Hal yang paling unik dalam diri manusia adalah kesombongan mereka. Sebab sadar atau tidak, karena kecerdasan manusia yang tahu, mereka membuat aturan berlaku mengenai kehidupan ini dan Seluruhnya. Bahwa cara mereka hidup dan mengatur kehidupan harus sama dengan segala hal di alam semesta bekerja.
Katakan saja mengenai bahwa kehidupan di muka bumi ini dikuasai manusia, mereka menjadi orang paling sadar, sehingga kehidupan yang lain disingkirkan. Manusia, mereka adalah orang yang setidak-tidaknya bisa menciptakan senjata untuk membunuh mahkluk lain, bahkan sesama manusia bisa berperang dengan banyak alasan. Dengan kata lain, sejauh ini manusia sudah menjadi mahkluk paling berkuasa dimuka bumi.
Ketika mereka berfikir, maka berbagai hal dinarasikan. Termasuk soal Tuhan yang mereka sembah, catatan penting adalah Tuhan begitu banyak di dunia, termasuk kepercayaan dan agama-agama tersebar luas dengan segala bentuk dogma. Mereka sama-sama mengklaim kebenaran, selagi pula membawa argumentasi tidak rasional dengan alasan bahwa Tuhan menciptakan. Namun yang pasti, pembuktian tehadap Tuhan harus sesuai dengan apa yang mereka yakini, dan disinilah letak kesalahpahaman yang seringkali terjadi. Bahwa manusia mengatakan bahwa keyakinan mereka benar dan semua agama dan keyakinan didunia ini salah, kecuali apa yang mereka yakini itulah yang benar.
Jahatnya, manusia dengan kesombongan mengatakan bahwa cara berfikir mereka dalam beragama mengkonfirmasi bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan. Dengan argumen bahwa alam semesta ini punya awal, maka Tuhanlah yang menciptakan awal itu. Ketika ada sesuatu benda dibuat, maka alam semesta ini juga dibuat, dan jawaban manusia adalah Tuhanlah yang menciptakan segala-galanya.
Namun ilmu pengetahuan tidak langsung membenarkan, mereka mengupayakan ruang terbuka, terlepas itu kebetulan atau bahkan tidak ada yang tahu sebenar-benarnya terjadi. Banyak misteri dalam kehidupan, namun kesombongan manusia menyatakan keberhasilan kebenaran dalam dogma, mengatakan agama mereka benar, yang lain salah, termasuk ilmu pengetahuan yang dianggap menawarkan fakta, namun dibanjiri dengan ketidakpastian dan relativitas.
Ini titik tersombong manusia, mengatur kehidupan berdasarkan diri mereka. Alam semesta bekerja dengan versi mereka, padahal sejatinya tidak ada yang tahu sama sekali alam semesta ini seperti apa. Dogma agama hanyalah jawaban yang berpihak pada keyakinan masing-masing, bukan jawaban universal. Ilmu pengetahuan pun juga ikut bungkam ketika bertanya soal sejatinya alam semesta ini berasal. Namun jika mengikuti lebih seksama, bahwa alam semesta punya cerita nya sendiri yang tak pernah manusia ketahui, namun dengan ketidaktahuan dan kepasrahan atas jawaban tidak pasti. Maka, agama seringkali menjadi alternatif jawaban paling siap dimungkinkan sebagai jawaban kebenaran.
Kesombongan manusia pada akhirnya menjadikan mereka makhluk yang merasa berhak menafsirkan kebenaran sesuai dengan batas pikirannya sendiri. Mereka lupa bahwa keterbatasan akal tidak mampu menjangkau seluruh rahasia alam semesta, apalagi hakikat Tuhan yang jauh melampaui nalar. Manusia berusaha mendefinisikan, membatasi, bahkan mengklaim kebenaran absolut seakan-akan seluruh semesta tunduk pada logika dan keyakinan yang mereka anut. Padahal, di balik klaim itu tersembunyi kerentanan, manusia tidak pernah benar-benar tahu, hanya berpegang pada keyakinan dan hasil penafsiran yang selalu bisa berubah. Kesombongan itu membungkam kerendahan hati, seakan lupa bahwa posisi manusia hanyalah satu titik kecil dalam lautan luas kosmos yang tak berujung.
Namun, disinilah  paradoks kehidupan manusia, mereka diciptakan atau kebetulan hadir dengan akal budi yang mendorong untuk mencari, tapi pencarian itu sering berubah menjadi penguasaan dan egoisme diri. Alih-alih belajar dengan rendah hati dari keterbatasan, manusia lebih sering memaksakan kehendak demi mengokohkan kebenaran versinya yang dipaksa sebagai kebenaran Satu-satunya dari bagaimana kehidupan ini dimulai dan bekerja. Memang, Ilmu pengetahuan menolak berhenti pada dogma, sedangkan agama menolak tunduk pada relativitas fakta, dan manusia terjebak di antara keduanya dengan kesombongan yang tidak mengenal batas. Padahal, bisa jadi kebenaran bukan untuk dimiliki, melainkan untuk disadari; bukan untuk dikuasai, melainkan untuk dijalani dengan sikap rendah hati. Dalam ruang itu, kesombongan hanya akan runtuh, sebab kehidupan dan alam semesta tetap berjalan tanpa perlu pengakuan manusia, menyisakan misteri yang tak pernah habis untuk dijelajahi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI