Cerita 1.
Di sebuah perkampungan yang cukup jauh dari kota. Ada sebuah desa yang sanggat menjunjung tinggi adat istiadat dan kebiasaan budaya. Di dalam desa ini, segala aspek kehidupan selalu di pandang dengan bagaimana kamu taat pada peraturan adat dan budaya desa. Jika melanggar maka hukuman yang sanggat berat di berikan kepada pelaku.Â
Namun di desa tersebut hidup dengan aman dan tentram. Kehidupan masyarakat nya sanggat aman dan nyaman. Tidak ada konflik, saling tolong menolong dan masih kuat/kokoh sifat gontong royong masyarakat desa tersebut.
Suatu hari. Salah satu penghuni desa tersebut balik ke desanya yang telah 4 tahun merantau di kota untuk menuntut ilmu. Tokoh tersebut bernama fian. Fian adalah salah satu pemuda yang sanggat cerdas dan berbakat. Sehingga dia mendapatkan beasiswa kuliah ke kota dengan segala tanggungan.Â
Suatu hari fian sedang menikmati sekaligus bernostalgia dengan kehidupan nya di desa. Dan dia berfikir untuk melakukan perubahan di desanya dengan mensosialisi kan pentingnya belajar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desanya.Â
Fian semaksimal mungkin melakukan usaha tersebut dengan cara cara ia mengajari para orang tua yang buta tulis, ibuk-ibuk untuk menghitung dan membaca dan terkhususnya  anak-anak yang tidak di persekolahkan oleh orang tuanya di karenakan keterbatasan biaya.
Waktu itu kegiatan fian tersebut berjalan dengan lancar dan aman. Â Fian menjadi bahagia sebab keinginan nya untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat desanya sudah hampir terwujudkan. Namun itu tidak berlangsung lama.Â
Dua tahun fian menjalani aktivtas tersebut. banyak masyarakat di desanya yang telah melakukan kegiatan belajar tersebut menjadi lebih kritis dan bisa mengeneralisir kelogisan dari sebuah peraturan.
Yang akibatnya dari itu  semua. Para tokoh-tokoh desa memanggil fian dan meminta klarifikasi terhadap tindakan fian yang merubah masyarakat desanya. Fian berfikir bahwa tindakannya selama ini tidak ada yang menyimpang.Â
Sebab pendidikan membawa perubahan buat manusia  untuk menjalani hidup lebih baik lagi dan mencari warna untuk memberikan bahwa hidup  bukan hitam putih saja. para tokoh masyarakat mempojokan fian dengan pertanyaan konyol dan membandingkan dengan peraturan desa. bahwa fian meracuni fikiran masyarakat nya.
Waktu itu fian bisa menjawab dengan selogis mungkin dan semasuk akal mungkin dengan jawaban-jawaban yang membuat para masyarakat waktu itu membenarkannya. Namun tidak dengan tokoh-tokoh masyarakat yang memegang pedoman hidup nenek moyang mereka.Â