"Kau tau kenapa ada namamu dalam kisah ini?. Karena darimulah alasan sebuah hati bisa terpatri"
Wahai pemanis yang menikmati rasa kecut. Kukirimkan seketik kata-kata didalam gawaiku. Menandakan bahwa aku larut dalam perbincangan waktu itu. Andai saja kita tak di waktukan massa. Mungkin saja, senyummu sudah menjadi milikku.Â
"Purnama bersabda kata, kita dikisahkan bagai laksana yang candu akan jatuh cinta"
Wahai mentari yang menantikan senja. Keindahanmu elok di pandang. Kau selalu menghadirkan sebuah kemewahan tiada dua. Ketika aku duduk, mengingat parasmu bagai senja. Indah tanpa dua. Ketika sebuah hati sudah jatuh cinta, maka biarkan nama dan ragamu bisa bercengkarama denganku. Dan jika senyum dan kata-katamu sudah bersendawa, maka biarkan aku tulus mencintai mu.Â
"Kau adalah pesan yang tak pernah kusematkan, dan selalu kubalas dengan ketikan senyuman"
Kepada bulan purnama di bulan Januari. Indamu sudah tak lagi bisa diceritakan. Dengan terpatri kuat, sudah menjadi citra yang melekat. Andai kau tau saja, kamu alasan kenapa aku selalu bisa tertawa setiap hari. Alasan kenapa bumi memihak pada ku yang larut dalam hidup untuk jatuh cinta. Tak takut untuk kecewa. Sebab kepercayaan ku tentang adalah kau memberiku sesuatu, yakni hadiah hati yang bertuliskan namamu yang sudah siap menjadi kita. Sejatinya, matahari pun iri melihat cerita yang dirangkai oleh kita dalam rajutan asmara.Â
"Kepercayaan ku tentangmu sudah mendekati final, itulah alasanku masih mencintamu setiap harinya"
Betapa candunya aku berbincang-bincang denganmu. Aku lupa dengan waktuku untuk yang lain. Kau bagai menghipnotis ku dengan kekuatan jelentik indah bola mata. Senyum mu padaku pun tak bisa aku bagikan kepada orang lain. Karena bagiku, tawamu adalah milikku, rasamu adalah milikku, hatimu adalah milikku, dan itulah harapanku jika ada orang bertanya tentangmu.Â
"Ketika takdir bisa menjadi sahabatku, izinkan aku meminta kamu sebagai takdir yang hadir"