Mohon tunggu...
Wahyu Bimantara
Wahyu Bimantara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Nuklir Sebagai Diplomasi Koersif Korea Utara dalam Mencapai Kepentingan Nasionalnya

1 Desember 2021   22:57 Diperbarui: 1 Desember 2021   23:43 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini dapat kita telusuri dari kenyataan bahwa Korea Utara menghadapi konsekuensi politik dan ekonomi akibat Perang Korea dan hubungan yang terisolasi dari dunia internasional. Senjata nuklir digunakan  untuk menekan komunitas internasional agar memasukkan Korea Utara ke panggung dunia. 

Selain itu, Korea Utara ingin mempromosikan kepentingan lain, khususnya pencabutan sanksi keuangan internasional yang diterimanya. 

Dalam sistem internasional yang anarkis, stabilitas  dicapai melalui keseimbangan kekuatan. Keseimbangan ini bersifat dinamis, yaitu dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perubahan yang berkembang baik melalui diplomasi maupun perang, baik secara nasional maupun internasional. 

Alasan Korea Utara menggunakan energi nuklir sebagai alat diplomatik terutama karena kelangsungan hidup rezim tersebut. Korea Utara  memiliki kemampuan serangan nuklir  sebagai alat diplomasi dan juga untuk menjamin kelangsungan hidup rezim Pyongyang  , yang tidak lain adalah rezim komunis yang  ingin eksis di dunia.

Korea Utara menggunakan nuklir sebagai bentuk diplomasi koersifnya dengan negara negara yang dituju demi meraih kepentingan nasionalnya. Berikut adalah alasan-alasan mengapa Korea Utara menggunakan nuklir sebagai instrumen diplomasi koersifnya:

1. Rezim Pyongyang

Meskipun Perang Korea  berakhir lebih dari lima dekade yang lalu (1953), Perang Korea secara teknis  belum berakhir karena situasi Perang Korea memburuk setelah penandatanganan perjanjian gencatan senjata dan bukanlah upaya untuk perjanjian damai tetapi hanya sebuah upaya gencatan senjata saja. 

Korea Utara terus merasa terancam dengan pengiriman 27.000 tentara AS ke Korea Selatan dan 47.000 tentara AS lainnya di Jepang. Korea Utara tidak akan melupakan bagaimana China menghadapi ancaman serangan nuklir AS sebanyak tiga kali pada 1950-an.  

Delapan tahun kemudian (1972) Presiden AS Richard Nixon melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing untuk menormalkan hubungan antara AS dan China. Selama pemerintahan Bush Junior , Korea Utara dianggap sebagai bagian dari "poros kejahatan" dengan Iran dan Irak. 

Dunia melihat Amerika Serikat menyerang dua negara berdaulat, Afghanistan dan Irak. Hal ini memberi Pesan yang jelas untuk Pyongyang  yaitu; 

Pertama-tama, tidak ada hukum internasional yang dapat melindungi suatu negara dari tindakan negara adidaya Amerika Serikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun