Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat "Local Lockdown" di Sejumlah Kampung di Sleman dan Konsekuensi yang Wajib Diperhatikan

30 Maret 2020   08:37 Diperbarui: 30 Maret 2020   10:34 6508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haruskah "lockdown" diterapkan di Indonesia? Seperti apa prosedur dan penerapannya yang paling tepat? Bagaimana memastikan bahwa lockdown akan membuahkan lebih banyak harapan daripada kerugian?

Upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai lockdown tidak akan mudah. Bahkan, mungkin akan membawa kita pada lebih banyak tanda tanya.

Misalnya, bagaimana menjelaskan "local lockdown"? Mengapa "lockdown lokal" di daerah A berbeda dengan daerah B. Lalu di daerah C hanya untuk membatasi akses masuk atau akses keluar. 

Perlukah "lockdown" yang berbeda-beda di setiap wilayah mengingat terdapat beberapa hal yang tidak seragam?

Kerumitan lockdown bukan saja karena tidak dikenal dalam undang-undang kita, tapi lebih karena belum tersedia pengalaman nyata secara kolektif pada masyarakat kita yang benar-benar sesuai mengenai lockdown. 

Sedangkan lockdown dan tidak lockdown didukung oleh nalar yang boleh jadi benar kedua-keduanya.

Di sisi lain karantina wilayah yang paling dekat padanannya dengan lockdown, tampaknya tidak sesederhana definisinya. Kita tahu bahwa tekanan yang berhasil mengubah suatu obyek, belum tentu ampuh mempengaruhi obyek lain.

Pemblokiran jalan masuk ke Kocoran-Barek melalui gang Kinanti (dok. pri).
Pemblokiran jalan masuk ke Kocoran-Barek melalui gang Kinanti (dok. pri).

Selagi pro dan kontra lockdown terus bergulir sekaligus berkejaran dengan waktu dan penyebaran Covid-19 yang terus meluas, komunitas-komunitas masyarakat mulai dari tingkat dusun, kampung, hingga pemerintah kota di sejumlah daerah mulai mengambil inisiatif mandiri.

Di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa kampung terlihat telah membatasi akses masuk dan keluar, baik untuk warganya maupun masyarakat umum. Minggu pagi, 29 Maret 2020, ketika berjalan kaki sejauh 1 km menyusuri Jalan Kaliurang yang lengang, saya menjumpai setidaknya dua lokasi "lockdown" lokal.

Lockdown lokal tersebut dilakukan dengan cara serupa, yakni mengunci atau memblokir jalan masuk/gang dengan portal, kayu,  serta spanduk berisi informasi larangan melintas. 

Salah satu yang paling mencolok dijumpai di kampung Kocoran-Barek, gang Kinanti. Tempat ini berjarak sekitar 500 meter dari gedung rektorat Universitas Gadjah Mada dan merupakan salah satu akses menuju asrama UGM. 

Kampung yang menjadi lokasi sejumlah tempat makan, rumah kos, dan hunian warga ini menutup pintu masuknya dari Jalan Kaliurang dengan menggunakan bangku kayu serta bentangan kain putih bertuliskan "Barek-Kocoran Lockdown".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun