Membuat RPP
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) di tangan guru ibarat senapan di tangan tentara, cangkul (traktor) di tangan petani, peluit di tangan jukir, stetoskop di tangan dokter atau gadget di tangan pengendara ojol. RPP adalah senjatanya guru. Ruang kelas ibarat medan tempur.
Apa jadinya seorang prajurit bertempur tanpa senjata? Usaha bunuh diri.
Mengajar adalah usaha memberantas kebodohan, mengganyang kemalasan dan memangkas kemiskinan. Itulah pertempuan ala guru. RPP harus selalu siap sedia untuk melawan musuh.
Masalahnya, membuat RPP tidak mudah. Banyak guru era orde baru mengajar tanpa RPP, bahkan tak perlu buku (!) karena semua pengetahuan di dalam kepala tinggal disalin ke kepala anak. Di era digital pun, guru modern merasa enggan membuat RPP. Bukan karena malas. Tak ada waktu. Repot. Perlu perjuangan lebih. Padahal tinggal search, klik, copy, paste, sunting, prin, selesai! (Harus diakui, saya pun punya kecenderungan malas)
Godaan guru masa kini adalah mengambil praktisnya. Mengoceh klasikal di depan kelas. Betapa pun beragam fasilitas tersedia. Jika begitu, tidak ada kebaruan, sedangkan barang elektronik saja terus diperbarui. Faktanya, menyiapkan pembelajaran berikut administrasinya tidaklah mudah.
Angin segar berembus sejak kebijakan Mas Nadiem tentang Merdeka Belajar diterapkan. Satu dari empat poinnya adalah RPP yang sebelumnya mencapai 20 halaman, kini hanya 1 lembar saja! Jos!
Selesai masalah? Tidak. Yang namanya kebijakan baru akan butuh waktu untuk dipraktikkan sampai ke daerah-daerah. Belum lagi ada kubu yang menolak untuk merdeka belajar.
Gajinya kecil
“Jika mau kaya, jangan jadi guru”