Mohon tunggu...
Wadji
Wadji Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Umum Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI)

Love4All

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ada "KAMI" di Antara Kau dan Aku

22 Agustus 2020   22:01 Diperbarui: 23 Agustus 2020   19:02 1590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membawa pesan. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Ketua Komite Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI, Ahmad Yani, seperti dikutip BantenToday.com (19/8), membantah bahwa para insiator dan deklarator KAMI adalah barisan sakit hati. Ia juga membantah anggapan bahwa gerakan ini adalah bentuk dari upaya kudeta Pemerintahan. Menurutnya, tudingan tersebut hanya berasal dari buzzer atau pendengung.

Terlepas dari siapa dan dari latar belakang apa tokoh-tokoh yang tergabung dalam KAMI, yang jelas mereka adalah bagian dari warga negara Indonesia yang dijamin haknya untuk menyatakan pendapatnya. 

Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28E disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. 

Adalah tindakan yang teramat terburu-buru bila ada pihak-pihak tertentu yang menuding bahwa mereka telah melakukan tindakan makar. Bila mereka bersuara keras dan tampak berseberangan dengan kebijakan pemerintah, itu adalah wujud dari kecintaan mereka terhadap masa depan negeri ini.  

Sejarah panjang bangsa kita memang selalu diwarnai dengan penciptaan istilah-istilah yang bertujuan untuk menyudutkan kelompok tertentu yang berseberangan secara politis. 

Sejarah bangsa kita memang diwarnai oleh fanatisme kelompok secara secara membabi-buta, sehingga mengabaikan objektivitas. Sejarah panjang bangsa kita memang diwarnai dengan memanfaatkan "kesucian" Pancasila sebagai alat dikotomi antara "AKU" dan "KAU". 

"KAU" yang tak  sependapat dengan "AKU" dengan sangat cepat divonis sebagai anti Pancasila, meskipun dalam realitasnya mereka yang dalam posisi "AKU" belum tentu orang yang Pancasilais, begitu juga sebaliknya, mereka yang berada di sisi "KAU" bisa jadi sangat "Pancasilais".

Dulu, di era Orde Baru masyarakat dibuat latah. Masyarakat terbius oleh slogan-slogan yang diciptakan oleh penguasa kala itu. Sedikit saja berbeda dengan pandangan resmi pemerintah sudah dianggap makar, sedikit-sedikit anti Pancasila, sedikit-sedikit Komunis. 

Istilah-istilah itu ditelan mentah-mentah oleh mayoritas masyarakat kita. Masyarakat kita miskin informasi, karena santapan rakyat sehari-hari adalah berita-berita dari versi pemerintah saja.

Baru 22 tahun Indonesia menikmati demokrasi, ternyata telah banyak orang-orang yang mulai dijangkiti penyakit anti demokrasi, anti kritik. Tokoh-tokoh yang dulu tergolong kritis dan berteriak lantang membubarkan pemerintahan Orde Baru dan menurunkan penguasanya, namun setelah menduduki posisi penting dalam lingkaran kekuasaan berubah menjadi pribadi yang anti kritik. 

Banyak orang mengidap "alergi kronis" terhadap kritik. Mereka yang telah merasa nyaman dalam posisinya, cenderung sensitif terhadap semua batu sandungan yang dianggap menghambatnya, bahkan sekecil apa pun batu kerikil harus dibuang jauh-jauh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun