Sedang ramai di kanal-kanal berita maupun jagat sosial media, proses persidangan Razman Arif Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Yang bersangkutan dituduh melakukan tindak pidana pencemaran nama baik kepada Hotman Paris Hutapea. Razman Arif Nasution didakwa melanggar ketentuan Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. Pada awal-awal persidangan, Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo membuka dan menyatakan persidangan terbuka untuk umum. Kemudian pada tanggal 6 Februari 2025, saat sidang lanjutan perkara tersebut, oleh karena saat pemeriksaan, Majelis Hakim melihat ada muatan asusila yang akan didengar dalam perkara ini, memutuskan untuk menyatakan persidangan tertutup untuk umum yang artinya, bagi pihak-pihak yang tidak berhubungan dengan perkara yang dimaksud, tidak dapat menyaksikan jalannya persidangan. Hal ini sontak menimbulkan reaksi keras dari pihak Razman Arif Nasution dan tim Penasihat Hukumnya. Mereka memprotes keputusan hakim yang menyatakan sidang tertutup untuk umum. Bahkan dari berita yang beredar, Razman Arif Nasution sempat mendekat ke meja Majelis Hakim sambil melontarkan kata-kata yang kasar dan menuduh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut sebagai hakim yang korup. Sontak, melihat situasi yang tidak kondusif tersebut, Majelis Hakim memutuskan untuk men-skors sidang sampai situasi kembali terkendali.
Saat Majelis Hakim telah men-skors sidang saat itu, terjadi keributan di ruang sidang yang berujung pada berdirinya salah satu tim Penasihat Hukum Razman Arif Nasution, yaitu Firdaus Oibowo, diatas meja yang ada diruang sidang. Tak pelak, peristiwa ini menjadi viral dan ramai diperbincangkan dipublik karena dianggap apa yang dilakukan oleh Razman Arif Nasution dan Firdaus Oibowo didalam ruang sidang sebagai suatu perbuatan menghina pengadilan atau contemp of court (CoC). Pada akhirnya, akibat peristiwa ini, Razman Arif Nasution dan Firdaus Oibowo dilaporkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara ke Bareskrim Polri dengan dugaan tindak pidana contemp of court (CoC). Bahkan perkembangan terakhir menyebutkan, Berita Acara Sumpah Pengangkatan Advokat milik Razman Arif Nasution dan Firdaus Oibowo dibekukan yang membuat kedua orang tersebut tidak dapat beracara di pengadilan manapun di Indonesia untuk sementara waktu.
Dari kejadian ini, penulis menelusuri, apa yang mengakibatkan Razman Arif Nasution dan Firdaus Oibowo melakukan hal demikian. Dari informasi yang beredar, pihak dari Razman Arif Nasution berserta tim Penasihat Hukumnya tidak puas atas keputusan Majelis Hakim yang menangani perkara a quo yang menyatakan persidangan pada tanggal 6 Februari 2025 itu tertutup untuk umum. Padahal, perkara tersebut bukan merupakan perkara perceraian atau perkara yang pelakunya anak, dan bukan pula perkara asusila yang mana dalam pemeriksaannya wajib tertutup untuk umum sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang itu. Terlebih, pada sidang pertama dan lanjutannya sebelum tanggal 6 Februari 2025 itu, persidangan pun dinyatakan terbuka untuk umum. Meskipun demikian, Majelis Hakim berpendapat saat pemeriksaan perkara tersebut, bermuatan asusila yang mana dalam aturannya, perkara atau suatu agenda pemeriksaan dipersidangan apabila bermuatan asusila, haruslah dianyatakan tertutup untuk umum. Saat Majelis Hakim telah bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan dalam persidangan, hendaknya seluruh pihak dapat menghormati keputusan tersebut.
Menghormati persidangan, tidak terbatas pada penghormatan pada hakim atau majelis hakim saja. Akan tetapi kepada seluruh APH yang terlibat dalam jalannya persidangan. Dalam kasus Razman Arif Nasution dan Firdaus Oibowo ini, yang menjadi sasaran adalah majelis hakim yang dianggap mengambil keputusan yang keliru untuk menyatakan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Razman Arif Nasution pada tanggal 6 Februari 2025 itu tertutup untuk umum. Padahal, dari kubu Razman Arif Nasution menginginkan agar persidangan itu tetap terbuka untuk umum agar media dan masyarakat mengetahui tentang jalannya persidangan.
Ketidakpuasan dan kekecewaan dari kubu Razman Arif Nasution ini, hendaknya dapat disikapi dengan dewasa dan bijaksana. Dalam perkara apapun, didalam persidangan, para pihak baik Terdakwa bersama Penasihat Hukumnya, Penuntut Umum, Penggugat dan Tergugat, para pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara, memiliki hak untuk menyampaikan sesuatu demi kepentingannya kepada hakim atau majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan. Silahkan sampaikan dengan santun dan dengan dilengkapi reason serta argumentasi terhadap pendapat yang disampaikan. Sehingga apabila saat berjalannya persidangan, salah satu pihak keberatan dengan keputusan hakim atau majelis hakim tentang pemeriksaan saksi misalnya, dapat menyampaikan itu dipersidangan. Nanti hakim atau majelis hakim lah yang akan memutuskan apakah pendapat atau usulan dari pihak yang keberatan itu beralasan hukum untuk diterima atau ditolak. Jika pun nanti ditolak, seluruh pihak wajib menuruti dan mematuhi keputusan yang telah diambil hakim sebagai pemimpin jalannya persidangan. Seandainya pun tetap tidak puas, dapat meminta agar keberatan itu dicatatkan di dalam berita acara sidang. Sehingga jika nanti berkas perkara tersebut di kirim ke pengadilan tingkat banding atau pengadilan tingkat kasasi, tetap dapat terbaca keberatan itu dan menjadi pertimbangan pula sebelum menjatuhkan putusan akhir di tingkat banding dan kasasi.
Berdasarkan apa yang diatur dalam hukum acara kita, baik dalam KUHAP maupun dalam HIR/RBg sebagai dasar hukum beracara di pengadilan baik dalam perkara pidana atau perdata, telah mengatur secara sedemikian rupa apabila terjadi ketidakpuasan para pihak atas keputusan-keputusan yang diambil oleh hakim. Misalnya, apabila dalam suatu perkara, hakim atau majelis hakim telah menjatuhkan putusan akhir atas perkara tersebut, akan tetapi salah satu pihak merasa putusan itu belum atau tidak mencerminkan keadilan dari sisi dirinya, maka dapat mengajukan upaya hukum ketingkat yang lebih tinggi. Baik upaya hukum biasa seperti banding dan kasasi maupun upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali (PK).
Kemudian, bila ketidakpuasan para pihak berkaitan dengan profesionalitas, atau formalitas tindakan hakim dalam memimpin dan mengarahkan jalannya persidangan, dapat dilaporkan kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Saat ini masyarakat dapat mengirimkan laporan ataupun aduan baik melalui surat maupun secara elektronik melalui aplikasi yang tersedia. Semua telah dipermudah dan diakomodir. Akan lebih baik jika laporan itu disertai dengan bukti atau data dukung agar tidak menimbulkan fitnah nantinya jika tuduhan itu disampaikan tanpa adanya bukti dan hanya didasarkan asumsi dan iri dengki.
Selanjutnya, bila ketidakpuasan para pihak berkaitan dengan masalah kode etik para hakim, misalnya menerima suap, tidak berimbang dalam memberikan kesempatan para pihak dipersidangan, dibuka selebar-lebarnya aduan itu oleh Komisi Yudisial yang bertugas menjaga harkat dan martabat hakim sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 24B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perkuat pula laporan itu dengan bukti-bukti baik berupa surat, saksi, foto-foto, video, dan lain sebagainya.
Pada hakikatnya, kritik, saran dan pengaduan atas kinerja hakim baik dalam persidangan maupun luar persidangan, baik yang sifatnya teknis maupun kode etik, kepada para pihak disediakan sarana untuk melaporkan atau mengadukan hal tersebut untuk diperiksa kebenarannya. Bagaimanapun, pengadilan merupakan tempat dimana orang mencari keadilan. Sudah sewajarnya kita semua menghormati dan menjaga wibawa peradilan kita karena disitulah kita menumpukan harapan untuk tercapainya suatu keadilan. Jikapun dalam prosesnya terdapat kekurangan ataupun kesalahan, seharusnya para pihak dapat menempuh jalur-jalur yang telah disediakan secara formal. Bukan dengan cara arogan bahkan sampai merendahkan pribadi maupun institusi peradilan atas ketidakpuasan semata.
Ingatlah, dengan menghormati peradilan, berarti kita menghormati keadilan sebagai salah satu tujuan hukum. Dengan menghormati peradilan, masyarakat dapat menilai sejauh mana kualitas kita dalam memperjuangkan hak dan memperjuangkan keadilan. Namun apabila kita tampil arogan, sombong, angkuh dan merasa diri sendiri yang paling benar, niscaya hal demikian justru akan menunjukkan sejauh mana kita memahami hukum itu sendiri. Hingga berujung pada hilangnya kepercayaan orang atas kualitas diri ketika kita tidak menghormati peradilan di negri ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI