Lembaran putih disudut meja teronggok setia menemani debu begurau dan tertawa
Disisinya segerombolan pena hanya diam mematung tak bernyawa
Suasana yang biasa terlihat meski penghuninya selalu menghampiri dan mencoba bersua dengan hatinya yang sepi
Senja itu hatinya bergelitik mencoba mengingat senyum itu
Seperti gayung bersambutÂ
Penapun mulai menari diatas salju rapuh yang memutihÂ
Derai hujan bersumber hati, deras mengalir tak terbendung
Menggambarkan kerinduan yang mendalam pada senyum itu
Sorakan semangatnya selalu membangkitkan jiwa yang tlah pasrah
Tiada tanya dari sebuah pena berorkes jeritan sukma
Hanya mengikuti alunan syahdu murninya cinta
Bukan pada raga, bukan pula pada nama, tapi kalbu yang bersembunyi itu aku cinta
Begitulah kira kira sepenggal kerja keras mata pena yang kadang lebih tajam dari sebuah pedang
Selembar demi selembar hati itu tercetak indah bermakna
Hanya untuk menggambarkan wajah kalbu yang sesak menahan hujaman rinduÂ
Aku merasa bahwa ak hanya sekumpulan guratan pena
Ku sangka ak hanya keisengan disela waktu senggang yang memuakkan jiwa
Namun baginya aku ternyata lebih berharga sebagai teman setia pencurah rasa