Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dari Barbershop, Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya

16 Maret 2021   23:57 Diperbarui: 17 Maret 2021   07:42 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelak jika aku punya anak, akan kuajari etika di ruang publik. Jika Tuhan berkenan, aku bahkan ingin mendorong anakku belajar sejak dini dari hal-hal di sekitarnya. Bagaimana cara duduk, aturan memainkan HP dan memperhatikan orang di sekitar.

"Kalau bertamu, jangan duduk sebelum dipersilahkan... Jangan ambil makanan sebelum dipersilahkan, meski sudah disuguhkan. Belajar menahan diri." -- bapak & ibu

Pesan itu terus aku pegang. Biar di rumah saudara sekalipun. Kalau belum dipersilahkan, takkan mengambil hidangan di meja.

Seorang anak laki-laki, mungkin kelas 5 SD (10 tahun) selesai. Giliranku tiba. Dia menuju tempat cuci, lalu dipijat dan disisir. Ke meja kasir juga sendiri. Dihampirinya pria berjaket merah---yang sedari tadi berdiam diri melipat kedua tangan---di kiriku tadi, lalu bersama keluar. Mungkin ayah, atau kakaknya.

Dari dua anak di tempat pangkas itu, tahu bedanya?

Usianya, jelas! Anak pertama masih balita, lainnya sudah SD. Yang SD lebih tertata, berani membayar sendiri ke kasir. (Sayangnya, aku tak menangkap apakah anak itu mengucap terima kasih atau tidak) Aku yakin, anak SD itu tak akan bisa begitu kalau tak diajari.


Jika seorang anak diajari tata krama, seiring berjalannya waktu ia akan menjadi pribadi mawas, tidak grasah-grusuh. Tahu menempatkan diri di tempat umum. Si orang tua cukup melipat kedua tangan. Bisa jadi, dia sudah 'berdarah-darah' di rumah. Jadi tak perlu drama di ruang publik (macam keluarga Cikeas). Mempercayakan si anak sesuai porsinya. Tak perlu keluar kata "Dek..."

Perbandingan di atas tidak seimbang. Benar. Tapi, anak yang dibesarkan dengan pembiaran, tidak diajari tata krama, saat besar bakal semaunya. Memberi kelonggaran "Kan masih anak-anak", dengan mengajari sejak dini jelas beda!

Ayah kencing berdiri, anak kencing meloncat. Jika seorang ayah berbuat buruk, bakal ditiru anak-anaknya dengan perilaku jauh lebih buruk.

Aku tidak mengatakan orang tua anak yang mengantre bareng aku tidak mengajarkan hal benar. Mungkin  kurang telaten. Bayangkan, seperti apa dia saat dewasa jika terus dibiarkan dan tidak menemukan figur teladan.

Kesan lebih buruk dialami seorang warganet. Ini kejadian lama, tapi relevan dengan pengalamanku di tempat pangkas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun