Satu demi satu langkah, kami hampir mencapai puncak. Meski sering berhenti karena si kecil mengeluh capek. Saat puncak sudah mulai kelihatan, jalannya sempit dan banyak bebatuan, akhirnya kami gendong juga. Sudah bisa sejauh ini, bagus. Aku dan istri bergantian menggendong. Sesekali meminta anak berjalan lagi.
"Maaf, Ayah Meragukanmu, Nak!"
Anak kami bisa sampai puncak juga. Meski digendong juga mendekati puncak. Namun, untuk anak 3,5 tahun pertama kali naik gunung, dan bisa tiba di puncak dengan selamat, itu adalah progres. Aku sempat meremehkan anakku yang tidak mau berjalan. Aku salah. Maaf, ayah meragukanmu, Nak!
Kami mendokumentasikan foto dengan tanda puncak berupa tugu, plat bertuliskan Gunung Andong, maupun dengan latar belakang gunung. Banyak pendaki lain yang mengantri untuk berfoto.
Cuma di gunung Andong bisa beli gorengan, es teh dan ind*mi di puncak
Kalau kamu suka alam tapi tak sanggup mendaki tempat tinggi, hobinya makan ind*mi pula, Gunung Andong adalah surga. Gunung setinggi 1692 mdpl ini bisa ditaklukkan dengan berjalan 1-2 jam. Reward-nya, kamu bisa beli gorengan dan ind*mi di atas. Ya, gunung ini satu-satunya yang ada penjual di puncaknya. Unik bukan?
Rewel hampir sepanjang jalan turun
Mencapai puncak adalah satu pencapaian. Kembali ke rumah dengan selamat adalah tujuan.
Berjalan turun lebih berat diabanding saat naik. Tidak percaya? Buktikan. Sebab, saat turun kita harus menahan bobot tubuh kita. Apalagi jika langsungan. Itu sebab, banyak pendaki muda yang memilih berlari dari atas. Supaya tidak terlalu capek. Hati-hati ada pohon dan batu, ya!Â