Mohon tunggu...
Kevin William
Kevin William Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Football Enthusiast

Menimba ilmu hingga sejenius Guardiola, sambil memahat kata seindah Peter Drury.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Perlukah Aksi Protes Pemain di Piala Dunia Qatar?

11 November 2022   16:43 Diperbarui: 16 November 2022   01:55 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ban Kapten 'OneLove' | Sumber: Sky Sports

Belum lagi setelah kompetisi selesai di tanggal 18 Desember, para pemain harus kembali bermain bersama klubnya di tanggal 26 Desember dan ditambah boxing day plus festive fixture saat tahun baru.

Sampai di sini, kira-kira apakah para pemain sadar bahwa mereka sedang menjadi korban perbudakan oleh kalender FIFA?

Seberapa Efektif Upaya Mereka?

Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya, seberapa efektifkah kampanye-kampanye tersebut? Hal serupa sebelumnya telah dilakukan di berbagai liga di Eropa, contohnya Liga Inggris yang menggiatkan gerakan anti rasisme dan Black Lives Matter dalam setahun terakhir. 

Namun beberapa pemain tetap saja menjadi korban rasisme yang dilakukan oleh fans, seperti yang dialami Wilfried Zaha setelah menghadapi Manchester City pada beberapa waktu lalu. Sementara, FA tetap tidak bergeming atas hal tersebut.

Kampanye 'OneLove' dan kampanye lainnya kurang-lebih akan menimbulkan dampak yang sama dengan gerakan-gerakan sebelumnya. Jika gerakan anti rasisme yang seharusnya didukung oleh semua orang saja masih berdampak minimalis, bagaimana bisa mereka menyuarakan hal yang dibantah habis-habisan oleh sang tuan rumah?

Pertama, menjawab kampanye jersey polos yang dilakukan Denmark, Qatar membantah laporan adanya ribuan korban jiwa dari golongan tenaga migran akibat pembangunan infrastruktur Piala Dunia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. 

Kedua, Khalid Salman, mantan pesepak bola Qatar secara frontal menyatakan bahwa homoseksual termasuk kelainan jiwa. Kalau sudah begini, bagaimana bisa meluluhkan kerasnya hati pihak Qatar hanya dengan sebuah ban lengan berwarna-warni?

Lagipula, memperjuangkan hak asasi kaum LGBTQIA+ di negara Arab sama saja seperti mengisi air ke dalam ember yang bocor. Pada akhirnya, ban lengan bermotif hati pelangi hanya akan jadi atribut pemanis outfit kapten kesebelasan saat bertanding. Jika seluruh tiga puluh dua negara peserta memakainya sekalipun, tidak akan menjadikan hak penyuka sesama jenis tidak haram bagi tuan rumah.

Negara barat mau tidak mau harus mengingat bahwa Qatar yang punya Piala Dunia. Tuan rumah akan tetap mengijinkan para peserta bermain dengan paham ideologi dan politik masing-masing, karena mereka pula yang pada akhirnya menyukseskan turnamen ini.

Perang Ideologi dan Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun