Mohon tunggu...
Wakidi Kirjo Karsinadi
Wakidi Kirjo Karsinadi Mohon Tunggu... Editor - Aktivis Credit Union dan pegiat literasi

Lahir di sebuah dusun kecil di pegunungan Menoreh di sebuah keluarga petani kecil. Dibesarkan melalui keberuntungan yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan selayaknya. Kini bergelut di dunia Credit Union dan Komunitas Guru Menulis, keduanya bergerak di level perubahan pola pikir.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

11 Perspektif untuk Memenangkan Krisis

1 April 2020   14:10 Diperbarui: 2 April 2020   09:06 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di hari kedua dan ketiga virtual leadership summit (22-24 Maret 2020) yang diadakannya, John C Maxwell berbicara mengenai 11 perspektif yang memungkinkan kita untuk mengubah kemalangan menjadi keuntungan. Mengapa perspektif? Karena cara pandang kita menentukan tindakan kita.

1. Semua yang berharga membutuhkan perjuangan (everything worthwhile is uphill)

Everything worthwhile is uphill. Semua yang baik: impian, harapan, keinginan, ambisi ada di atas; kita harus mendaki untuk meraihnya. Kita harus berjuang untuk mencapainya. Hal ini berlaku di masa normal maupun di masa krisis. Namun, di masa krisis pendakian kita menjadi lebih curam dan tujuan kita menjadi lebih tinggi. Gunung yang harus didaki menjadi lebih tinggi dan lebih sulit. Kita tidak diberi hidup penuh kemenangan tetapi kita diberikan hidup untuk dimenangkan. Kita tidak diberi hak kemenangan tetapi kita diberi hidup untuk menjadi pemenang.

Adalah keliru jika orang berpandangan bahwa hidup itu seharusnya mudah. Hidup tidak mudah. Hidup itu uphill (perlu diperjuangkan, perlu didaki). Persoalannya adalah kita memiliki uphill hopes (harapan dan impian yang tinggi) tetapi downhill habits (kebiasaan yang melandai, kebiasaan tanpa tanpa pendakian, tanpa perjuangan). Downhill habits tidak akan pernah membawa kita ke impian dan harapan yang berada uphill. 

Banyak yang mengatakan bahwa John C. Maxwell adalah komunikator yang hebat. Anggapan itu sama sekali salah. John C. Maxwell sudah berbicara 12.000 kali. Kalau ia sekarang menjadi komunikator yang baik itu karena ia sudah melakukannya 12.000 kali. Sepanjang itu merupakan proses uphill. Ia membutuhkan perjuangan untuk mencapainya. Pertama kali berbicara selama 55 menit ia membuat bosan semua orang sehingga tidak pernah ada lagi yang mau datang mendengarnya. Ia membutuhkan banyak sekali waktu, usaha, energi, fokus, konsentrasi, komitmen untuk menjadi komunikator yang hebat.

Sekarang ia dikenal sebagai penulis hebat dan bisa menjual buku atas namanya sendiri sebanyak 34 juta eksemplar. Tetapi untuk mencapai semua itu ia harus menjalani proses uphill. Buku pertamanya setebal 100 halaman berisi 30 bab karena ia sudah kehabisan ide sesudah menulis dua halaman untuk satu topik. Ia mengikuti banyak kursus menulis dan baru setelah menyelesaikan buku kelimanya ia merasa yakin bisa menjadi penulis dan baru sesudah bukunya yang ke-11 penjualan mengalami kenaikan yang berarti.

Tidak ada yang cepat. Tidak ada yang mudah. Dan itu OK. Di sinilah pentingnya perspektif yang tepat. Saat John C. Maxwell menerima kenyatakaan bahwa segala sesuatu yang berharga itu membutuhkan perjuangan, apa yang ia lakukan? Ia menerima kenyataan tersebut dan menyiapkan dirinya untuk menjalani pendakiannya setiap hari. Selama kita tidak menerima kenyataan ini, bahwa segala sesuatu yang berharga itu membutuhkan perjalanan menanjak, kita akan berharap bahwa perjalanannya mudah, perjalanannya cepat, perjalanannya melandai. Dan apa yang terjadi? Kita menghabiskan sekian lama waktu melakukan hal-hal yang sama setiap hari (downhill habits) dan tanpa pernah meraih apa yang kita impikan dan harapkan karena memang tempatnya bukan di sana (downhill) melainkan di atas (uphill).

Max DePree mengatakan: "The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant." Tanggung jawab pertama pemimpin adalah mendefinisikan realitas. Yang terakhir mengatakan terima kasih. Di antaranya, melayani.

Tanggung jawab pemimpin adalah mendefinisikan realitas. John C. Maxwell menegaskan realitas ini bahwa krisis, termasuk krisis pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona ini, akan menggeser orang, entah maju entah mundur, entah naik entah turun. Krisis tidak pernah membiarkan orang di tempat yang sama. Krisis selalu mengubah kita. Mungkin kita berharap: Kapan semua ini akan berlalu dan kembali menjadi normal? Kapan perjuangan dan kesulitan ini akan berakhir dan kapan kita bisa kembali seperti sedia kala sebelum krisis ini datang? Namun, John C. Maxwell menegaskan satu hal ini: tidak akan pernah ada kembali ke normal, tidak pernah ada kembali ke sedia kala. Situasi normal yang selama ini kita kenal tidak akan pernah kembali lagi. Yang akan terjadi adalah perubahan masif.

Melalui summit ini John C. Maxwell juga sedang menjalankan tanggung jawabnya yang kedua: membantu orang-orang untuk melakukan perubahan yang positif. Ketika situasi menjadi tidak terkendali, tugas pemimpin adalah membantu orang-orang untuk memperoleh kembali kendali atas hidupnya. Bagaimana pemimpin bisa membantu orang kembali memperoleh kendali atas hidupnya? Dengan membantu mereka mengendalikan keputusan-keputusan pribadinya. Dalam situasi krisis ini yang diharapkan adalah agar orang-orang memutuskan untuk mengembangkan dirinya secara positif, untuk terus-menerus belajar, memperbaiki dan memperlengkapi diri. 

2. Selalu ada jawaban atau jalan keluar

Selalu ada jalan keluar. Orang sukses selalu tahu bahwa selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi. Termasuk krisis virus Corona ini, pada saatnya akan ada jalan keluar. Mungkin tidak mudah, mungkin perlu waktu, tetapi jalan keluar itu selalu ada. 

Ada perbedaan nyata dalam cara berpikir antara orang yang sukses dan yang tidak. Orang yang berhasil baik melewati krisis selalu percaya bahwa dalam setiap kesulitan selalu ada jalan keluar. Orang yang gagal percaya bahwa tidak ada jalan keluar. Jika kita berpikir dan percaya akan ada jalan keluar, kita akan menang (menjadi victor). Jika kita tidak percaya akan ada jalan keluar kita akan kalah (menjadi victim). 

3. Biarkan kesulitan memunculkan diri Anda yang sebenarnya

Krisis menggeser orang. Ketika Anda sudah mengusahakan terbaik untuk suatu bidang dan Anda masih gagal, saatnya Anda memikirkan bidang lainnya. Krisis dan kesulitan akan membawa Anda pada panggilan Anda yang sesungguhnya.

4. Kembangkan positive life-stance 

Life stance adalah sikap yang konsisten yang memengaruhi perilaku. Memiliki positive life-stance artinya mengembangkan gaya hidup dan cara berpikir yang selalu ke arah yang positif. Ada enam pernyataan yang akan membantu kita memahami positive life-stance ini. Pertama, hidup diwarnai oleh hal yang baik dan yang buruk. Kedua, dari hal yang baik dan yang buruk ini ada yang tidak bisa saya kendalikan. Ketiga, beberapa hal yang baik tetapi juga hal yang buruk itu akan mendatangi kita. Keempat, jika kita memiliki positive life-stance, hal yang baik akan menjadi lebih baik dan hal yang buruk  akan diperbaiki. Kelima, sebaliknya, jika kita memiliki negative life-stance, yang baik akan menjadi kehilangan arti dan yang buruk menjadi lebih buruk. Keenam, oleh sebab itu aku memilih positive life-stance. 

Dalam hidup ini ada fakta kehidupan dan ada masalah. Fakta kehidupan hanya bisa diterima tetapi masalah bisa kita kendalikan. Krisis Corona dan pandemi Covid-19 ini adalah fakta kehidupan yang tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlambatnya dengan social distancing atau physical distancing. Namun, hanya karena kita berada dalam situasi yang buruk bukan berarti semuanya harus menjadi buruk. 

John C. Maxwell mengambil pelajaran dari Nelson Mandela yang meringkuk di penjara selama 27 tahun: (1) Lingkungan sekitar kita tidak harus memengaruhi jiwa atau semangat kita. Penjara tidak memengaruhi jiwa atau semangat Mandela. (2) Orang-orang yang meremehkan kita tidak menentukan nilai kita. (3) Impian bisa dilahirkan dari kesulitan dan rutinitas harian yang membosankan. Nelson Mandela membicarakan impiannya mengenai pembebasan Afrika Selatan dari apartheid setiap hari dengan sekitar 6 orang di gua tambang batu kapur, tempat yang para tentara tidak sudi untuk memasukinya. (4) Kita bisa memulihkan kehancuran kita menjadi utuh kembali dengan menyembuhkan orang lain. Nelson Mandela tidak membiarkan situasi yang sangat buruk yang menimpanya menghancurkan impiannya.

5. Bari makan iman Anda, dan biarkan ketakutan Anda kelaparan

Kata kuncinya adalah fokus. Apa yang Anda berikan fokus akan berkembang. Jika kita fokus pada iman, iman kita berkembang. Jika kita fokus pada ketakutan, ketakutan kita akan menjadi semakin besar. Pilihan ada pada kita, jika kita fokus pada iman dan memberinya makan, iman kita akan berkembang dan menjadi kuat. Sebaliknya, jika kita fokus pada ketakutan dan memberi makan pada ketakutan, maka iman kita akan mengecil. 

Ada survei mengenai apa yang menjadi pergumulan orang-orang. Sebagian besar (39%) bergumul dalam masalah keuangan; 16% mengalami masalah dengan pekerjaan; 12% khawatir mengenai kesehatannya. Anda tahu? Survei ini dilakukan di tahun 1992. Artinya apa? Sebenarnya sampai hari ini manusia tetap tidak berubah. Baik dalam situasi krisis maupun situasi normal, orang mengkhawatirkan hal-hal yang sama. 

Jadi, pilihan ada pada kita. Kalau kita memberi makan pada iman, iman akan mengalahkan ketakutan. Demikian pula sebaliknya. Kita tidak bisa menghilangkan ketakutan tetapi kita bisa mengalahkan ketakutan dengan mengembangkan iman kita. Ketika kita fokus pada ketakutan, kita sedang menjebak diri secara emosi, kita mandeg, kita tidak bergerak. 

6. Sadari bahwa motions (gerakan) memengaruhi emotions (emosi)

Dr. George Crane, penulis buku Applied Psychology, mengatakan bahwa motions are the precursors of emotions (gerakan mendahului emosi). Kita tidak bisa mengendalikan emosi tetapi kita bisa mengendalikan gerakan atau tindakan. Dr. Crane mengatakan if I fell (yang adalah emosi), then I will (yang adalah tindakan). Jika saya merasa depresi maka saya akan menyanyi; jika saya sedih saya akan tertawa; jika saya merasa takut saya akan menyatakan iman; jika saya merasa miskin saya akan memikirkan datangnya kekayaan; jika saya merasa tidak mampu saya akan mengingat keberhasilan masa lalu; jika saya merasa hidup tidak berarti saya akan mengingat impian saya. Hari ini saya akan menguasai emosi saya. Pertanyaannya: apa yang akan saya lakukan untuk mengubah emosi negatif saya menjadi tindakan yang positif? Waktu pemulihan (dari keterpurukan atau krisis atau depresi atau kesulitan lainnya) ditentukan seberapa cepat kita melakukan hal yang positif ketika kita merasakan emosi yang negatif.

7. Hari ini penting

Buat hari ini berharga. Krisis selalu mendatangkan ketidakpastian. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Kita tidak bisa mengendalikan hari esok, tetapi kita bisa mengendalikan apa yang kita hadapi sekarang. Jika kita bisa membuat hari ini berharga, hal ini akan membuat perbedaan besar. 

Dalam bukunya Make Today Count, John C. Maxwell menulis:

Hanya untuk hari ini ... saya akan memilih dan menampilkan sikap yang benar.
Hanya untuk hari ini ... saya akan menentukan dan bertindak berdasarkan prioritas penting.
Hanya untuk hari ini ... saya akan mengetahui dan mengikuti panduan hidup sehat.
Hanya untuk hari ini ... saya akan berkomunikasi dan memperhatikan keluarga saya.
Hanya untuk hari ini ... saya akan berlatih dan mengembangkan pemikiran yang baik.
Hanya untuk hari ini ... saya akan membuat dan menjaga komitmen yang tepat.
Hanya untuk hari ini ... saya akan mendapatkan dan mengelola keuangan dengan baik.
Hanya untuk hari ini ... saya akan memperdalam dan menghayati iman saya.
Hanya untuk hari ini ... saya akan memulai dan mengembangkan hubungan yang solid.
Hanya untuk hari ini ... saya akan merencanakan dan mempraktikkan kemurahan hati.
Hanya untuk hari ini ... saya akan merangkul dan mempraktikkan nilai-nilai baik.
Hanya untuk hari ini ... saya akan mencari dan mengalami peningkatan.
Hanya untuk hari ini ... saya akan menindaklanjuti keputusan ini dan mempraktikkan disiplin ini.
Dan, suatu hari nanti ... saya akan melihat hasil penggabungan dari setiap hari yang dijalani dengan baik.

Kita tidak tahu kapan krisis ini akan berakhir. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Namun, satu hal kita tahu: kalau kita memperhatikan hari ini dan melakukan hal yang benar hari ini, atau hari ini kita memperbaiki apa yang kemarin belum tepat, segala sesuatu yang lain akan berjalan dengan baik.

8. Refleksi, bukan reaksi

Jika orang selalu melakukan hal yang sama tetapi mengharapkan hasil yang berbeda, itu disebut dengan insanity (penyakit jiwa). Tindakan ini, melakukan hal yang sama terus-menerus, adalah reaksi. Yang harus kita lakukan terhadap krisis yang menimpa kita adalah refleksi bukan reaksi. 

John C. Maxwell membagikan bagaimana caranya ia melakukan refleksi. 

  • Pertama, di malam hari, ambil waktu untuk melihat ulang apa yang terjadi hari itu. 
  • Kedua, tanyakan pada diri sendiri, pelajaran apa yang bisa saya ambil hari ini yang sebelumnya tidak saya ketahui. Bagaimana saya bisa membuat hari ini lebih baik. Apa yang saya sukai hari ini? 
  • Ketiga, berbicara kepada diri sendiri. Brian Tracy dalam bukunya Million Dollar Habits menuliskan bahwa 95 persen emosi kita ditentukan oleh hal-hal yang kita pikirkan dan kata-kata yang kita katakan kepada diri kita sendiri sepanjang hari. Orang paling penting yang saya dengarkan setiap hari adalah diri saya sendiri. 
  • Keempat, mengarahkan diri sendiri. Jim Rohn mengatakan, "One of the best places to start to turn your life around is by doing whatever appears on your mental 'I should' list." Salah satu tempat terbaik untuk mulai mengubah hidup kita adalah dengan melakukan apa pun yang muncul di daftar "saya harus" dalam mental kita. Apakah hari ini ada daftar "saya seharusnya" yang belum saya kerjakan hari ini? Jika ada dua atau tiga daftar "saya seharusnya", apakah besok saya bisa mengubahnya menjadi "saya sudah" melakukannya? 
  • Kelima, mengambil tindakan. James Russell Lovell pernah menulis, "No one can produce great things who is not thoroughly sincere in dealing with himself". Tak seorang pun bisa mengerjakan hal-hal besar jika ia tidak benar-benar tulus dalam menangani diri sendiri. Menangani diri sendiri artinya saya mengambil tindakan atas apa yang sudah saya refleksikan. Apakah refleksi saya membawa saya kepada tindakan? Jika tidak, saya hanya berhenti menjadi filsuf. Namun, jika refleksi saya membawa kepada aksi, maka akan ada perubahan.

Portia Nelson menulis sebuah autobiografi dalam lima bab yang sangat pendek berikut.

I. I walk down the street. There is a deep hole in the sidewalk I fall in. I am lost... I am hopeless. It isn't my fault. It takes forever to find a way out.
II. I walk down the same street. There is a deep hole in the sidewalk. I pretend I don't see it. I fall in again. I can't believe I'm in the same place. But it isn't my fault. It still takes a long time to get out.
III. I walk down the same street. There is a deep hole in the sidewalk. I see it is there. I still fall in...it's a habit My eyes are open; I know where I am; It is my fault. I get out immediately.
IV. I walk down the same street. There is a deep hole in the sidewalk. I walk around it.
V. I walk down another street.

I. Aku menyusuri sebuah jalan. Ada lubang yang dalam di trotoar, aku jatuh. Aku putus asa ... tidak punya harapan. Itu bukan salahku. Butuh selamanya untuk menemukan jalan keluar.
II. Kususuri jalan yang sama. Ada lubang yang dalam di trotoar. Aku pura-pura tidak melihatnya. Aku jatuh lagi. Aku tidak percaya berada di tempat yang sama. Tapi itu bukan salahku. Masih butuh waktu lama untuk jalan keluar.
III. Kususuri jalan yang sama. Ada lubang yang dalam di trotoar. Aku melihatnya ada di sana. Aku masih jatuh ... itu kebiasaan. Mataku terbuka; aku tahu di mana aku berada; Aku yang salah. Aku segera keluar.
IV. Kususuri jalan yang sama. Ada lubang yang dalam di trotoar. Aku berjalan menghindarinya.
V. Aku mengambil jalan yang berbeda.

Kisah pendek ini menggambarkan dengan jelas bagaimana penulis beralih dari hidup reaktif menuju hidup reflektif.

9. Krisis menghubungkan kita dengan orang lain

Cara terbaik untuk menghubungkan diri Anda dengan orang lain adalah mengatakan bahwa Anda tahu apa yang sedang dialami orang tersebut. Sukses memiliki kecenderungan untuk memperbesar jarak, khususnya antara yang sukses dengan yang tidak sukses. Kemalangan dan kegagalan, sebaliknya, menghubungkan seseorang dengan orang lain. Semakin sukses Anda, semakin besar jarak Anda dari orang lain. Lihatlah orang-orang sukses yang punya fans atau penggemar! Ada jarak yang lebar antara artis dan penggemarnya. Namun, orang yang sungguh berhasil seharusnya tidak memperbesar jarak tersebut melainkan menghilangkannya. 

Tahun 1978, ketika di usia dua puluhan, John C. Maxwell berbicara di sebuah forum para pemimpin bersama tiga pembicara lainnya. Ia berbicara terakhir. Tiga pembicara lainnya semua berbicara mengenai keberhasilan-keberhasilan mereka dan John C. Maxwell merasakan adanya jarak yang semakin lebar antara pembicara dengan dirinya dan para peserta lainnya. Ia merasa dirinya menjadi lebih kecil. Sebelum tiba gilirannya ia memutuskan untuk membuat daftar kekagalan dan kejatuhannya sepanjang 3 halaman. Sebelum menyampaikan daftar kegagalannya ia mengatakan bahwa tiga pembicara sebelumnya yang tampak begitu sukses sebenarnya tidak tanpa kegagalan. Mereka juga memiliki kegagalan dan kelemahan. Ketika ia membacakan daftar kegagalannya, orang-orang tertawa-tawa dan sesi terakhir itu menjadi semacam katarsis dan sesi penyembuhan bagi mereka. Di akhir sesi mereka antre untuk mendapatkan salinan kaset rekaman atas daftar kegagalan John C. Maxwell tersebut.

Orang cenderung membedakan atau mempertentangkan antara sukses dan kegagalan. Namun, John C. Maxwell menegaskan bahwa keberhasilan dan kegagalan bukanlah untuk dipertentangkan. Seolah-olah kalau Anda gagal maka Anda tidak sukses dan sebaliknya kalau Anda sukses maka Anda tidak gagal. Setiap orang sukses memiliki banyak sekali kekurangan dan kegagalan. Sukses dan kegagalan harus dipersatukan bukan dipertentangkan. 

Selama puluhan tahun John C. Maxwell selalu bertanya kepada peserta learning lunches yang dihadirinya mengenai kegagalan apa yang sudah mereka alami, kerugian, kehilangan, kemalangan, atau krisis apa yang pernah mereka alami. Karena dalam krisis orang menemukan jiwanya dan kebijaksanaan (wisdom) selalu muncul dari krisis. Kebijaksanaan tidak muncul dari pelajaran yang mudah. Kebijaksanaan selalu muncul dari kesulitan, percobaan, masalah.

John C. Maxwell mengakui ia memiliki banyak kelemahan, banyak kekurangan, dan banyak kegagalan. Dalam masa krisis Corona ini, ia juga memiliki ketakutan, ia juga tidak suka dan merasa tidak nyaman dengan kondisi krisis ini, ia juga mengharapkan semua ini segera berakhir. Ia juga memiliki keprihatinan dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab. Namun, ia mengajak kita tidak fokus pada persoalan dan ketakutan kita karena hal itu hanya akan membuat kita semakin terpuruk, melainkan fokus pada iman. 

10. Dalam masa krisis, selalu lihat gambar besarnya 

Setiap krisis memiliki gambar besarnya. Ketika kita memiliki gambaran kecil mengenai krisis yang kita hadapi, gambaran kita kecil karena kita hanya melihat diri kita sendiri. Setiap kali kita fokus pada masalah kita sendiri, gambarnya menjadi sangat-sangat kecil. Kita tidak bisa melihat orang lain karena yang kita lihat hanya diri kita sendiri. Gambar besar mencakup orang lain. Ketika berhadapan dengan krisis ini, jangan hanya melihat diri kita sendiri, melainkan lihat juga orang lain. Ini pesan penting yang ingin disampaikan John C. Maxwell kepada kita melalui summit ini. Ketika kita melihat orang lain dalam gambaran kita, kita akan keluar dari diri kita sendiri. 

Orang yang belum matang adalah orang yang hanya bisa melihat masalahnya sendiri. Semuanya mengenai dirinya sendiri. Kedewasaan adalah proses memahami bahwa dunia ini terdiri dari orang lain. Saya hanyalah satu dari jutaan atau miliaran orang. Ketika kita hanya fokus pada diri kita, kita akan melewatkan jutaan atau miliaran orang lainnya. Ketika kita melihat gambar besar saat itu juga perspektif kita mulai berubah. Richard Hendrick seorang bruder Fransiskan menulis puisi yang sangat indah berjudul "Lockdown" yang membantu kita memiliki perspektif yang tepat mengenai krisis Corona ini: Berikut sebagian kutipannya

Listen, behind the factory noises of your panic
The birds are singing again
The sky is clearing,
Spring is coming,
And we are always encompassed by Love.

Dengar, di balik suara bising kepanikan, Burung-burung bernyanyi lagi, Langit kembali cerah, Musim semi akan datang, Dan kita selalu diliputi oleh Cinta.

11. Kesulitan membuat orang lebih kuat

Kekuatan kehendak atau tekad (willpower) kita itu seperti otot. Kalau kita melatih otot kita, otot kita semakin kuat. Demikian pula, krisis, kesulitan, kemalangan akan melatih otot kehendak dan tekad kita menjadi lebih kuat. Ernest Lawrence Thayer menulis puisi berjudul "Friendly Obstacles" dan di bait pertamanya kurang lebih berbunyi seperti berikut: 

For every hill I've tried to climb, For every stone that bruised my feet, For all the blood and sweat and grime, For blinding storms and burning heat, My heart sings but a grateful song. These are the things that made me strong!

Untuk setiap bukit yang harus kudaki, untuk setiap batu yang membuat kakiku memar, untuk semua darah dan kerinat dan kotoran, untuk badai yang dahsyat dan panas yang membakar, tetapi hatiku menyanyikan lagu syukur: Inilah hal-hal yang membuatku kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun