Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

You Know What, Pusying Tahu Dengar Bahasa Campur-campur!

13 Januari 2022   17:54 Diperbarui: 27 Januari 2022   11:33 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berkomunikasi dengan bahasa Jaksel (PEXELS/GARY BARNES)

"Kalau bingung gimana ngomong Inggrisnya, campur saja dengan bahasa Batak atau bahasa Sunda, toh dia gak akan ngerti juga", begitu kata ayah saya dulu ketika saya berkeluh kesa gara-gara belum fasih berbahasa Inggris, padahal saya sudah bekerja di perusahaan asing dengan atasan langsung bule asal UK.

Kalau dipikir-pikir, benar juga sih saran bapak saya itu. Daripada diam bengong atau a i u e o gak jelas, minimal kelihatan lebih percaya diri dalam berbicara, hahaha.....

Sejak saat itu, saya juga berusaha keras belajar bahasa Inggris, sampai-sampai mencari teman chat yang native speaker. 

Zaman itu belum ada kursus-kursus bahasa Inggris online seperti sekarang, jadi agak susah mencari waktu jika harus ambil kursus bahasa Inggris. 

Lagipula kalau cuma sekadar conversation class, rasanya sudah lewat untuk saya. Saya butuh yang lebih dari sekedar conversation class.

Dan akhirnya, mimpi bekerja di luar negeri terwujud dan saya tinggal satu rumah dengan orang-orang dari negara lain. 

Saya tergolong yang paling ramah nampaknya. Setiap ada orang baru, saya memperkenalkan diri, "Hi, I am Veronika from Indonesia."

Efeknya saya menjadi orang yang paling dekat dengan para penghuni lain yang juga ramah atau yang membutuhkan bantuan. 

Salah seorang teman baik saya adalah seorang wanita berkebangsaan Australia yang besar di Australia namun kakek neneknya masih asli dari Hong Kong. 

Kami sering jalan pagi bersama setiap weekend dan saling menelepon pada jam kantor ketika bosan melanda. 

Suatu hari teman ini bercerita tentang perjalanan dinasnya ke India. Dan iseng saya bertanya, selama di India apakah ia menginap di hotel.

Dan saya sangat terkejut ketika dia bertanya, "Hotel? What is hotel?"

Saya ulangi lagi kata, "Hotel", tetapi dia tetap tidak mengerti. 

Akhirnya saya jelaskan dengan kalimat yang lebih panjang, "Where did you stay during your business trip?" 

Dan barulah dia mengerti. Namun, sesuatu mengganjal dalam pikiran saya, "Apa yang salah dengan kata hotel yang saya ucapkan? Bukankah hotel itu adalah bahasa Inggris?"  

Sampai di rumah, saya cek kamus yang lengkap dengan pengejaannya yang bisa didengar. Dan baru saya mengerti, ternyata saya menyebut kata "hotel" dalam bahasa Sunda. 

Kata yang sama dengan aksen berbeda, sehingga native speaker tidak mengerti. Ok lah berarti saya harus belajar lagi tentang aksen berbahasa Inggris.

Sekarang di Indonesia, ada banyak orang tua yang berbahasa Inggris dengan anak-anaknya, tetapi ada yang menggunakan aksen bahasa Batak, bahasa Sunda, bahasa Betawi, bahasa Mandarin, dan seterusnya.

Agak lucu terdengarnya, belum lagi kalau pengejaannya salah tetapi yang ngomong tidak sadar dan kalau dikoreksi bibirnya mancung ke depan beberapa senti dibandingkan panjang normal, atau bicara dengan ketus," Asal tahu sama tahu aja!"

Di dunia orang dewasa, mulai remaja sampai orang tua, yang disahkan oleh gaya berbicara para selebriti, ada istilah gaya bahasa "anak Jaksel" yang katanya akibat meningkatnya keterampilan bilingual akibat di sekolah menggunakan bahasa Inggris, namun di rumah masih menggunakan bahasa Indonesia. 

Kalau saya sih lebih suka menyebutnya sebagai bahasa orang-orang yang sedang belajar bahasa Inggris. Karena sedang belajar, maka berusaha menggunakan bahasa Inggris sesering mungkin.

Dan kalau tidak tahu apa bahasa Inggrisnya, maka dicampur dengan bahasa Indonesia. Do you know what? Pusying tahu dengarnya!

Ilustrasi bilingual | sumber: gurmentor.com
Ilustrasi bilingual | sumber: gurmentor.com

Memang tidak dipungkiri ada kemungkinan lain mengapa seseorang menggunakan bahasa campur-campur. 

Di satu sisi orang tersebut sudah terprogram untuk berpikir dalam bahasa Inggris, di sisi lain, lawan bicara tidak terlalu mengerti bahasa Inggris, sehingga mau tidak mau terjadilah bahasa campur-campur seperti bahasa Jaksel itu. Tapi apakah itu artinya bilingual?

Setahu saya, bilingual itu adalah kemampuan seseorang berbahasa lebih dari satu jenis dengan fasih. 

Konteksnya adalah bahasa asing dengan bahasa ibu atau dengan bahasa asing lain. Karena kalau bahasa daerah, sering disebut dalam bahasa Inggris dengan istilah dialect. Jadi kata kuncinya adalah, kedua bahasa dikuasai dengan fasih, bukan setengah-setengah.

Beberapa kata bahasa Inggris yang sering terselip (tanpa sengaja) dalam pembicaraan bahasa Indonesia, karena sudah saking kebiasaan dan dianggap bahasa yang umum, misalnya:

  • At least = setidaknya
  • Thank you = terima kasih
  • Ok = baik(lah)
  • Crowded =ramai
  • Which is = yang mana

Rasanya kata-kata itu jika diselipkan atau terselip dalam pembicaraan berbahasa Indonesia, masih enak didengar. Mungkin karena cuma satu-satu kata saja dan penempatannya masih mengikuti tata bahasa Indonesia. 

Tetapi ketika mendengar kalimat-kalimat seperti:

  • Actually ini adalah passion aku. Karenanya aku selalu try my best
  • Aku tahu, God itu baik
  • Aku tuh still cari-cari apa yang aku like

He...he...he...apakah ada grammar atau tata bahasanya? Bagaimana aturannya? 

Aturan berbahasa itu penting lho. Karena kalau tidak ada aturan, then artinya boleh dong saya talk like these:

  • Aku think, kamu harus move on
  • Dari sejak aku masih little child, aku gak close dengan parents aku
  • You know lah, kenapa aku like this

Bahasa itu adalah sebuah alat komunikasi, bukan sekedar gaya-gayaan. Jika Anda terlihat lancar berbahasa dengan gaya yang meyakinkan, berasa paling keren sedunia, namun tidak ada yang mengerti Anda, apa mungkin ada yang salah?

Jika ingin menciptakan bahasa baru, tentukanlah aturannya, yaitu tata bahasanya atau grammar-nya, agar orang lain tahu bagaimana mempelajari polanya. 

Jika masalahnya adalah karena bilingual, biasakan berpikir dalam bahasa Inggris ketika harus berbicara bahasa Inggris, dan berpikir dalam bahasa Indonesia ketika berbicara dalam bahasa Indonesia. Itu baru kemampuan bilingual yang benar-benar fasih, bukan setengah-setengah. (VRGultom)

*) Mengutip sebagian atau seluruh artikel dan mempublikasikan selain di Kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun