Pastikan Kondisi Tubuh Fit
Jujur, sepulang dari Hutan Desa itu aku tidak 100% fit. Aku beberapa kali bersin dan agak beringus. Kondisi begini mau muncak, nekat! Tanpa niat mengecewakan anak dan istri, aku merawat tubuhku. Minum to*ak an*in dan segera istirahat. Gunung Andong dengan Puncak Alap-alap setinggi 1692 mdpl adalah jalur yang ringan dibandingkan Merbabu (3.145 mdpl). Aku bukan pertama kali naik gunung, jadi ya berani (nekat) saja.
Kami mengusahakan tidur cepat supaya bangun awal dan berangkat lebih pagi. Realita: bangun jam 5, berangkat jam 6. Tiba di base camp jam 7 lebih. Meski kesiangan, kami bersyukur masih dapat pemandangan memukau berlatar trio Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Merapi. Sebab, makin siang, puncaknya ditutupi kabut.
Bawa Bekal Seperlunya
"Kita mau naik gunung, bukan mudik." ujarku pada istri. Bekal utamanya air mineral dan makanan ringan. Katanya, kalau naik gunung perlu bawa sumber gula, sepeti gula Jawa. Kami memba cokelat. Karena membawa bocil, kami bawakan baju ganti dan mainan. Uniknya, dia membawa serokan penggorengan. "Ini jaring laba-laba," katanya. Serokannya memang mirip sarang laba-laba. Sampai membuat penasaran pendaki lain.
Kami tidak berencana menginap, jadi tidak membawa tenda. Cek ombak dulu, bagaimana perkembangan si bocil pertama kali diajak naik gunung.
Godaan Minta Digendong
Bak menemukan tempat bermain baru, anak kami semangat melangkahkan kaki. Bahkan sampai berlari kecil dan melompat. Jalur awal mendaki berupa lahan sayur milik warga. Masih nampak indah. Makin ke atas, makin rapat dengan pohon pinus. Cahaya matahari makin jarang. Jalannya juga makin sulit. Berbatu, berlubang, akar dan batu melintang di sana sini, dan licin karena kemain baru hujan.
Baru lima menit berjalan, sudah keluar kata ajaib yang baru, "gendong". Kami alihkan dengan cokelat batang yang kami bawa. (Di rumah, kami tidak membiasakan memberi cokelat atau makanan manis.) Dia bisa lupa sesaat minta gendong. Lalu keluarkan mainannya. Kami ajak bercanda juga sesekali.