Tak hanya persoalan itu saja, ada juga yang lebih menarik dan perlu jadi perhatian bersama yakni soal bupati Mashuri sebagai pemegang kekuasan pengelolaan keuangan daerah yang tidak ada.
Benar, beliau berhalangan sementara karena menjalankan ibadah umroh dan pendelegasian wewewang kepada wakilnya Nilwan Yahya, pertanyaannya mengapa umroh harus diwaktu bersamaan pembahasan APBD-P.
Soal umroh kita yang nentukan jadwal mau kapan, pilihan waktu dalam satu tahun banyak dan beda kasus dengan haji yang sudah ditetapkan satu kali sejagad dunia fana ini.
Sebab fealling berkata lain, APBD-P ini berpotensi akan ada persoalan ke depan, jika tak disesuaikan dengan regulasi yang ada, siapa yang bertanggung jawab penuh.
Ditambah lagi kabarnya, sekali lagi ini kabarnya ketua Tim TAPD yang secara ex-officio adalah Sekda Merangin tak terlibat seutuhnya dalam pembahasan ini. Ada apa?.
Bahkan paripurna penetapan APBD-P beliau juga tak hadir sama dengan Waka II DPRD juga tak tampak pada pengesahan APBD-P, mungkin jadi ada urusan lain.
Saya berfikir bahwa APBD-P Merangin tahun 2022 ada yang salah, ada hal yang belum dapat diterima akal sehat. Jika daerah tak ada uang mengapa belanja harus ditambah hingga 19,1 miliar.
Beranilah hidup sederhana, biarlah apa adanya dan selesaikan saja urusan yang telah ditetapkan pada APBD awal dengan tidak memaksakan nambah belanja baru pada APBD-P ini.
Dimana rasa keadilan sosialmu tuan, apa kita tidak mau belajar dengan kasus 'uang ketok' APBD Provinsi Jambi yang telah ditangani KPK dan hingga kini masih bergulir.
Dengan berbagai persoalan yang penulis paparkan di atas, masak sich KPK tidak tertarik mendalaminya? Bukankan KPK juga memberi rangking Merangin urusan buncit dalam kepatuhan laporan keuangan tahun 2021.
Bukannya KPK pernah menyampaikan warning jangan main-main dengan Pengelolaan APBD dan jangan sampai mereka nginap di Merangin, seperti kata ketua DPRD Merangin.