphone DPR. Tentu ini tidak membanggakan untuk ditulis di selebaran kampanye.

Butuh kerja yang sangat keras untuk memoles Puan Maharani. Untuk menjadi "media darling" perlu "belanja media" yang tidak sedikit ongkosnya. Itupun belum tentu maksimal.

Politik Identitas dan "Pemimpin Perempuan"

Kontes 2024 diprediksi masih akan mementaskan politik identitas dengan konten agama sebagai salah satu senjata utama. Ada kemungkinan intensitasnya lebih kencang dari 2014 dan 2019.

Salah satu indikasi kuatnya ialah wacana pembentukan aliansi yang digagas oleh beberapa parpol Islam belum lama ini. Di sisi lain kelompok-kelompok lama yang berpengalaman menggoreng SARA dan politik identitas juga masih eksis.

Puan akan menjadi sasaran empuk. Status kepemimpinan seorang perempuan dalam Islam akan digoreng kembali. Demikian pula seputar penggunaan jilbab. Akan banyak kampanye negatif yang ditujukan kepada Puan dan ia tampaknya tidak setangguh Jokowi dalam menahan gempuran isu terkait agama, komunis, dan sebagainya.

Terlalu Ningrat

Di kalangan akar rumput PDIP, bukan rahasia lagi jika Puan dianggap terlalu tinggi untuk dijangkau. Puan terlalu ningrat karena lebih sering menempatkan dirinya di menara gading.

Meski ia pernah memimpin Badan Pemenangan Pemilu PDIP, tapi interaksinya dengan kader partai dinilai tak terlalu dekat. Lagipula pada dasarnya tanpa Puan mesin partai ini sudah lincah karena peran para tokoh di daerah. Maka kritiknya soal pemimpin yang aktif di media sosial dan jarang hadir di lapangan sebenarnya seperti belati yang mengarah ke dirinya sendiri.

Sementara itu popularitas dan elektabilitas Puan yang rendah menunjukkan bahwa Puan tidak terlalu diidamkan oleh banyak kader dan pemilih partainya sendiri.

Limpahan Suara Jokowi

Pertarungan Pilpres 2024 diyakini akan memperebutkan limpahan suara dari pemilih Jokowi dan Prabowo pada 2014 dan 2019. Khusus bagi PDIP, pemilih Jokowi sangat diharapkan mengalir sepenuhnya pada calon presiden yang diusung oleh partai ini. Dengan asumsi Jokowi tidak mungkin lagi mencalonkan diri untuk ketiga kalinya.

PDIP pasti akan memperhatikan dinamika dukungan politik para pemilih Jokowi. Survey Litbang Kompas yang dirilis pada Mei 2021 penting untuk dicermati oleh Megawati dan PDIP. Menurut survey tersebut, para pemilih Jokowi baik dari PDIP maupun luar PDIP mulai melirik tokoh lain sebagai calon presiden.

Dari sejumlah tokoh alternatif, Ganjar Pranowo mendapatkan limpahan suara terbesar dari pemilih dan pendukung Jokowi. Ganjar menjadi pilihan utama para pendukung Jokowi. Menurut Litbang Kompas ada 11% suara pemilih Jokowi yang saat ini telah mengalir ke Ganjar. Jumlahnya bisa terus bertambah seiring waktu. Di sisi lain tak ada nama Puan dalam daftar 10 tokoh yang dilirik oleh pendukung Jokowi.

Oleh karena itu, mengorbankan begitu saja Ganjar Pranowo, apalagi demi memenuhi ambisi Puan Maharani, sama artinya PDIP melepaskan banyak suara. Keputusan untuk mengajukan Puan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada 2024 berpotensi membuat PDIP kehilangan banyak pemilih dan tidak akan mendapatkan apa-apa.

Ganjar mungkin sulit menjadi capres PDIP pada 2024. Namun, Megawati pun lebih tidak percaya diri memilih Puan yang punya banyak kartu mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun