Artikel "Belajar dari Nepal: Demokrasi yang Berdarah" yang di tulis oleh Drs. Study Rizal LK., M.Ag mengangkat isu penting tentang bagaimana demokrasi bisa runtuh ketika negara mengabaikan suara rakyat dan menutup ruang komunikasi publik. Artikel ini menggambarkan situasi di Nepal, di mana larangan terhadap platform media sosial menjadi pemicu unjuk rasa besar-besaran. Namun akar masalah sebenarnya adalah ketidakadilan, korupsi, dan nepotisme yang membuat masyarakat frustrasi dan kehilangan harapan. Saat ruang untuk menyampaikan kritik dan protes ditutup dengan kekerasan, legitimasi politik negara justru tergerus, dan demokrasi berubah menjadi alat represi daripada wadah dialog.
Tanggapan terhadap artikel ini menunjukkan betapa krusialnya keterbukaan komunikasi dalam demokrasi sejati. Demokrasi tidak cukup hanya diukur dari pemilu rutin, tapi harus memastikan keberadaan ruang bagi rakyat untuk berbicara, mengkritik, dan menuntut keadilan tanpa takut represi. Kasus Nepal menjadi peringatan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, yaitu menutup ruang publik dan mengabaikan suara rakyat demi mempertahankan kekuasaan.
Hal yang juga penting diperhatikan adalah bahwa legitimasi politik yang rapuh akan menimbulkan ketidakstabilan jangka panjang, walaupun negara mungkin bisa bertahan sementara dengan kekerasan. Akuntabilitas, transparansi, dan keadilan menjadi fondasi utama yang harus dipenuhi agar demokrasi tetap hidup dan mendapat kepercayaan rakyat. Jadi, artikel ini menggarisbawahi bahwa demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang berani mendengar dan melibatkan rakyat secara penuh dalam proses politiknya.
Secara umum, artikel ini menjadi refleksi penting bagi semua negara demokrasi, termasuk Indonesia, untuk terus menjaga komunikasi yang terbuka dan menghormati suara rakyat sebagai sumber kekuatan legitimasi negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI