Mohon tunggu...
Vina WardatusSakinah
Vina WardatusSakinah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi

Bersama kesulitan pasti ada kemudahan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Buku Menuju Pemikiran Filsafat

17 Februari 2020   23:36 Diperbarui: 17 Februari 2020   23:32 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di Asia sendiri, terdapat beberapa negara yang memberikan perhatian khusus dalam bidang ini, salah satunya China. Bahasa Mandarin yang menjadi bahasa resmi China, kini mulai diperhatikan publik. Banyak orang yang tertarik belajar bahasa Mandarin karena ia memiliki peran penting  dalam bidang pengetahuan.

Bicara masalah kekuasaan, kekuasaan tidak bisa terlepas dari masalah politik. Tidak mengherankan jika kita belajar Sejarah Politik, maka pembahasannya akan mengarah pada orang-orang yang memegang kekuasaan. Seperti : para raja, presiden, para panglima dan lain-lain.

Terdapat banyak pendapat mengenai makna sebuah kekuasaan dalam konteks politik. Budiardjo (1984: 9) menyatakan bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tindakan pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari aktor yang mempunyai kekuasaan.

Kekuasaan adalah hasrat, kemampuan, kapasitas untuk mempengaruhi atau mengontrol orang lain. Dalam hal ini, kekuasaan tidak hanya bertugas untuk mengontrol tetapi juga merupakan bagian yang di kontrol. Kekuasaan biasanya didasarkan kepada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001: 272) kekuasaan yang berupa kekuatan untuk mengontrol secara langsung pada kenyataannnya juga dapat mengontrol hal secara tidak langsung dengan jalan mempengaruhi kondisi mental.

Manusia adalah makhluk yang selalu berkehendak untuk berkuasa (the will to power). Manusia sejak lahir sudah di bekali kemampuan utuk menjadi penguasa dan pengelola alam semesta. Manusia adalah wakil Tuhan di atas bumi ini. Pertama manusia bersikap netral, kekuasaan adalah potensi hidup manusia untuk menciptakan kasih sayang. Dalam perkembangannya, manusia melakukan kontrol untuk mempengaruhi orang lain, sehingga pengetahuan berperan sangat penting.

Dalam pemikiran ilmiah modern sekarang ini, kita perlu menerapkan adagium dari sahabat Ali bin Abi Thalib, yaitu "lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakan." Adagium tersebut mengajarkan bahwa kita harus bersikap terbuka dalam hal informasi dan pengetahuan. Tidak peduli siapa yang menyampaikan, apabila itu benar, maka kita seyogyanya harus percaya.

Foucault, merupakan salah seorang ilmuan yang sering menyoroti masalah kekuasaan. Hal pertama yang beliau kaji bukan mengenai aspek apa itu kekuasaan, melainkan lebih kepada bagaimana kekuasaan itu beroperasi. Beberapa pokok pikirannya yaitu, pertama-tama kuasa bukan milik melainkan fungsi. Dalam pandangan kuasa tidak dimiliki. Kedua kuasa tidak dapat dilokalisasi, tetapi terdapat dimana. Ketiga, kuasa tidak selalu bekerja untuk menindas dan represi, tetapi bisa juga dalam bentuk normalisasi. Keempat, kuasa tidak bersifat destruktif tetapi produktif.

Dalam penjelasan diatas, dijelaskan bahwa kekuasaan tidak selamanya bersifat negatif. Kekuasaan adalah suatu bentuk yang bersifat positif dan produktif. Positivitas dan produktivitas ditopang oleh ilmu pengetahuan. Bisa juga diibaratkan bahwa kuasa dan pengetahuan bagaikan dua buah mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi.

B.     Manusia dan Hasrat Berpengetahuan

Manusia dianugerahi oleh kemampuan, dan bekal kemampuan inilah yang sering disebuat dengan Fitrah. Fitrah merupakan modal awal. Modal ini dapat berkembang atau tidak , tergantung bagaimana orang itu mengelola dan mengembangkannya.

Manusia sejak lahir sudah dibekali dengan beragam alat pengetahuan, sepeti indra, akal dan hati. Ketiga alat ini merupakan modal dasar bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Tetapi, kemampuan tahu tersebut bersifat statis. Untuk mendorong supaya bisa dinamis, diperlukan daya rasa ingin tahu. Mampu tahu dan keinginan tahu saling terpadu dan saling membutuhkan. Tanpa keinginan, kemampuan tidak akan terwujud, demikian pula sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun