Mohon tunggu...
Vincent NIM 46123120021
Vincent NIM 46123120021 Mohon Tunggu... Sales - Store Manager - Mahasiswa Mercubuana 44 2023/2024

student of Psychology Mercubuana warung buncit. supporting lecturer Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak Mata kuliah Kewirausahaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi KGPAA Mangkunegara IV Kepemimpinan Serat Wedotomo Untuk Meningkatkan Management Skill dan Merumuskan Strategi Bisnis

21 April 2024   12:07 Diperbarui: 21 April 2024   12:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KGPAA Mangkunegara IV.(n.d.).www.kompasnasia.com. 

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) atau dengan nama kecilnya Raden Mas Sudira, merupakan anak ketujuh dari Kanjeng Pangeran Hadiwijaya I dan Bandara Raden Ajeng Sekeli yang merupakan anak dari Mangkunegara II. KPGAA Mangkunegara IV lahir pada tanggal 3 Maret 1811. Sejak kecil KGPAA Mangkunegara IV atau Raden Mas Sudira sudah dikenal oleh kalangannya sebagai orang yang memiliki kepandaian dan kecerdasan. Menurut suatu karya sastra Jawa atau babad, Raden Mas Sudira sudah diangkat menjadi putera angkat KGPAA Mangkunegara II. Raden Mas Sudira kemudian diserahkan kepada Mbok Ajeng Dayaningsih yang merupakan selir dari KGPAA Mangkunegara II untuk diasuh. Sejak kecil Raden Mas Sudira tidak mendaptkan suatu pendidikan yang formal melainkan yang didaptakan adalah pendidikan yang bersifat privat dari tuntunan orang-orang Belanda yang merupakan bagian dari rencana KGPAA Mangkunegara II. 

Pada usia 10 tahun, Raden Mas Sudira diserahkan oleh KGPAA Mangkunegara II kepada saudara sepupunya yakni Kanjeng Pangeran Riya untuk dijadikan sebagai putera sulungnya. Kangen Pangeran Riya pun ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan serta pengajaran kepada Raden Mas Sudira. Kemudian pada umur 15 tahun, Raden Mas Sudira menjadi kadet di Legiun Mangkunegara yang merupakan bagian dari tradisi putera bangsawan tinggi Mangkunegaran yang bersyarat ketika sudah cukup untuk untuk harus mengikuti pendidikan militer. Pendidikan militer Raden Mas Sudira menurut Letnan Kolonel H.F Aukes berbeda dengan pendidikan kadet antara kesatuan tentara Hindia Belanda dengan kesatuan Legion Mangkunegaran. Para perwira yang dilatihan dalam Legion bukan merupakan seorang instruktur melainkan hanya ditugaskan untuk memberikan bantuan dalan memberikan pendidikan pelajaran, yang kemudian dilanjutkan oleh perwira yang senior. Raden Mas Sudira menjalankan pendidikan militernya selama 5 tahun yang kemudian dinyatakan lulus dan ditempatkan sebagai perwira baru di kompi 5.

Dalam waktu bertugasnya yang baru berjalan beberapa bulan di pertempuran, Raden Mas Sudira mendapat kabar berita duka bahwa KPA Adiwijaya I, yang merupakan ayahnya meninggal dunia. Raden Mas Sudira dengan terpaksa diharuskan untuk meminta izin kepada kakeknya yakni KGPAA Mangkunegara II yang pada saat itu menjadinya panglimanya agar diberikan izin untuk pulang dengan bertujuan memberikan penghormatan terakhir kapada ayahnya. Rasa berdukanya pun harus dilalui dikarena Raden Mas Sudira setelah pemakaman kembali kepada pertempuran dimana pasukan Legion Mangkunegara berhasil untuk mengalahkan pasukan dari Pangeran Dipanagera dan juga berhasil untuk menangkap pimpinan dari pasukan yang dikenal dengan nama Panembahan Sungki.

Seiring berjalannya waktu, Raden Mas Sudira mendapatkan gelar Pangeran yang membuat namanya berubah menjadi KPH Gandakusuma. Setelah itu KPH Gandakusuma menikah dengan R.Ay. Semi. Bersamanya mereka dikarunia 14 anak. Pada tahun 1853 KGPAA Mangkunegara III meninggal dunia, sehingga KPH Gandakusuma diangkat menjadi KPGAA Mangkunegara IV. Tidak lama setelah duduk dalam tahtanya, KPGAA Mangkunegara IV menikah dengan R.Ay. Dunuk yang merupakan putri kandung dari Mangkunegara III.

Menurut Wasimo (2012), pada masa kepemimpinannya yang berjalan selama 28 tahun, KPGAA Mangkunegara IV dikenal sebagai sosok pemimpin yang memiliki kepribadian yang kuat, hebat dalam memerintah serta memiliki jiwa seni. Dalam masa pemerintahannya juga, KGPAA Mangkunegara IV mendorong kemajuan dalam beberapa bidang yakni pada bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada bidang pemerintahan, KGPAA Mangkunegara IV mendirikan suatu lembaga selain Kasentaan dan Legiun yang dikenal sebagai Kawedanan yang dipimpin oleh seorang wedana. Kawedanan-kawedanan tersebut adalah:

  • Kawedanan Hamongprojo, Kawedanan ini terbagi menjadi tiga yakni: Satrolukito yang merupakan bawahan carik yang bertugas untuk menulis dan menghitung; Reksa Pustoko, yang bertugas untuk merawat dan menyusun surat penting, Pamongsiswo, yang mengembangkan segi kesenian dan sastra. Kawedanan ini membawahi para guru, murid serta seniman-seniman pada wilayah Mangukenagaran.
  • Kawedanan Katrapraja, terbagi menjadi dua Kemantren yakni: Kartahusada, yang bertugas untuk mengingkat pendapatanMangkunegaran; Martanimpuna, yang bertugas dalam pengelolaan setoran pajak dan pendapatan luar biasa Mangkunagaran.
  • Kawedanan Martapraja, Kawedanan yang hanya terdiri dari satu Kemantren yakni Reksahardana yang bertugas untuk menyimpan dan mengetahui keuangan yang berada di gedong serta mengatur jalur kegiatan masuk dan keluar uang Mangkunegaraan.
  • Kawedanan Karti Praja, Kawedanan yang juga hanya memiliki satu Kemantren yakni Kartapura, yang mengarah pada perbaikan kota dan penanganganan kebaran.
  • Kawedanan Reksawibawa, Kawedanan ini memiliki empat Kemantren yakni: Reksawarasta, yang bertugas untuk pemeliharaan persenjataan; Reksawahana yang bertugas menjaga kondisi kendaraan serta suku cadangnya; Reksabusana, yang bertugas untuk menjaga serta merawat pakaian Praja serta tentaranya;Langen Praja, yang bertugas untuk merawat dan menjaga melengkapi gamelan.
  • Kawedanan Madrapura, Kawedanan ini juga terbagi menjadi empat Kemantren yakni: Madrasana yang bertugas merawat perkakas; Reksa Pradipta,yang bertugas membuat dan menyalakan lampu untuk penerangan; Sapandaya, yang mengurusi masalah minuman Praja; Reksasunggata, yang mengurusi penyediaan konsumsi di istana.
  • Kawedanan Prababaksana, Kawedanan ini memiliki tiga Kemantren yakni:  Reksabaksana yang bertugas untuk memelihara dan membagi bahan pangan; Wreksapandaya, bertugas menyediakan kayu jati untuk bahan bangunan; Tarutala, bertugas membagi sirih, rumput, dan padi.
  • Kawedanan Yogiswara,  Kawedanan ini memiliki tiga Kemantren yakni: Ketib, bertugas mengurusi pernikahan orang yang akan menikah, mengurusi mayat, dan menyelesaikan perkara yang akan dibawa ke surambi; Naib, berwenang menyelesaikan talak, wasiat, dan semacamnya.

Selain itu, KGPAA Mangkunegara IV menjadi perintis usaha pabrik gula bagi Mangkunegaran (Bisyada et al, 2016). Pabrik Gula yang pertama dibangun yakni Pabrik Gula Colomadu yang dibangun pada tahin 1861. Kemudian KGPAA membangun pabrik gula keduanya yakni di Karaganyar yang dikenal sebagai Pabrik Gula Tasikmadu. KGPAA Mangkunegara IV juga memberikan Raden Ranasetra tugas untuk mengelola kebun tebu dan R. Kamp yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola dan melakuka pembangunan pabrik tebu. KGPAA Mangkunegara IV memiliki bebrapa alasan untuk memilih industri gula yakni:

  • Pada saat itu gula merupakan produk yang memiliki banyak peminatnya dan merupakan sebuah tren di pasar dalam dan luar negeri.
  • Ketersediaan bahan produksi yang tanaman tebu memiliki ketesediaan yang banyak di Surakarta.
  • Bertujuan untuk meningkatkan perekonomian Mangkunegaran, dimana pendapatan melalui pajak dan sewa tenah belum dirasa untuk mencukupi.

Awal mula pembangunan industri gula Mangkunegaran itu juga berasal dari penarikan tanah apanage yang berasal dari kontrak sewa tanah pengusaha swasta. Pada saat itu KGPAA Mangkungeran IV memutuskan untuk tidak memperpanjang kombali kontrak sewa tanah kepada perusahaan swasta tersbeut yang berakhir pada tahun 1859 - 1860. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dimana KGPAA Mangkungera IV mendapatkan kecaman keras dari penyewa tanah tetapi beliau masih bersikeras dengan keputusannya. Seiring berjalannya waktu industri gula ini yang pada awalnya dimiliki pribadi oleh keluarga Mangkunegara IV, tetapi diubah menjadi perusahaan Praja pada masa menjelang wafatnya KGPAA Mangkungerara IV. Hal ini dipertimbangkan sebagai pengembangan yang lebih lanjut untuk meingkatkan Praja Mangkunegaran untuk menjadi lebih makmur dengan mendapatkan keuntukngan yang lebih besar lagi.

KGPAA Mangkunegara IV dikenal sebagai sosok yang juga memiliki sisi kesenian. Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis sebanyak kurang lebih dari 42 buku. Dimana diantaranya yang terkenal adalah beberapa komposisi gamelan dan Serat Wedathama. Serat Wedhatama ini merupakan salah satu karya sastra Jawa yang legendaris dikaryakan sendiri oleh KGPAA Mangkunegara IV. Menurut Sumarno dalam Jurnal Patrawidya (2014), Serat Wedhatama merupakan salah satu sastra Jawa kuno yang paling terkenal dimana pada saat itu pada umumnya dibuat oleh kalangan pujanggan Keraton. Serat Wedhatama yang memiliki kepopuleran pada saatnya mempengaruhi beberapa hal, salah satunya sejumlah karya seni kontemporer. Contohnya musikus Gombloh pernah memasukkan sebagian lirik dari Serat Wehatama dalam lagu karyanya yakni Hong Wilaheng. Serat Wedhatama isinya memiliki korelasi yang erat dengan nilai-nilai Jawa dan ajaran agama Islam, hal ini juga dikarenakan KGPAA Mangkunegara IV memiliki latar belakang yang dibesarkan dalam budaya Jawa yang kental dan tradisi Islam Kejawen. Pesan-pesan yang menunjung tinggi budaya Jawa dan kewajiban kepada manusia untuk melaksanakan perintah dari Tuhan dapat ditemui dalam isi Serat Wedhatama. Isi Serat ini juga memuat pesan untuk menodorng manusia untuk berbudi luhur dalam bersikap.

Serat Wedhatama berisi lima tambang macapat atau pupuh dan terdiri dari 100 bait. Kelima pupuh tersebut yakni: Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi. KGPAA Mangkunegara IV juga dikenal sebagai orang yang memiliki jiwa pengerakan ekonomi dan berbisnis dalam masa pemerintahannya, maka dalam karyanya Serat Wedhatama bisa diaplikasikan dalam perkembangan diri untuk meningkatkan management skill dan merumuskan strategi bisnis. Berikut merupakan bagaimana aplikasi perkembangan diri dalam bisnis dengan beberapa isi dari Serat Wedhatama yang dijabarkan dalam beberapa aspek menurut Sumarno (2014);

  • Menghindari diri dari sifat jahat
    • Dikutip dari Serat Wedhatama dalam pupuh 1, Pangkur bait 1 dan bait 2 yang berbunyi:
      • Mingkar-mingkur ing angkara/ akarana karenan mardi siwi/ sinawung resmining kidung/ sinuba-sinukarta/
        mrih kretarta pakartining ilmu luhur/
        kang tumrap ing tanah Jawa/ agama ageming Aji//
        • Yang diterjemahkan berarti, Menghindarkan diri dari kejahatan, karena senang mendidik anak, dibuat dalam bentuk nyanyian, dibuat baik dan indah, agar sejahtera pada perilaku ilmu luhur, kalau diterapkan di tanah Jawa, Agama sebagai pegangan raja.
      • Jinejer neng wedhatama/mrih tan kemba kembanganing pambudi/mangka nadyan tuwa pikun/yen tan mikani rahsa/
        yekti sepa sepi lir sepah asamun/
        • Yang diterjemahkan berarti, agar tidak kendor dalam berusaha, padahal walau tua renta, kalau tidak mengetahui jiwa, sungguh tidak enak seperti ampas tidak berguna, pada saat pertemuan, tidak sopan membuat malu.

Menurut KGPAA Mangkunegara IV, isi dari pupuh dan bait tersebut bahwa sifat jahat yang dimiliki manusia tidak akan memberikan hal yang positif terhadap diri sendiri dan lingkungan, melainkan hanya sebagai penganiayaan. Menurutnya, menjadi seorang raja dalam melakukan tugasnya yaitu memerintah hendak diatas pedoman dengan ajaran agama yang akan menciptakan budi luhur. Budi luhur juga tidak didaptkan dengan semena-mena, melainkan merupakan hasil dari suatu perjuangan yang diusahakan dalam sepanjang hidup. Pembekalan ilmu juga merupakan hal yang penting. Dikutip pada bait kedua bahwa jika kita tidak mengetahui tentang rahsamaka hidupnya tidak akan berguna, sepi dan diibaratkan dengan sebuah sampah.

Dalam berbisnis, kita juga harus berbijaksana dalam pengambilan keputusan, mengetahui pro dan kontra dalam pengambilan semua keputuan berbisnis. Pada awal membangun suatu bisnis atau perancangan berbisnis kita perlu untuk mengetahui banyak hal. Kita perlu mengetahui bisnis apa yang ingin dibangun, yang kemudian dilanjutkan dengan bagaimana bentuk dan jenis produk yang ingin dijualkan. Seseorang juga harus berpengetahuan luas untuk mengetahui apa kondisi dan kebutuhan pasar sehingga dapat memproduksi sebuah produk yang pada kenyataannya sangat diperlukan atau berguna bagi pasar. Kemudian seseorang juga perlu mengambil keputusan dalam pemilihan bahan dasar dan metode produksi produk yang paling efesien dan efektif karena dalam konteks ini keuntungan dalam berbisnis yakni ekeftif dan menguntungkan. Selanjutnya kita juga diperlukan untuk mendalami visi dan misi perusahaan yang bertujuan untuk memberikan dampak yang positif bagi perusahaan sendiri dan masyarakat. Sebuah perusahaan tentu memerlukan ikatan dan kepercayaan yang baik dengan pelanggannya, serupa dengan perusahaan membantu adn melayani kebutuhan masyarakat. Hal ini tentu akan memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. 

  • Perbedaan orang berilmu dan tidak berilmu
    • Dikutip dari Serat Wedhatama dalam pupuh 1, Pangkur bait 3 hingga bait 5 yang berbunyi:
      • Gugu karsane priyangga/nora nganggo peparah lamun angling/lumuh ingaran balilu/uger guru aleman/nanging janma ingkang wus waspadeng semu/sinamun ing samudana/sesadoningadu manis//
        • Yang diterjemahkan berarti; Semaunya sendiri, kalau berkata tidak memakai aturan, tidak mau dikatakan bodoh, mementingkan sanjungan, namun manusia yang sudah bijaksana terhadap simbol, disamarkan dalam kepura-puraan, semuanya diterima dengan baik.
      • Si pengung nora nglagewa/sangsayarda denira cecariwis/ngandhar-andhar angendhukur/kandhane ora kaprah/saya elok alangka longkangipun/si wasis waskitha ngalah/ngalingi marang si pingging//
        • Yang diterjemahkan berarti; Orang yang bodoh tidak menyadari, semakin menjadi-jadi dalam berbicara, panjang lebar membahana, perkataannya tidak merasa, semakin mengagumkan merasa tidak ada yang mengetahui kebohongannya, orang yang bijaksana mengalah, menutupi orang yang bodoh.
      • Mangkono ilmu kang nyata/Sanyatane mung weh reseping ati/Bungah ingaran cubluk/Sukeng tyas yen den ina/Nora kaya si punggung anggung gumunggung/Ugungan sadina-dina/Aja mangkono wong urip//
        • Yang diterjemahkan berarti; Demikian ilmu yang nyata, sesungguhnya hanya memberikan kesenangan di hati, senang (jika) dikatakan bodoh, senang hatinya jika dihina, tidak seperti orang yang bodoh selalu sombong, senang disanjung sehari-hari, orang hidup jangan begitu.

Menurut KGPAA Mangkunegara IV, orang yang memiliki kepandaian atau ilmu pengetahuan dapat menempatkan dirinya dengan benar dan bijaksana. Kepandaian selain membekali manusia ilmu dan sikap yang bijaksana tetapi bisa membuat hati menjadi tentram yang pada akhirnya dapat hidup dengan bahagia. Ketika seseorang merasa dirinya sudah pintar dapat dikritik dari orang lain yang dibawahnya, hal ini bisa menjadi bahan untuk seseorang melakukan instrokspeksi diri dan ingin melakukan perbaikan. 

Dalam berbisnis, hal ini dikaitkan dengan bagaimana kita menjadi sebuah pekerja yang handal dan bagaimana memiliki pengetahuan dalam berbisnis. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan pengetahui diri atau self-knowing, dimana kita harus mengetahui kita sebagai diri sendiri seperti apa, apa yang kita miliki dari segi sifat, positif negatf, kemampuan dan juga ideal atau tujuan yang ingin dicapai. Kita sebagai individu tidak bisa membiarkan diri dalam bertindak dan berpikir dengan ego atau sisi jahat kita. Meskipun kita sebagai manusia tidak akan sempurna dan akan terus memiliki kekurangan tetapi ada pentingnya untuk kita dapat menguasai diri dalam bertindak dan berpikir positif. Dalam kehidupan bekerja dalam suatu perusahaan tentu akan ada persaingan dan permasalahan, kita sebagai individu yang baik perlu untuk bisa menghadapi semua permasalahan dengan profesional tanpa adanya tindakan kejahatan untuk menjatuhkan sesuatu yang merugikan. Kemudian pengetahuan perlu juga untuk dimiliki dalam berbisnis. Tanpa adanya pengetahuan mengenai perusahaannya, proses produksi, penjualan, produk, dst, kita tidak dapat membangun bisnis yang optimal melainkan hanya akan menjadi usaha yang sia-sia.

  • Proses
    • Dikutip dari Serat Wedhatama dalam pupuh 2, Pangkur bait 1 dan bait 2 yang berbunyi:
      • Ngelmu iku kalakone kanthi laku/lekase lawan kas/tegese kas nyantosani/setya budya pangekesing dur angkara//
        • Yang diterjemahkan berarti; Ilmu itu tercapainya dengan proses, mulainya dengan niat sungguh, artinya kas/sungguh membuat kuat, setia usaha penghancur kejahatan.
      • Angkara gung neng angga anggung gumulung/gegolonganira/tri loka lekere kongsi/yen den umbar ambabat dadi rubeda//
        • Yang diterjemahkan berarti; Kejahatan besar di badan banyak sekali, penggolongannya, sampai tiga golongan, kalau dibiarkan menyelimuti menjadi penghambat.

Menurut KGPAA Mangkunegara IV, orang yang memiliki ilmu yang optimal tentu dirinya akan terlapisi dengan perilaku yang baik dan positif. Seseorang akan memiliki hati nurani yang baik dan mudah memaafkan atas kesalahan orang lain. Terutama dalam era globalisasi ini, sikap individualis semakin terlihat dari diri sendiri, Serat Wedatama apabila dicermati lebih dalam maka dapat membantu seseorang untuk menghindari dari sikap-sikap yang buruk dan membentuk karakter yang baik.

Kita sebagai manusia merupakan makhluk sosial, kita memerlukan interaksi dan timbal balik dari manusia lain. Kita juga sebagai manusia tidak bisa menjadi mandiri sepenuhnya seumur hidup, apalagi untuk melakukan sesuatu yang bertujuan ke arah tertentu. Oleh karena itu, dalam berbisnis kita juga memerlukan individu atau berkelompok juga. Hal ini berkaitan dengan self-improvement yang berkesinambungan dengan etika bekerja sama dalam sebuah tim. Dalam sebauh perusahaan kita ada sebuah tim yang sudah dijabarkan dengan pangkat, jabatan dan job desk. Alur pekerjaan perusahaan untuk melibatkan seluruh tim besar perusahaan, hal ini seperumpamaan dengan sebuah roda gigi yang harus bergerak secara waktu yang bersamaan. Isi dari Serat Wedhatama dalam pupuh 2 ini memberikan pesan bahwa kita sebagai manusia yang memiliki ilmu pengetahuan harus akan juga memiliki perilaku yang baik. Maka dalam sebuah perusahaan kita yang memiliki jabatan yang tinggi tentu akan memiliki pengetahuan yang banyak terutama dalam bagaimana bergeraknya perusahaan, keputusan yang harus diambil, jalan paling efektif untuk perusahaan. Namun, tidak hanya itu bahwa kita harus juga memiliki etika yang baik ketika bekerja sama dengan orang lain. Kita tetap harus memiliki pikiran yang terbuka atau open minded ketika mendengarkan kritik, saran atau ide dari rekan kerja lainnya. Hal yang tidak diinginkan yakni kalau kita memiliki rasa ego yang besar dengan merasa kalau kita memiliki jabatan yang lebih tinggi maka kita tidak memperdulikan saran dari rekan kerja lain yang memiliki jabatan yang lebih rendah. Mengingat kembali dalam generasi sekarang dengan era globalisasi, banyak individu yang menjadi semakin individualis, kita perlu terbuka terhadap orang lain dan juga beretika baik dengan orang lain supaya bisa membangun lingkungan kerja yang baik.

Menurut Muchson (2012), Serat Wedhatama selain hanya kerya seni Jawa Kuno tetapi juga sebagai bentuk tuntutan moral. Tuntutan moral tersebut diklarifikasikan bahwa individu memiliki etika pribadi dimana individu sudah mengetahui dan mendalami tuntutan etis yang lebih ditujukan terhadap diri sendiri. Ajaran yang diberikan dalam Serat Wedhatama dalam kultur Jawa, mengajarkan kita untuk mengetahu bahwa pengetahuan mengenai pengembangan hati, rasa, emosionalitas, hingga spiritualitas merupakan hal yang penting dalma kehidupan manusia. 

Daftar Pustaka:

Birsyada, Muhammad Iqbal; Wasino, Wasino; Suyahmo, Suyahmo; Joebagio, Hermanu (2016-06-15). Bisnis Keluarga Mangkunegaran. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. 24 (1): 111. doi:10.21580/ws.24.1.975. ISSN 2461-064X.

Muchson AR, (2012). Nilai-nilai Pendidikan Karakter Berbasis Moral yang Terkandung Dalam Serat Wedhatama. Makalah. Yogyakarta: UNY

Sumarno. (2014). Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Serat Wedhatama. Jurnal Partrawidya, 15(2), hal. 271-298.

Wasino (2012). Moderenisasi Pemerintahan Praja Mangkunagaran Surakarta. Paramita: Historical Studies Journal. 22 (1): 35–36. doi:10.15294/paramita.v22i1.1842. ISSN 2407-5825.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun