PENERAPAN FILOSOFI "3W" (WENE, WEN, WAM)
JADI SEMANGAT BARU PEMBANGUNAN KAMPUNG APNAE KOSILI, DISTRIK SILOKARNO DOGA
Apnae Kosili, Okt 2025
__________________
PENGANTAR
_Redaktur_Hf_
Di tengah lanskap pembangunan yang sering kali digerakkan oleh kekuatan eksternal dan logika teknokratik, Kampung Apnae Kosili di Papua Pegunungan menawarkan sebuah narasi tandingan. Mereka tidak membangun dengan alat berat, tetapi dengan kesepakatan batin. Mereka tidak menunggu instruksi, tetapi memulai dari musyawarah. Di sinilah filosofi _"3W"_ ---Wene (Perencanaan), Wen (Pelaksanaan), Wam (Hasil)---menjadi bukan sekadar metode, melainkan cara hidup.
Filosofi ini lahir dari akar budaya masyarakat Pegunungan Tengah Papua, khususnya Suku Hubula, yang memandang kebun bukan hanya sebagai sumber pangan, tetapi sebagai ruang spiritual, sosial, dan politik. Dalam konteks ini, pembangunan bukanlah proyek, melainkan proses pemaknaan.
*Dari Logos ke Telos*
Secara filosofis, Wene mencerminkan _logos_ ---akal dan perencanaan yang lahir dari dialog kolektif. Ia bukan sekadar menyusun program, tetapi merumuskan arah hidup bersama. Wen adalah _praxis_ ---kerja nyata yang dilakukan dengan tubuh dan hati. Ia bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi ritual sosial yang menyatukan warga. Wam adalah _telos_ ---tujuan yang bukan hanya hasil panen, tetapi tumbuhnya kesadaran kolektif, rasa memiliki, dan semangat gotong royong.
Dengan demikian, filosofi 3W adalah epistemologi lokal: cara masyarakat memahami, mengorganisasi, dan mengarahkan hidupnya secara mandiri.
Dari sudut antropologi budaya, filosofi ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal menjadi fondasi pembangunan. Nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan hubungan spiritual dengan tanah menjadi pusat dari proses pembangunan.
Sosiologi pembangunan melihat 3W sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat. Pembangunan tidak datang dari atas, tetapi dari bawah. Masyarakat menjadi subjek, bukan objek. Mereka merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sendiri.