Mohon tunggu...
wahyudi
wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Tidak ada kata terlambat Semua orang datang di waktu yang tepat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kerancuan Batas Usia Baligh dalam Hukum Perkawinan Negara Muslim: negara Indonesia dan Solusinya

26 Mei 2025   03:23 Diperbarui: 26 Mei 2025   03:23 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum dalam menentukan batas usia perkawinan (by AI) 

Kerancuan Batas Usia Baligh dalam Hukum Perkawinan Negara Muslim: Negara Indonesia dan solusinya

Pernikahan adalah salah satu fase penting dan seringkali dijadikan sebagai syarat sempurnahnya agama dalam kehidupan manusia yang seharusnya dilandasi oleh kesiapan lahir dan batin. Namun, di sejumlah negara Muslim seperti Arab Saudi, Indonesia, dan beberapa wilayah lain, penentuan usia minimum menikah masih sering didasarkan pada konsep baligh atau kedewasaan biologis semata. Dalam Islam, baligh memang menandai seseorang sudah bisa memikul tanggung jawab hukum. Tapi apakah baligh otomatis berarti seseorang sudah siap menikah?

Di lapangan, kita seringkali melihat bahwa banyak anak perempuan yang dinikahkan ketika baru berusia 13--16 tahun, dengan alasan sudah baligh. Padahal, banyak dari mereka belum memiliki kesiapan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh tantangan. Fenomena ini tidak bisa dianggap enteng, karena sering kali berujung pada perceraian dini, kekerasan dalam rumah tangga, tanpa disadari hal tersebut menyebabkan terhambatnya pendidikan dan masa depan anak, terutama perempuan.

Di sisi lain, syariat Islam sebenarnya tidak pernah secara mutlak mewajibkan seseorang menikah segera setelah baligh. Islam sangat menjunjung tinggi kemaslahatan, dan bahkan dalam banyak konteks, mensyaratkan adanya rusyd atau kedewasaan berpikir dan bertindak dalam hal-hal penting, termasuk pernikahan. Al-Qur'an sendiri memberikan penekanan pada pengujian kecakapan (QS. An-Nisa: 6) sebelum seseorang diberikan tanggung jawab besar. Artinya, baligh memang syarat awal, tapi tidak cukup jika tidak disertai kematangan akal dan emosional.

Sayangnya, banyak kebijakan negara yang masih terpaku pada pendekatan tekstual semata, tanpa memperhatikan realitas sosial dan dampaknya pada generasi muda. Di Indonesia, meskipun usia minimum menikah telah disamakan menjadi 19 tahun, praktik dispensasi masih banyak diberikan, bahkan tanpa evaluasi yang ketat. Ini menunjukkan bahwa secara hukum kita sudah melangkah maju, tapi dalam praktik sosial dan kultural, kita masih tertinggal.

Langkah atau solusi yang bisa ditawarkan/diberikan untuk menentukan kesiapan seorang untuk menikah:

Pertama, negara dan lembaga keagamaan perlu bekerja sama memperluas pemahaman bahwa baligh bukan satu-satunya indikator kesiapan menikah. Kesiapan emosional, pendidikan yang cukup, dan dukungan sosial harus dipandang sebagai faktor penting dalam mempersiapkan kehidupan .

Kedua, sistem dispensasi perkawinan anak harus diperketat. Harus ada data/informasi secara psikologis dan sosial terhadap calon mempelai yang ingin menikah di bawah usia ideal. Bila tidak memenuhi unsur rusyd, maka dispensasi seharusnya ditolak demi kemaslahatan anak tersebut.

Ketiga, memberikan pendidikan pranikah berbasis nilai Islam dan realitas sosial harus diperkuat. Anak-anak muda zaman sekarang terutama yang terkontaminasi oleh kecanggihan teknologi (media sosial) perlu diberikan pemahaman bukan hanya soal fiqh pernikahan, tapi juga dinamika rumah tangga modern, komunikasi, tanggung jawab, dan pentingnya persiapan mental.

Terakhir, kita harus mulai menanamkan nilai bahwa menikah bukan perlombaan siapa lebih cepat. Islam sendiri tidak memaksakan usia menikah, melainkan mendorong umatnya untuk memikirkan kemaslahatan, kesiapan, dan keberlanjutan dalam membangun keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun