Mohon tunggu...
Wahyu Bimantara
Wahyu Bimantara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Nuklir Sebagai Diplomasi Koersif Korea Utara dalam Mencapai Kepentingan Nasionalnya

1 Desember 2021   22:57 Diperbarui: 1 Desember 2021   23:43 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Diplomasi koersif merupakan salah satu dari sekian banyak jenis diplomasi yang masih ada hingga saat ini. Sifat diplomasi ini sendiri mempengaruhi negara musuh dan menyebabkan pemberhentian aksi. Dalam dinamika politik dunia, diplomasi koersif dapat dikatakan berhasil jika mengacu pada dua aspek. 

Pertama, ultimatum penuh, yang menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan dalam tuntutan terhadap negara tujuan, yaitu permintaan yang  sangat tepat dan jelas, memberi negara tujuan tenggang waktu  dalam pelaksanaan kerjasama yang diprakarsai dan terakhir yaitu ancaman yang jelas  ditujukan kepada negara yang ditunju jika tidak mau bekerja sama. 

Kedua, ini adalah pendekatan "coba dan lihat". Dalam pendekatan ini, negara yang melakukan diplomasi koersif hanya  memberikan permintaan yang spesifik dan jelas.  Pendekatan ini mencoba melihat reaksi apa  yang muncul dan diperoleh dari negara tersebut. 

Setelah melihat reaksi negara tersebut, barulah negara yang menggunakan diplomasi koersif ini  dapat menyusun langkah selanjutnya yang diberikan ke negara yang ingin dituju. (Alunaza, n.d.)

Setelah penggunaan pertama bom atom oleh AS di Jepang pada Agustus 1945, dunia seketika langsung berubah dalam melihat perang. Laporan dan gambaran dari kehancuran total yang disebabkan oleh dua bom yang dijatuhkan AS di Nagasaki dan Hiroshima menegaskan bahwa sifat perang telah berubah selamanya. Meskipun AS adalah negara bagian pertama yang berhasil meledakkan bom nuklir, negara lain juga sedang meneliti teknologi tersebut. 

Negara kedua yang berhasil meledakkan bom adalah Uni Soviet (1949). Inggris (1952), Prancis (1960) dan Cina (1964) menyusul. Ketika jumlah negara yang memiliki senjata nuklir meningkat dari satu menjadi lima, ada ketakutan yang nyata bahwa senjata berbahaya ini akan berkembang biak secara tak terkendali ke banyak negara lain.

Korea Utara sekali lagi menjadi fokus perhatian dunia saat mengembangkan program nuklirnya. Setelah Korea Utara mengambil langkah menuju swasembada pangan dan nasionalisasi seluruh antero negeri dan industrinya , ia mulai memperluas industri nuklirnya untuk memodernisasi persenjataan militernya. meskipun tujuan awalnya damai. 

Dalam konteks nuklir, Korea Utara berperan dalam memposisikan energi nuklir sebagai kepentingan dalam permasalahan sistem kebijakan luar negeri negara tersebut. 

Dalam konteks ini, diakui bahwa senjata nuklir  memiliki keunggulan tambahan dibandingkan senjata konvensional lainnya.Ada beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menjelaskan ketertarikan suatu negara terhadap senjata nuklir.

Namun dalam konteks Korea Utara, ada dua faktor yang digunakan untuk menjelaskan kepentingan ini, yaitu kapitalisme kekuatan militer konvensional  dan  kepentingan politik Korea Utara dalam rangka menciptakan stabilitas negara yang lebih baik. Tenaga nuklir diyakini memiliki kemampuan  untuk memperkuat posisi negosiasi Korea Utara di kancah internasional. 

Melihat pernyataan tersebut, uji coba nuklir dapat diartikan sebagai bagian dari strategi kebijakan luar negeri Korea Utara yaitu diplomasi Koersif untuk peningkatan kapasitas, yang juga bertujuan untuk memperkuat posisi negosiasi politiknya di tingkat internasional. 

Hal ini dapat kita telusuri dari kenyataan bahwa Korea Utara menghadapi konsekuensi politik dan ekonomi akibat Perang Korea dan hubungan yang terisolasi dari dunia internasional. Senjata nuklir digunakan  untuk menekan komunitas internasional agar memasukkan Korea Utara ke panggung dunia. 

Selain itu, Korea Utara ingin mempromosikan kepentingan lain, khususnya pencabutan sanksi keuangan internasional yang diterimanya. 

Dalam sistem internasional yang anarkis, stabilitas  dicapai melalui keseimbangan kekuatan. Keseimbangan ini bersifat dinamis, yaitu dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perubahan yang berkembang baik melalui diplomasi maupun perang, baik secara nasional maupun internasional. 

Alasan Korea Utara menggunakan energi nuklir sebagai alat diplomatik terutama karena kelangsungan hidup rezim tersebut. Korea Utara  memiliki kemampuan serangan nuklir  sebagai alat diplomasi dan juga untuk menjamin kelangsungan hidup rezim Pyongyang  , yang tidak lain adalah rezim komunis yang  ingin eksis di dunia.

Korea Utara menggunakan nuklir sebagai bentuk diplomasi koersifnya dengan negara negara yang dituju demi meraih kepentingan nasionalnya. Berikut adalah alasan-alasan mengapa Korea Utara menggunakan nuklir sebagai instrumen diplomasi koersifnya:

1. Rezim Pyongyang

Meskipun Perang Korea  berakhir lebih dari lima dekade yang lalu (1953), Perang Korea secara teknis  belum berakhir karena situasi Perang Korea memburuk setelah penandatanganan perjanjian gencatan senjata dan bukanlah upaya untuk perjanjian damai tetapi hanya sebuah upaya gencatan senjata saja. 

Korea Utara terus merasa terancam dengan pengiriman 27.000 tentara AS ke Korea Selatan dan 47.000 tentara AS lainnya di Jepang. Korea Utara tidak akan melupakan bagaimana China menghadapi ancaman serangan nuklir AS sebanyak tiga kali pada 1950-an.  

Delapan tahun kemudian (1972) Presiden AS Richard Nixon melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing untuk menormalkan hubungan antara AS dan China. Selama pemerintahan Bush Junior , Korea Utara dianggap sebagai bagian dari "poros kejahatan" dengan Iran dan Irak. 

Dunia melihat Amerika Serikat menyerang dua negara berdaulat, Afghanistan dan Irak. Hal ini memberi Pesan yang jelas untuk Pyongyang  yaitu; 

Pertama-tama, tidak ada hukum internasional yang dapat melindungi suatu negara dari tindakan negara adidaya Amerika Serikat. 

Kedua, hanya kepemilikan senjata pemusnah massal, termasuk senjata nuklir sebagai senjata pemusnah massal, yang dapat menghalangi Amerika Serikat untuk menyerang. 

Terakhir, pada tahun 1964, China berhasil mengasumsikan bahwa efek detterent dari kemampuan serangan nuklir akan menjamin kelangsungan hidup rezim Pyongyang. 

Selain itu, langkah Korea Utara untuk mempertahankan kekuatan nuklirnya adalah untuk melindungi keamanan rezim komunisnya dari agresi militer AS yang dipandang sebagai ancaman, sehingga melalui diplomasi koersif ini, Korea Utara dapat mengancam  Amerika Serikat dan sekutunya.

2. Ekonomi

Keberadaan tenaga nuklir Korea Utara disebut-sebut mengancam eksistensi negara-negara internasional, khususnya Amerika Serikat, terutama dalam hal hegemoninya di kawasan Asia Timur. Kepentingan ekonomi AS di Semenanjung Korea sangat terasa menurun nya akibat dampak dari  keberadaan nuklir Korea Utara. 

Hal itu juga sangat bisa dirasakan oleh negara-negara sekutu seperti Jepang, Korea Selatan, bahkan China, yang dimana negara yang terkait dengan Korea Utara itu sendiri. 

Sebelum berkembangnya kategori negara miskin, kemiskinan Korea Utara sendiri  ditopang oleh beberapa faktor, seperti menurunnya perekonomian negara dengan hilangnya strategi perdagangan dengan Uni Soviet .Selain itu, faktor yang membuat Korea Utara menjadi negara miskin adalah ketidakmampuan Korea Utara untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk menampung industri negara tersebut sehingga membuat negara tersebut mengalami penurunan produksi yangmengakibatkan resesi ekonomi. 

Resesi ini diikuti oleh pendidikan dan kesehatan yang buruk dan tidak memadai, serta banjir, yang kemudian diikuti oleh kekeringan parah selama beberapa tahun. Fenomena ini dimulai pada tahun 1997 dan menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya perekonomian Korea Utara. 

Pada tahun 1990-an, Korea Utara mengalami berbagai  ketidakseimbangan dalam menyeimbangkan perekonomian Korea Utara, yang menyebabkan masuk dalam daftar negara miskin tersebut. 

Perekonomian Korea Utara yang rapuh juga disebabkan oleh proses panjang mendapatkan bantuan dari Organisasi Internasional (PBB) serta utang luar negerinya. 

Faktor kemiskinan Korea Utara juga didukung oleh kegagalan Pyongyang untuk menguji senjata kelimanya,  Taepodong II.Setelah krisis nuklir, Pyongyang mendapat tekanan dari negara-negara internasional, terutama yang berkaitan dengan pengembangan nuklirnya di wilayah Yongbyon. 

Korea Utara untuk menunjukkan kepada rakyat dan masyarakat internasional bahwa  Korea Utara  masih mampu membangun persenjataan  nuklirnya seiring dengan ekonomi negara yang lemah. Adapun Konsesi/kemauan yang diajukan oleh Korea Utara yaitu  penghentian untuk sementara program nuklirnya atau izin inspeksi IAEA  dengan imbalan yaitu bantuan makanan dan bahan bakar dari China dan Korea Selatan dan pembangunan reaktor nuklir sipil di  Korea Utara dan Jepang. Korea Utara bahkan meminta konsesi  di meja perundingan karena Pyongyang menuntut agar Washington menarik rekening $25 jutanya, yang dibekukan di Makau pada 2005, sebelum kembali ke meja perundingan. 

Pada tahun 2003, Korea Utara juga mengumumkan niatnya untuk mengembangkan tenaga nuklir. Senjata untuk menghemat uang untuk militernya Dengan pencegahan nuklir, Pyongyang berharap untuk mengurangi kekuatan pasukannya menjadi 1,1 juta  dan mengalokasikan lebih banyak uang untuk ekonomi sipil korea utara tersebut.

3. Keamanan

Untuk Korea Utara, program nuklir adalah sebuah cara yang sangat efektif untuk berdiplomasi kepada Amerika Serikat dan juga mengarah pada langkah-langkah negosiasi. Dewan Keamanan PBB (DK) segera mengadakan pertemuan darurat untuk meninjau perkembangan terakhir di Korea Utara. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadakan pertemuan di New York dan akan bekerja sama dengan para mitranya untuk mengusulkan tanggapan dari masyarakat internasional.  

Selain mengembangkan dinamika politik internasional,  Korea Utara juga menggunakan teknologi nuklirnya sebagai instrumen diplomasi, yakni dalam bentuk diplomasi koersif, untuk mencapai tujuan atau kepentingan nasionalnya. 

Sehingga kita dapat melihat bahwa kepentingan nasional Korea Utara, Sehingga kita dapat melihat bahwa kepentingan atau tujuan nasional Korea Utara dalam kepemilikan senjata nuklir adalah: 

1. Menjaga keamanan rezim Korea Utara, karena pada umumnya Pyongyang melihat Washington sebagai ancaman utama di kawasan Asia Timur. 

2. Dengan mempunyai senjata nuklir, Korea Utara akan mengguli dalam negosiasi  internasional, khususnya dalam hubungannya dengan Amerika Serikat. 3.Memenuhi kebutuhan sumber daya negara dengan tenaga nuklir yang dimilikinya, Korea Utara, jika diminta untuk menutupnya dan setuju, imbalan hal itu dihargai dalam bentuk pengiriman besar bahan bakar diesel atau pencabutan sanksi ekonomi yang dikenakan padanya. 

Korea Utara hanya ingin bernegosiasi langsung dengan AS dan bukan dengan Korea Selatan,korut melihat bahwa korsel hanyalah sebagai  negara boneka AS. Dengan langsung bernegosiasi  dengan Amerika Serikat, Korea Utara memberi sinyal kepada dunia bahwa mereka adalah lawan yang sebanding dengan Amerika Serikat. Kombinasi elemen militer, ekonomi, dan politik  membuat Korea Utara unik. 

Secara umum, negara-negara mengembangkan senjata nuklir dengan tingkat kerahasiaan tertinggi untuk menghindari campur tangan eksternal. Tetapi rezim Korea Utara melakukan  yang sebaliknya dengan secara terbuka mengakui keinginannya untuk menjadi sebuah negara yang diperhitungkan baik di regional dan non regional. 

Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Cina. Negara- negara ini harus lebih menyikapi serius dalam menemukan jalan keluar atau upaya-upaya dalam menghentikan pengembangan senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara Setiap tindakan yang diambil dalam menghadapi Korea Utara juga harus dipikirkan matang-matang terlebih dahulu agar tidak meningkatkan ketegangan, yang memicu tindakan lebih kejam dan mengancam perdamaian dunia (Purwono & Zuhri, 2010).

References

Alunaza, H. (n.d.). 3 Faktor Penentu Keberhasilan Diplomasi Koersif. Retrieved from Reviewnesia.com: https://reviewnesia.com/keberhasilan-diplomasi-koersif/

Purwono, A., & Zuhri, A. S. (2010). PERAN NUKLIR KOREA UTARA SEBAGAI INSTRUMEN DIPLOMASI POLITIK. SPEKTRUM Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional, 7-11.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun