Mohon tunggu...
wan achmad21
wan achmad21 Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

jurnalis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memerangi Hoax dalam Era Informasi: Tantangan bagi Ilmu Komunikasi

9 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 9 Januari 2023   09:00 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Era informasi saat ini memungkinkan kita untuk mengakses berbagai macam sumber informasi dengan mudah dan cepat. Namun, bersama dengan kemudahan tersebut datang pula tantangan yang harus dihadapi, yaitu penyebaran berita bohong atau hoax.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan Kominfo pada 2015, diketahui yang menjadi korban berita bohong maupun pesan singkat penipuan malah orang-orang yang mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi. 

"Malah anak-anak yang lahir sudah bersinggungan dengan teknologi, tidak mudah percaya dengan kabar bohong itu. Anak-anak itu lebih selektif karena bisa melacak sumber berita itu dengan teknologi." Kabar bohong tersebut, juga dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk membenarkan opininya terhadap suatu hal. Hilmar menyebut bahwa mereka bukan mencari informasi tetapi konfirmasi.

Maraknya berita bohong ini juga menjadi perhatian Kepala Negara yang mengeluarkan maklumat agar dilakukan evaluasi terhadap media daring yang sengaja memproduksi berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul provokatif dan mengandung fitnah. 

Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Fitnah Septiaji Eko Nugroho menilai maraknya kabar hoax jika dibiarkan amat mungkin membuat perpecahan sesama anak bangsa. 

Ia menjelaskan "hoax" merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya atau juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. 


Hoax atau berita bohong ini disebarluaskan dengan sengaja dan tidak benar. Hoax bisa berupa berita, foto, video, atau bahkan pesan WhatsApp yang menyesatkan. Hoax seringkali disebarluaskan melalui media sosial, dimana ia bisa tersebar dengan cepat dan menjangkau banyak orang.

Tantangan bagi ilmu komunikasi dalam menangani hoax tidak hanya terbatas pada pencegahan penyebarannya saja, namun juga terkait dengan bagaimana cara mengkonstruksi kebenaran di tengah maraknya informasi yang tidak valid.

Ilmu komunikasi memiliki peran penting dalam membantu masyarakat memahami dan memilah informasi yang valid dan tidak valid. Namun, di era informasi yang over-saturated ini, tantangan bagi ilmu komunikasi semakin besar karena informasi yang tidak valid seringkali disebarkan dengan cara yang mengelabui.

Ilmu komunikasi juga harus memikirkan cara untuk memperkuat literasi media dan kepekaan masyarakat terhadap hoax. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya dampak negatif dari hoax, seperti kepanikan, ketakutan, atau bahkan tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain.

Dalam era informasi yang serba cepat, tantangan bagi ilmu komunikasi dalam menangani hoax tidak bisa dianggap remeh. Ilmu komunikasi harus terus berinovasi dan memperkuat perannya dalam membantu masyarakat memahami dan menyaring informasi yang valid dan tidak valid. Tanpa upaya yang serius dari ilmu komunikasi, hoax akan terus menjadi ancaman bagi masyarakat dan mengganggu keberlangsungan hidup yang sehat di era informasi ini.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh ilmu komunikasi dalam menangani hoax adalah dengan meningkatkan literasi media. Literasi media merupakan kemampuan seseorang dalam memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang ada di media.

Dengan meningkatkan literasi media, masyarakat akan lebih peka terhadap hoax dan lebih mampu menyaring informasi yang tidak valid. Ilmu komunikasi dapat membantu dalam hal ini dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai cara menganalisis sumber informasi, memahami tanda-tanda hoax, serta cara mengecek kebenaran sebuah informasi.

Selain itu, Septiaji Eko Nugroho  selaku Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax (MIAH)mengemukakan sejumlah tips untuk mendeteksi informasi hoax agar pengguna media sosial tidak termakan berita fitnah, hasut dan hoax:

Pertama, lihat apakah Anda dapat menemukan judul yang provokatif menggunakan mesin pencari Google untuk melihat apakah berita tersebut dibaca, ditulis, dan diterbitkan oleh situs berita lain, Kemudian bandingkan judul dan isi setiap pesan untuk sampai pada kesimpulan yang lebih berimbang dari berbagai perspektif,.

Kedua, pengguna internet harus memperhatikan alamat website dan media yang mempublikasikannya. Jika pengunduh adalah situs web palsu yang tidak terdaftar di Dewan Pers, Anda harus lebih berhati-hati dalam mempercayainya, meski website milik dewan pers belum tentu benar atau berita terkadang dibuat dengan sudut pandang tertentu, namun secara umum media resmi lebih kredibel karena memiliki standar jurnalistik, mengikuti pedoman siber. Media melapor dan bisa dilaporkan ke Dewan Pers jika itu merupakan tindak pidana.

Ketiga, lakukan pengecekan fakta untuk memastikan sumber informasi tersebut berasal dari sumber yang otoritatif, Jangan langsung percaya politisi atau pengamat, harus selalu memperhatikan keseimbangan berita, jika hanya memuat satu sumber maka sumber lain yang sebaliknya, jika hanya satu sumber saja tidak mendapatkan gambaran yang utuh, pembaca terkadang bisa mengambil kesimpulan yang salah. Septiaji juga mengingatkan para hadirin untuk membedakan antara fakta dan opini. 

Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti. Opini adalah pendapat dan kesan para wartawan. Semakin banyak fakta yang diunggah, semakin kredibel berita tersebut.

Terakhir, perlu dilakukan pengecekan gambar dari artikel berita tersebut, karena terkadang pembuat berita palsu juga mengedit gambar tersebut untuk memprovokasi pembaca. 

Anda bisa melakukannya dengan mengunduh atau mengambil tangkapan layar dari gambar yang ada di artikel, kemudian membuka gambar Google di browser dan menyeret (drag) foto tersebut ke dalam kotak pencarian gambar Google. 

Periksa hasilnya untuk menemukan sumber dan keterangan gambar asli. Sekarang mereka juga dapat menggunakan aplikasi Android untuk meninjau gambar dan pesan, setelah itu publik juga dapat bergabung dengan situs penggemar anti-hoaks dan grup diskusi anti-hoaks.

Komunikasi juga dapat membantu dalam memperkuat media yang memiliki reputasi baik dan bertanggung jawab dalam menyajikan informasi. Media yang memiliki reputasi baik akan lebih dipercaya oleh masyarakat, sehingga informasi yang disajikan oleh media tersebut lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Namun, tidak hanya media yang harus bertanggung jawab dalam menyajikan informasi yang valid, individu atau pengguna media sosial juga harus bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Ilmu komunikasi dapat membantu dalam hal ini dengan memberikan edukasi mengenai etika penyebaran informasi di media sosial.

Dengan demikian, ilmu komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam menangani tantangan hoax di era informasi saat ini. Ilmu komunikasi harus terus berinovasi dan memperkuat perannya dalam membantu masyarakat memahami dan menyaring informasi yang valid dan tidak valid, serta memperkuat media yang bertanggung jawab dalam menyajikan informasi. 

Tanpa upaya yang serius dari ilmu komunikasi, hoax akan terus menjadi ancaman bagi masyarakat dan mengganggu keberlangsungan hidup yang sehat di era informasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun