Mohon tunggu...
Wara Katumba
Wara Katumba Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Penguasaan Debat 13 Januari, Agus-Sylvi 15%, Ahok-Djarot 60%, Anies-Sandi 25%

13 Januari 2017   08:15 Diperbarui: 14 Januari 2017   17:57 27965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang debat Calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 13 januari 2017, malam nanti, maka persentase hasil debat diprediksi sebagai berikut :

Agus-Sylvi

Kesempatan debat yang diselenggarakan beberapa TV swasta beberapa waktu lalu tidak dimanfaatkan sebagai ajang pemanasan dan bahan koreksi dalam rangka persiapan menjelang debat resmi yang diselenggarakan KPU sehingga pengalaman debat Agus-Sylvi terbilang tidak ada sama sekali alias nol.

Pengalaman debat adalah modal terpenting untuk menghadapi debat-debat berikutnya sehingga kemampuan dapat terukur baik kelebihan maupun kekurangannya, ini yang tidak didapat oleh Agus-Sylvi sehingga untuk menghadapi debat perdana diyakini akan mendapat kendala berupa kikuk, grogi, lupa dan bingung.

Program yang ditonjolkan selama kampanye adalah representasi dari visi dan misi yang akan dituangkan dalam debat nanti sehingga calon lain dapat memprediksi dan mudah mengcounter bahkan memojokkan Agus-Sylvi.

Program yang ditonjolkan Agus-Sylvi selama kampanye seperti bantuan 1 miliar per RW per tahun yang dianggap money politik oleh Bawaslu DKI Jakarta diganti dengan bahasa yang berbeda “bantuan modal usaha” yang sifatnya sama dengan bantuan 1 miliar per RW tersebut tidak menunjukkan hal-hal yang baru atau program-program baru yang bisa menyaingi program Ahok-Djarot yang sudah berjalan akan menjadi titik lemah Agus-Sylvi dalam debat nanti.


Program yang ditawarkan akan berimplikasi terciptanya pengangguran, bermalas-malasan, dan premanisme yang hanya mengandalkan bantuan yang ditawarkan seperti yang pernah ditulis dalam artikel “Program 1 Miliar Agus-Sylvi Menciptakan Pengangguran dan Pemalas”

Program bantuan Agus-Sylvi yang sifatnya tunai dan tidak jelas diperuntukkan ke komunitas mana bisa diterapkan calon-calon lain bahkan nilainya bisa diatas 1 miliar, tentu program tersebut adalah program yang tidak mendidik, tidak bertanggung jawab dan mudah dijadikan lahan korupsi.

Program yang berkaitan agama saja dikorupsi apalagi program yang bersifat social, seperti yang terjadi kasus korupsi tempat pemakaman umum dan terupdate kasus korupsi pembangunan masjid Al Fauz di kompleks kantor Walikota Jakarta Pusat yang menelan biaya fantastis Rp 27 miliar plus tambahan 5,6 miliar dan diduga melibatkan sylvi sebagai Walikota pada masa itu, serta beberapa kasus korupsi lain yang mencapai sekitar lima kasus yang belum tersentuh hukum. (Sumber1sumber2)

Program bantuan ala Agus-Sylvi bisa juga menjadi alat politik seperti yang terjadi program BLT milik ayahanda SBY semasa menjabat Presiden dengan memanfaatkan penyaluran di waktu momen politik tertentu dan nilainya tidak seberapa namun banyak memakan korban meninggal dunia.

Program lain yang menonjol adalah “lompat apung” melompat dari panggung ke kerumunan manusia dan “kota apung” program yang tidak jelas bagaikan fatamorgana yang penuh dengan ilusi kemudian diralat bahwa program tersebut diluar dari visi dan misinya.

sumber: liputan6.com
sumber: liputan6.com
Mungkin ini salah satu contoh program lompat Apung

sumber: banjarkab.go.id
sumber: banjarkab.go.id
Tidak perlu mencontoh kota apung diluar negeri, dalam negeri ada juga kota apung seperti foto diatas.

Kemudian, senjata andalan yang selalu digunakan adalah kata “penggusuran” sebagai tameng bahwa dia kelak ga akan melakukannya. Dan terakhir pernyataan Agus soal program KJP, KJS  dan PPSU mau dilanjutkan lagi jika terpilih, berarti secara tidak langsung program tersebut diakui dan sukses diterapkan Ahok-Djarot. (Sumber)

Jika demikian, bukankah lebih baik program (KJP, KJS  dan PPSU) diteruskan lagi oleh sang empunya (Ahok-Djarot) yang lebih mengerti?

Jadi, Agus-Sylvi merupakan pasangan yang boleh dikatakan miskin program baru yang ingin ditawarkan ke warga DKI Jakarta, akhirnya bahasa programnya yang penuh dengan janji iming-iming uang sulit dipahami karena dia sendiri mengajak “Jangan tergiur oleh iming-iming uang”. (Sumber)

Pasangan calon yang sangat jelas terlihat tidak jelasnya, semangat debat yang dimiliki Agus-Sylvi tidak ada karena berulang kali tidak hadir diacara debat sebelumnya

Oleh karena itu, kehadiran Agus-Sylvi di debat tanggal 13 Januari 2017 hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi salah satu syarat KPU sehingga selayaknya diberi nilai persentasi sekitar 15 persen.

Ahok-Djarot

Jam terbang debat Ahok-Djarot tidak perlu ditanya sudah berapa banyak diikutinya, tentu ini menjadi modal pengalamannya untuk menghadapi calon lain dengan langkah yang mudah dan dibarengi dengan program-program yang sudah berhasil diraih dengan sukses dan program yang sedang berjalan.

Misalkan, program KJP, KJS, PPSU, Transparansi keuangan, tertib dan disiplin birokrasi, kekumuhan dibenahi dengan relokasi berjalan sukses, fasilitas rusun gratis, even-even antar rusun, taman hijau, ruang publik terpadu ramah anak-RPTRA, normalisasi sungai-sungai menjadi bersih , banjir berkurang, penggunaan system elektronik dan lain-lain.

sumber: liputan6.com/rusun,rptra metrotvnews.com/kalijodo,bersih - edited by wara katumba
sumber: liputan6.com/rusun,rptra metrotvnews.com/kalijodo,bersih - edited by wara katumba
Contoh nyata yang sudah dinikmati calon lain, menelusuri sungai yang sudah bersih:

sumber: woldwide.chat/agus telusuri sungai ciliwung
sumber: woldwide.chat/agus telusuri sungai ciliwung
Hasil survey kepuasan warga DKI atas kinerja Ahok-Djarot yang mencapai sekitar 70 % tidak akan jauh berbeda nilai persentasenya dengan acara debat nanti.

Berhasilnya suatu program maka akan diiringi dengan mudahnya untuk dijelaskan dan diuraikan dalam suatu perdebatan sehingga penguasaan dalam suatu forum adalah satu keniscayaan milik petahana.

Semua program sudah dilakukan Ahok-Djarot, tidak mungkin calon lain ingin ikut-ikutan dengan program yang sama kecuali rasa malu tidak dimiliki calon lain.

Munculnya kritikan akan mudah dipatahkan Ahok-Djarot dengan bukti dan data kecuali kritikan berdasarkan dengan asumsi maupun opini.

Jadi, pengalaman menjadi kepala daerah, pengalaman debat, berhasilnya beberapa program dan penguasaan berbagai aspek persoalan menjadi modal utama Ahok-Djarot menguasai panggung debat nanti sehingga nilai persentase yang layak diberikan adalah sekitar 60 % tidak jauh berbeda dengan hasil survey kepuasan warga atas kinerja Ahok-Djarot.

Anies-Sandi

Program yang ditawarkan Anies-Sandi selama kampanye kurang jelas karena lebih banyak menaburkan kritikan tanpa solusi, solusi yang disampaikan hanya “berjanji” dan “akan” sehingga tidak jelas program yang ingin dibuatnya seperti apa alias retorika dan pintar membolak-balikkan kata-kata, seperti contoh dibawah :

“melakukan pembangunan berbasis gerakan. Bukan berbasis program seperti yang ada sekarang ini. Yang dimaksud pembangunan berbasis gerakan yakni dengan memberikan ruang partisipasi publik” (Sumber)

Kampanye kritikan adalah program mencari kesalahan petahana yang sering dilakukan dan diakhiri dengan kata “berjanji” dan “akan” dikerjakan sebagai bentuk rasa kebingungan mencari solusi program baru untuk ditawarkan ke warga DKI Jakarta.

Apakah warga menyadari bahwa selama Anies-Sandi kampanye mengusung minimal satu program unggulannya?

Jika warga ditanya, apa program unggulan Anies-Sandi? Mungkin 100% warga yang ditemui akan menjawab “Tidak tahu” karena tidak ada program yang ditawarkannya.

Beda zaman pencalonan Jokowi-Ahok, punya ciri khas saat kampanye selalu membawa program unggulan seperti kartu Pintar (KJP), kartu Sehat (KJS), Rusun dan lain-lain ditunjukkan ke warga.

sumber: tribunnews.com
sumber: tribunnews.com
Calon sekarang hanya bisa menampilkan program atraksi ketampanan, terbang, bernyanyi, mengapung, berjargon, dan lain sebagainya seperti salah satu contoh :

sumber: regional.kini.co.id
sumber: regional.kini.co.id
Jadi, warga hanya disuguhi action bukan program yang sesungguhnya, cukup dengan program yang sudah milik petahana ditambah “Plus” dan “Plus”.

Ibarat Ahok-Djarot berjualan Bakso daging sapi, kemudian Anies-Sandi ingin ikutan berjualan Bakso tetapi menggunakan daging ikan namun tidak paham cara meraciknya.

Atau, ikutan jualan bakso rasa sapi dengan mengubah citarasa atau menambah citarasa “fitsa hats” seperti contoh program KJP dan KJS milik Ahok-Djarot mau diubah atau ditambah menjadi KJP Plus dan KJS Plus.

Bayangkan, semua program milik Ahok-Djarot ditambah “Plus” dan “Plus”, seandainya Ahok-Djarot buka panti pijat, kemudian apakah akan diubah Anies-Sandi menjadi panti pijat plus dan plus.

Apakah penyebabnya karena tidak memiliki terobosan program baru sehingga cukup menambah “Plus”? seperti yang tertuang dalam sebuah artikel ini. Atau mungkin salah satu program baru yang diperagakan seperti gambar dibawah :

sumber: andigaulbgt0123.blogspot.com/shaolin, kompas.com/sandiaga uno - edited by wara katumba
sumber: andigaulbgt0123.blogspot.com/shaolin, kompas.com/sandiaga uno - edited by wara katumba
Apakah yang dimaksud diatas adalah Program “Jurus Bangau terbang” seperti yang ada di film kungfu klasik?

Bisa jadi, program yang ditawarkan terinspirasi dari film seperti halnya dengan program “kota apung” milik Agus-Sylvi yang terinspirasi dari film juga.

Jadi, apakah debat tanggal 13 Januari Anies-Sandi akan mengulangi debat sebelumnya di Kompas TV “Program Rosi” hanya menghabiskan waktu dengan cara melakukan kritikan terhadap petahana untuk menutupi programnya yang minim/nol?

Justru kritikan-kritikan tersebut membuka jalan calon lain (petahana) menjelaskan semua program yang sudah dilakukan dan berhasil dengan sukses.

Kesuksesan apa yang dimiliki Anies-Sandi selama di pemerintahan? Apakah pemecatan dari Menteri Pendidikan tergolong sukses? Entahlah!

Melihat gaya kampanye Anies-Sandi tidak akan jauh berbeda gayanya saat debat seperti debat sebelumnya yang lebih banyak melempar kritikan disertai solusi yang tidak jelas, maka nilai persentase yang pantas didapat adalah 25%, cukup sebagai apresiasi kehadiran dan imbalan lelah “banyak bicara kritik”.

Kesimpulan yang dipetik adalah :

  1. Agus-Sylvi 15%, karena minat debat kurang akan mempengaruhi mental dan kurang fokus terhadap program yang ditawarkan kecuali program yang paling mudah mengiming-imingi uang tunai. 15% sebagai apresiasi menghadiri debat dengan terpaksa untuk memenuhi salah satu syarat KPU.
  2. Ahok-Djarot 60%, keberhasilan berbagai program cerminan dari keberhasilan dalam suatu debat. 60% adalah nilai yang sangat wajar sebagai apresiasi warga DKI yang puas atas kinerjanya yang mencapai 70%.
  3. Anies-Sandi 25%, melihat hasil kampanye lebih banyak kritikan dan diteruskan hasil debat beberapa kesempatan yang tidak jauh berbeda dari sifat kritik, maka debat yang di selenggarakan KPU nanti tidak akan mengubah sifat sebelumnya yang penuh kritik dan retorika. Nilai persentase yang cukup adalah 25% sebagai aprresiasi kehadiran dan membangun retorika.

Jadi, kampanye "Debat" tidak bisa dijawab dengan tangan melambai, tersenyum, selfi, melompat, keluar jurus bangau, berjargon dan lain sebagainya seperti yang dilakukan pada kampanye di lapangan.

Mau pilih calon yang suka bergaya, penampilan atau program yg sudah teruji?

Salam Fakta Hats…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun