"Persetan !!" Â Jawab Wadasgempal.
Namun belum selesai Wadas Gempal mempersiapkan serangannya lagi, maka seorang anak muda rombongan orang berkuda itu menyerangnya dengan dahsyat. Â Pedangnya berkelebatan mengancam leher dan kepala Wadas Gempal.
Trembolo yang terluka lengannya mencoba minggir dari arena. Ia mengobati lukanya dengan bubuk obat untuk mencegah darahnya menetes terus. Â Hatinya benar-benar kesal, namun juga terselip rasa malu. Â Lebih-lebih jika ia pandang Ki Lurah Gagakijo yang selalu memelototinya.
Di halaman kedai itu tidak lagi terjadi sebuah perang tanding. Namun terjadi sebuah pertempuran berkelompok. Â Dua belas orang anggota kelompok berkuda melawan 8 orang kelompok lelaki kekar dan kasar.
Ternyata Gagakijo pemimpin gerombolan lelaki kasar itu memiliki ilmu yang tinggi. Â Menghadapi pemuda gemuk bersama gadis berpedang itu nampaknya ia mampu meladeninya. Â Geraknya keras, kasar dan cepat. Â Disertai teriakan-teriakan yang kasar pula.
Namun Gagakijo tidak bisa menutup mata. Â Anak buahnya satu persatu tidaklah memiliki kelebihan dari masing-masing orang dari kelompok orang berkuda itu. Â Mereka tentu pengawal-pengawal terpilih dari sebuah kademangan yang besar. Kemampuan mereka satu persatu tak ubahnya seorang prajurit.
Apalagi di antara anak buahnya ada yang harus melawan lebih dari satu orang. Â Maka pertempuran ini ia pikir tidak perlu dilanjutkan, hanya akan menjatuhkan korban yang sia-sia. Â Maka terdengarlah suara suitan yang nyaring memenuhi udara halaman kedai makanan itu.
Anak buahnya segera tanggap. Â Mereka meloncat ke belakang dan berbalik untuk melarikan diri. Â Ketika gadis dan pemuda gemuk itu hendak mengejarnya, maka kembali ia membalikkan badan. Â Sebuah belati meluncur dengan cepatnya mengarah dahi gadis itu.
Pemuda itu melihat kilatan cahaya matahari pada bilah belati yang meluncur mengancam jiwa gadisnya. Â Dengan sigap ia meloncat dan menggerakkan pedangnya dari bawah ke atas memukul belati itu. Â Terdengar suara berdenting dua logam beradu, belati itu berubah arah sejengkal lewat kepala si gadis.
Gadis itu merundukkan kepalanya. Â Hatinya berdebar-debar. Â Hampir saja sebuah belati menancap di dahinya.
Waktu yang sekejab itu dimanfaatkan Gagakijo untuk meloncat melarikan diri menyusul anak buahnya.
Dua belas orang lelaki menghentikan pengejarannya. Â Mereka kemudian berdiri termangu-mangu sejenak. Â Tak satupun musuh yang berhasil mereka jatuhkan. Â Hanya seorang yang tergores pedang lengannya oleh gadis dalam rombongan orang berkuda itu.