Sementara pembeli, bisa dirugikan bisa tidak. Kebanyakan pembeli sepertinya tidak akan keberatan dengan barang KW jika harganya murah, apalagi kualitasnya juga ok. Mungkin pembeli baru akan komplain jika kualitas barang kurang berkenan dan merasa rugi sudah membayar sejumlah tertentu untuk barang tersebut. Atau bisa juga ketika pembeli dirugikan karena terkena efek membahayakan. Misalnya membeli madu yang diklaim madu asli, ternyata palsu dan akibatnya keracunan.Â
Selain itu, di Indonesia, selama tidak ada pihak yang menuntut secara resmi atas penjualan barang KW tersebut, maka membeli atau memiliki barang KW tidak merupakan pelanggaran hukum.
Tetapi, untuk kasus barang-barang yang bukan konsumsi pangan, seharusnya penjual juga tidak boleh mengakui barang itu sebagai barang asli, meski kemungkinan efek samping seperti keracunan dan sejenisnya kecil kemungkinan terjadi.Â
Kalau memang KW mengapa tidak terus terang. Mengapa harus ngotot barangnya asli. Asli sih, tetapi merknya nebeng merk milik orang lain. Mengapa pula harus judes terhadap pembeli. Bukankah berjualan online sama saja dengan berjualan tatap muka.
Nampaknya, marketplace juga harus ikut berperan dalam kebohongan seperti itu. Mereka dapat menggunakan AI untuk deteksi awal "kebohongan" semacam itu.Â
Minimal dari perbandingan harga yang signifikan seharusnya sistem dapat mencurigai keaslianya. Demikian pula dari deskripsi yang dituliskan. Seperti tulisan 101%, perlu dipertanyakan maksudnya apa. Memang ada kesalahan pembeli yang sengaja tidak membaca atau memang terlewat, tidak memperhatikan kesalahan semacam itu. Tetapi, alangkah baiknya jika sistem dapat mendeteksi hal-hal seperti itu lebih awal. Seperti di Kompasiana, begitu sistem mendeteksi kata-kata yang masuk dalam list yang "dicurigai", maka tulisan dikarantina untuk pemeriksaan lebih lanjut.Â
Dalam contoh kasus ketiga yang dipaparkan di atas, mungkin sistem dapat mendeteksi kebohongan berdasarkan informasi bahwa merk tersebut tidak menjual sparepart secara ketengan. Jadi, mengapa ada penjual yang menjual sparepart merk tersebut secara ketengan?Â
Dari chat antara pembeli dan penjual, sistem juga dapat mendeteksi sesuatu. Jika belum apa-apa pedagang seperti pasang tameng padahal pertanyaannya tidak menyerang, berarti perlu dicurigai ada indikasi sesuatu yang ditutupi. Bukankah berjualan online juga sebenarnya sama saja dengan berjualan tatap muka? Pedagang tentunya harus sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan pembeli. Penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang sama dan kedua pihak ini memiliki kebutuhan. Penjual membutuhkan jualannya laku, pembeli membutuhkan barang tersebut. Yang terjadi adalah pertukaran uang dan barang diantara mereka. Bukan memberi atau meminta barang secara gratis, sehingga salah satu pihak berhak berlaku "kasar" terhadap pihak lain. Â
Jika ternyata barang-barang yang dalam list toko lolos deteksi awal ini, maka selanjutnya tanggung jawab toko untuk mengirimkan barang sesuai deskripsi yang diberikan. Jika tidak, itu adalah tanggung jawab tokonya.Â
Namun  demikian, marketplace juga harus mempertimbangkan komplain dan review pembeli. Jika ternyata barang yang dikirim tidak sesuai dengan deskripsi yang disebutkan, dan terindikasi penipuan barang KW yang diakui sebagai barang asli dari suatu merk, maka sebaiknya ada sangsi terhadap toko tersebut.Â
Referensi:Â