Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Punya Rumah Bukan Sekedar Faktor Uang, Tetapi Masalah Rejeki Juga

10 Juni 2025   23:05 Diperbarui: 11 Juni 2025   06:55 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mimpi beli rumah (sumber: business2business.co.in)

Saya tergolong cepat menjadi pekerja. Ketika teman-teman seangkatan saya masih berkutat di sekolah, saya malah bekerja. Teman-teman selesai sekolah, saya baru melanjutkan sekolah sambil bekerja. Tentu saja uang hasil kerja saya saat itu lebih diperuntukan untuk biaya sekolah daripada bermimpi beli rumah.

Selesai sekolah, belum berani juga berpikir untuk membeli rumah. Atau mungkin sudah nyaman dengan ngekost saja (?). Tetapi, saya punya mimpi yang lain, yang kira-kira sama seperti membeli rumah, selalu naik seiring waktu. Walaupun tidak semahal harga sebuah rumah.

Saya sempat berusaha menabung untuk mimpi ini. Harapannya, tahun depannya uang tabungan sudah mencukupi. Tetapi ternyata ketika saya cek lagi, harganya sudah naik. Uang tabungan saya tidak mencukupi. Setelah saya pelajari memang tiap tahunnya harganya naik. Jadi, kalau dihitung-hitung dengan penghasilan dan kemampuan menabung saya saat itu, pasti tidak akan pernah nyampe.

Padahal gaya hidup saya biasa-biasa saja. Membelanjakan uang bukan karena gaya-gayaan tetapi karena memang perlu atau memang sesuai kebutuhan.

Menurut saya, kebutuhan tiap orang bisa berbeda-beda, jadi jangan dilihat dari sisi mahal atau murah. Sesuatu bisa dianggap mahal untuk kelompok orang tertentu, tetapi merupakan kebutuhan bagi kelompok orang lain.

Sebagai contoh, ngopi di kafe 'mahal' mungkin terlihat seperti sesuatu yang glamour bagi orang tertentu, padahal orang yang melakukannya mungkin hanya berpikir cepat dan praktis saja. 

Misal, karena butuh internet gratis yang cepat, suasana yang nyaman dan aman untuk bekerja, sedang "kejar tayang" menyelesaikan sesuatu, dan demi kepraktisan yang lain-lainnya yang hanya dia yang tahu, maka dia pilih kafe itu.

Jadi, hal-hal seperti itu adalah kebutuhan, bukan sekedar gaya.

Kalau dia pilih warteg untuk tempat bekerja, jangan-jangan diusir yang punya warteg karena kelamaan nongkrong di situ. Belum tentu bisa numpang charge laptop, HP, dan numpang internet pula. Toiletnya juga susah. Belum lagi laptopnya harus dibawa kalau kebelet ke toilet. 

Malah jadi gak praktis dan bisa-bisa jatuhnya lebih mahal kalau laptop tiba-tiba ngilang saat dititip ke penjaga warteg, untuk ke toilet sebentar. Lha penjaga wartegnya juga punya kerjaan sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun