Setelah berhenti sejenak, dan yakin bahwa di tempat itu tidak ada orang yang sedang mengawasinya, pemuda itu segera meloncat ke sebuah batu. Â Kemudian melenting dengan ringannya ke batu lain. Â Demikian terus ia lakukan berulang-ulang sambil melontarkan jurus-jurus ilmu yang ia pelajari digoa.
Meski malam begitu gelap, dicahayai sinar bintang-bintang dilangit saja, namun penglihatan Sembada amatlah tajam. Â Dari jarak tertentu ia mengenali mana batu yang posisinya agak goyah jika diinjak, dan mana yang kokoh untuk jadi tumpuan ia melenting.
Jika ada mata yang memandangnya tentu orang itu akan terkesima. Â Tubuh tegap berotot itu seperti kapuk yang ringan melayang-layang dari satu batu ke batu yang lain. Â Bahkan tubuhitu denga luwesya berjumpalitan di udara.
Ketika terdenganr ayam berkokok yang pertama kali, Sembada menghentikan latihan keringanan tubuhnya. Â Ia ingin mengakhiri latihan malam itu dengan mencoba kembali ilmu pamungkas yang telah dimilikinya.
Ia keluarkan cambuknya dari balik baju yang telah basah oleh keringat. Â Ia pegangi tangkainya dengan tangan kanan, tangan kirinya memegang ujung cambuk itu. Â Kedua tangannya ia angkat ke atas, seperti orang yang tengah melakukan sembah kepada Sang Maha Dewa, kemudian menariknya kebawah keduanya hingga ke dada.
Setelah getaran hawa sakti mengalir dari jantungnya menuju tangan kanannya, ia putar cambuknya hingga menimbulkan suara dengung yang dahsyat. Â Kemudian ia sentakkan ujung cambuk itu mengarah ke sebuah batu hitam di dekat tebing sungai.
Terlihat cahaya putih kebiruan meloncat dari ujung senjata itu, kemudian meluncur kesasaran yang ditujunya, sejenak kemudian terdengar ledakan dahsyat. Â Batu hitam itu hancur menjadi debu.
Sembada diam meredakan getaran hawa saktinya. Â Dan menariknya kembali masuk jantungnya. Â Kemudian ia mengamati batu hitam yang telah hancur itu. Â Ia menarik nafas dalam. Â Ia mengucap syukur kepada Hyang Agung telah dikaruniai ilmu yang dahsyat itu.
Sembada mencium tangkai cambuknya yang berbau wangi karena sering diolesinya dengan minyak melati.
Sembada duduk sebentar di atas sebuah batu. Â Ia pandangi air yang mengalir pelan di bawahnya. Â Ketika ayam telah berkokok berulang kali ia segera melompat ke tebing sungai. Â Sebentar lagi matahari akan segera memancarkan sinarnya ke bumi.
Sampai di rumah ia langsung ke pakiwan. Â Dengan timba dari bambu petung ia mengisi bak mandi sampai penuh. Â Sebentar lagi simboknya tentu akan bangun, untuk pergi ke pasar menjual ikan hasil tangkapannya.