Mohon tunggu...
Vikri Putra Andana
Vikri Putra Andana Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Hanya ingin berbagi apa yang ada di pikiran untuk dituang menjadi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semua Ini Tentang Sudut Pandang

3 Juni 2020   06:40 Diperbarui: 4 Juni 2020   04:52 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sadar ga? Seiring berkembangnya dunia digital sekarang ini membuat kita semakin mudah untuk saling mengintip kehidupan orang lain. Seperti ketika kita melihat instastory orang lain yang seakan-akan terlihat begitu bahagia, berpose di depan menara pisa hingga menyantap potongan pizza. Tapi, apa yang salah dari itu? Emang sih, gak ada salahnya. Tapi, kenapa sekarang kita jadi mudah untuk menghakimi diri sendiri? Kenapa kita jadi lebih mudah untuk tidak menghargai diri sendiri? Kenapa kita jadi orang yang mudah untuk patah hati berkali-kali? Kenapa coba?

Sadar ga? Semakin kamu mengintip kehidupan orang lain di sosial media, kamu semakin membanding-bandingkan pencapaian orang lain dengan dirimu. Kamu jadi punya standar kebahagiaan yang bukan kamu ciptakan sendiri, melainkan standar kebahagiaanyang itupun hanya hasil pencitraan orang lain di sosial medianya, alias kebahagian palsu. Kamu jadi mudah mengeluh "ah, kenapa hidup gue ga kayak dia ya?''

Nah, balik lagi ke pertanyaan di paragraf awal tadi "apa yang salah dengan itu semua?"

Oke, emang ga masalah kita bermain intip-intipan kehidupan, asalkan selama itu kamu punya sudut pandang yang baik untuk itu. Jika tidak, habis sudah perasaan kamu dimakan yang namanya insecure. Lihat, berapa banyak orang yang akhirnya jatuh rapuh karena tidak punya sudut pandang yang baik. Dimana yang seharusnya mengintip pencapaian orang lain itu berguna untuk evaluasi diri dan intropkesi, namun bagi mereka yang tidak punya sudut pandang, malah menjadi senjata untuk membunuh mental kesuksesan diri sendiri.

Ya, semua ini tentang sudut pandang.

Bagi seorang ahli botani ketika ia melihat sebuah bunga indah merekah, itu akan menjadi sebuah pelajaran penting baginya. Ia akan langsung berfikir tentang pengaruh matahari dengan proses pertumbuhan bunga tersebut, bagaimana proses benang sari yang jatuh cinta pada putik hingga terjadi penyerbukan kasih sayang. Maka, jadilah bunga indah merekah itu.

Berbeda dengan seorang ahli seni, ketika melihat bunga indah merekah tersebut. Bagi mereka, bunga itu menjadi padanan keindahan yang hakiki ketika disandingkan dengan lukisan minimalis di suatu ruangan yang manis. Mereka berfikir bagaimana bunga itu bisa jadi sebuah nilai seni yang tak terbandingkan.

Sangat berbeda pula jika bunga indah merekah itu dilihat oleh seorang yang beriman. Baginya, bunga itu menjadi pengingat bahwa suatu saat keindahan bunga itu akan sirna dan runtuh, tapi akan ada setelahnya bunga-bunga yang tumbuh menggantikan keindahannya. Setelah itu, makin sadarlah ia bahwa betapa kuasanya Allah terhadap makhlukNya ; dan Dia dengan mudahnya membalikkan keadaan, dari hal yang indah menjadi punah, dari yang punah menjadi hal yang lebih indah.

Itulah kekuatan sudut pandang. Dari satu bunga indah yang sama, ketika dilihat oleh tiga sudut pandang yang berbeda, maka ia akan menghasilkan tiga pemaknaan yang berbeda pula. Begitupun satu hal perisitiwa dalam hidup. Ketika satu hal yang sama dilihat dari sudut pandang yang berbeda, maka ia akan memiliki pemaknaan yang berbeda pula. Nah, jadi, mau sudut pandang seperti apa ketika kita melihat kehidupan orang lain?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun