Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #8

19 Juni 2022   19:46 Diperbarui: 7 Juli 2022   20:24 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertemu doi saat acara makan | foto: istimewa via weddingku.com

Suatu hari, saat makan siang. Di seberang meja, sesosok perempuan bergaun hijau menyapaku. Eh, siapa ya?, kataku dalam hati. Sepertinya aku pernah bertemu dengan gadis ini, tapi di mana...?

***

Setahun kemudian (2013), Perkantas mengadakan Kamp Nasional Mahasiswa (KNM) di Ancol, Jakarta. Lingkupnya nasional, jumlah pesertanya ribuan dari berbagai daerah di luar Jawa seperti Medan, Kalimantan, Kupang hingga Papua. Aku berinteraksi dengan sangat banyak orang, kecil kemungkinan untuk bertemu doi.

Namun, tak ada yang mustahil bagi Sang Direktur Kehidupan. Ada satu babak dalam kamp itu yang akan aku kenang saking berkesannya. Yakni percakapan singkat waktu mengantri makan siang. (Jangan membayangkan terjadi adegan pertukaran pandangan mata yang mengubah makluk selain kami menjadi patung. Itu tidak pernah terjadi.)

"Hai Kris," sapa si gadis. "Hai," balasku kikuk. Salah tingkah. Tak tahu harus merespons bagaimana. "Hayo, namaku siapa. Pasti kamu lupa ya?", sok akrab. Tapi serius, aku betulan tak tahu namanya.

"Kita pernah satu kelompok saat kampreg di Jogja", jelasnya. "Oh..." sambung Kris. Tetap tak dapat mengingat. Dasar payah. Tiga kali aku dan doi saling bertemu, namun tidak ada kesan atau pengalaman khusus yang langsung mengakrabkan kami.

Dalam kesempatan berikutnya, komunikasi kami kembali tersambung dari sekedar menanyakan kabar, mengomentari postingan di medsos, sampai menanyakan topik doa, salah satunya perkembangan skripsiku. (Dalam hal studi, aku ketinggalan dari doi, padahal sama-sama angkatan 2010.)

Siapa sangka, di waktu berikutnya komunikasiku dan doi makin intens. Dari kenalan di acara kamp (regional dan nasional), menawarkan kaos usda, muncak bareng, hingga menjadi sahabat doa.

Pernah bersama-sama ikut kamp nasional di Jakarta, foto bersama peserta dari Jateng | dokumentasi pribadi
Pernah bersama-sama ikut kamp nasional di Jakarta, foto bersama peserta dari Jateng | dokumentasi pribadi

Meski sahabat, kami tidak pernah bertatap muka. Kami saling bertukar pokok doa, dan waktu itu doi yang lebih intens menanyakan dan mendoakanku. (Rupanya itu menjadi proyek doa pribadinya.) Relasi saling mendoakan mampu mendekatkan kami, layaknya sahabat yang sudah lama kenal.

Baca juga: Beda Adat, Siapa Takut? #7

Doi sudah sibuk bekerja sebagai asisten ahli lingkungan hidup di Semarang, sedangkan aku masih bergelut dengan tugas akhir. Sesekali aku yang menanyakan pekerjaannya, sekadar untuk menjalin komunikasi.

Pada momen persiapan wisudaku, kami tidak sengaja bertemu di kampus UKSW. Doi mau mengantarkan adik perempuannya (nomor dua) ke perpus untuk mencari referensi buat tugas akhirnya. Kami hanya saling sapa, basa-basi. Padahal saat itu sudah saling bertukar topik doa. (Inilah asliku sebagai cowok culun. Beraninya di chat, kalau ketemu ciut).

Selain itu memang aku buru-buru ke gedung administrasi pusat untuk mengurus wisuda. Padahal, kalau mau mengobrol (mumpung ketemu) juga bisa. Mau mengobrol tentang apa, aku tidak tahu. Mau lama-lama bertatap muka dengan doi secara langsung juga tidak ada nyali. Waktu itu doi mengenakan kaos oblong dan topi. Serius, tidak lebih menarik dibanding caranya berpakaian saat muncak ke Merbabu.

Lalu dengan kemurahan Tuhan, awal 2016 aku diwisuda juga, puji Tuhan! Keberhasilanku tak lepas dari doa dan dukungan orang tua, saudara KTB, teman kuliah, termasuk doi. Bersyukur aku boleh menyelesaikan studi walaupun molor. Wisudaku disaksikan oleh keluarga, teman-teman dan saudara KTBku. Tidak ada lawan jenis spesial yang bisa diajak berfoto (senasib dengan doi).

Setelah aku diwisuda doi menganggap urusannya denganku sudah kelar. Jadi doi tidak pernah menanyakan pokok doa padaku lagi. Malah aku yang merasa kehilangan, seperti orang sakit rasanya. Maka demi mengobati, aku mengirim doi pesan via WA, "Kamu kok tidak pernah menanyakan pokok doa lagi?" Ada yang kangen ditanyain pokok doa nih ye...

"Oh iya, mau didoain apa?", balas doi. Jadilah komunikasi kami berlanjut seputar kesibukan doi (saat itu sudah pindah ke Bogor) dan pergumulan Kris untuk mencari pekerjaan. Kalau niat, selalu ada bahan untuk berkomunikasi, meski hanya lewat chat. Dari komunikasi yang makin intens ini, sedikit demi sedikit menambah pengenalanku dengan doi. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun